Wednesday, October 06, 2021

PON XX 2021 Di Mata Warga Papua

https://sumsel.suara.com/

Pekan Olahraga Nasiona (PON) XX 2021 sedang berlangsung di Papua. Tepatnya di empat lokasi yakni Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mimika dan Kabupaten Merauke.

PON XX yang harusnya dilakukan pada 2