Alhamdulillah tangga 04 Oktober 2021,
usia pernikahan aku dan suami genap 9 tahun. Baru kali ini mikir untuk
mencatatkan kesan tentang ini melalui tulisan. Kenapa ya?
Nggak tahu, terpikir saja begitu. Kemarin kami juga buat acara spesial, makan – makan berdua di rumah sambil nonton film. Beli jajanan saja, snack dan mini cake. Tidak ada kalimat apa – apa. Tidak ada saling mengungkapkan perasaan atau apalah. Karena kami bukan tipe pasangan yang romantis dengan ucapan. Cinta ada dalam hati dan terwujud dalam perbuatan.
Ku renungi pernikahan berusia 9 tahun
ini. Bersyukur pada Allah swt yang telah menolong kami mempertahankan
pernikahan ini. Dimata sebagian orang, ikatan pernikahan kami lemah karena
belum ada anak yang menyempurnakan keluarga kami.
Namun aku paham kuat dan lemahnya ikatan
pernikahan tak ditentukan semata oleh keturunan. Pernikahan itu sendiri disebut
oleh Allah swt sebagai mitsaqan ghalizha (perjanjian yang kuat).
Allah swt berfirman dalam al Quran surat
an Nisa ayat 21: “Bagaimana kamu akan
mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan
yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil
dari kamu perjanjian yang kuat”.
Baca Juga: Jangan Lupa Menghargai Pasanganmu
Dia Menghargaiku Bukan Dengan Pesta
Dengan penjelasan Allah swt itu, aku
meyakini bahwa ucapan orang – orang yang tak paham mengenai sakralnya
pernikahan itu adalah bagian dari ujian Allah swt. Satu paket dengan ujian
lainnya, termasuk ditundanya rezeki anak untuk kami oleh Allah swt.
Dengan ujian ini, kami bisa terus
muhasabah diri, berlatih untuk kuat dan menggantungkan semua urusan pada Allah
swt. Dia paling tahu yang terbaik bagi hamba – hambaNya. Harus berbaik sangka
pada Allah swt.
Mengenai arti usia pernikahan yang 9
tahun ini, aku coba mengambil sejumlah hikmah dari perjalanan kami berumah
tangga selama ini. Pertama, telah mengenal dan memahami karakter suami.
Aku pikir 9 tahun waktu yang cukup untuk
mengenal karakter seseorang yang hidup bersama kita. Baik karakter umum sebagai
lelaki, maupun karakter khusus yang terbentuk dari proses tumbuh kembangnya.
Awalnya semua pernikahan sama saja, terkaget
– kaget dengan sifat pasangan. Sebab perbedaan jenis kelamin saja sudah
menimbulkan perbedaan karakter. Ditambah beda kebiasaan dan beda kesukaan. Hal
ini umumnya menimbulkan perselisihan. Kami juga mengalaminya.
Baca Juga: Andai Aku Menjadi Muslim Uyghur
Mereka Yang Wafat Dalam Ketaatan Itu Membuatku Cemburu
Tapi karena mengingat komitmen pernikahan
dan tuntunan Islam, alhamdulillah perbedaan bisa dikomunikasikan. Sehingga ada
yang dirubah, jika bisa. Sementara ada yang dimaklumi, karena tidak bisa
berubah. Setelah bertahun – tahun menikah, semua menjadi biasa. Cekcok tentang
itu tak sesering di awal nikah, hanya sesekali saja terjadi.
Kedua, hadist Rasulullah saw benar,
menerima kekurangan pasangan mampu membuat kita melihat kelebihannya yang lain
yang lebih banyak. Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda dari Abu Hurairah,
لاَيَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ
كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ.
“Hendaknya seorang mukmin tidak membenci
seorang mukminah, jika dia tidak menyukai satu perangainya niscaya dia menyukai
yang lain.” (HR. Muslim).
Kekurangan, kelemahan ataupun perangai
yang dipandang buruk oleh orang lain seringnya menjadi sifat yang terbawa –
bawa dalam diri kita. Kayak aku yang lamban, sembrono, pelupa dan lain – lain,
jadi ujian bagi suamiku. Demikian juga apa yang ada pada dirinya.
Menghadapi hal ini, aku ingat hadist nabi
Saw itu. Benar saja, saat kita memaklumi sisi kekurangan dan lebih menatap pada
sisi kelebihan suami, maka akan banyak kelebihan yang kita sadari ada padanya.
Hal itu membuat kita lebih senang dan bersyukur telah dipasangkan oleh Allah
swt dengan dirinya.
Baca Juga: 3 Alasan Sepele Penyebab Perceraian
Bersyukur suamiku bukan perokok, betah di
rumah dan maksimal memenuhi segala kebutuhanku. Suamiku yang humoris, cerdas, solutif, rajin bangun pagi, peduli pada keluarga dan lain – lain. Masya allah.
Ketiga, telah banyak memperoleh kebaikan
dari suami. Sembilan tahun
hidup bersama, tak terhitung sudah berapa banyak sabar yang dia rasakan untuk
menghadapi kekuranganku. Sudah berapa banyak permintaanku yang dipenuhinya.
Sudah berapa banyak kemudahan yang diberikannya padaku dalam menjalani
aktivitas.
Menghitung
– hitung kebaikan diri sendiri pada orang lain memang tak perlu. Karena itu
justru membentuk pribadi sombong. Namun menghitung-hitung kebaikan pasangan
kita menurutku harus. Agar kita menyadari betapa beruntungnya kita memiliki
dia.
Keempat, waspadai kebosanan. Penyakit yang bisa menjangkiti pasangan
setelah lama hidup bersama adalah rasa bosan. Yang dilihat itu – itu saja. Yang
dihadapi dia – dia terus. Hal ini juga arti usia pernikahan ini bagiku. Jangan
sampai ada rasa hambar yang terlalu lama menghinggapi hubungan ini, sehingga
setan menyusup diantara kami.
Apalagi hampir 24 jam kami selalu
bertemu, mengingat suamiku bekerja dari rumah. Aku pun sejak pandemi sangat
jarang keluar rumah. Dulunya kan lumayan sering aku keluar untuk kegiatan
jamaah pengajian.
Baca Juga: Kiat - Kiat Komunikasi Menyatukan 2 Hati
Aisyah Wedding Promosi Nikah Mudah, Dimana Salahnya?
Selain yang utama tentunya memohon terus
pada Allah swt untuk kelanggengan rumah tangga, kita juga harus kreatif
menciptakan momen – momen baru untuk mencerahkan hubungan.
Kalau kami melakukan hal – hal baru semisal
olahraga badminton bareng dan lain - lain. Untungnya suamiku memang orang yang
pandai menghadirkan aktivitas – aktivitas baru untuk dirinya sendiri. Akhir –
akhir ini suamiku senang bercocok tanam. Aku juga asyik dengan ngeblog.
Aktivitas kesukaan kita masing – masing yang kita jalani bersamaan dengan hidup
bareng cukup menyegarkan suasana juga.
Kelima, terus mempertahankan dan mengasah
hal positif pada diri kita agar tetap dicintai. Aku sadar kalau di luar sana banyak
godaan untuk suamiku. Aku juga memahami suamiku hanya manusia biasa yang butuh
merasakan terus kebaikan isterinya.
Suamiku suka kalau aku selalu sehat, segar dan pintar. Suamiku suka aku masakin makanan yang enak. Jadi apa yang disukai
suamiku dariku harus terus aku lakukan. Seperti berolahraga, makan makanan yang
sehat, memasak makanan yang disukainya dan nambah ilmu.
By the way, Allah swt Maha baik telah menghadirkan suamiku dalam hidupku. Aku bahagia hidup bersamanya. Semoga Allah swt menyatukan kami sampai ke surga. Aamiin.
Baca Juga: Child Free, Menyalahi Tujuan Pernikahan
0 Comments
Post a Comment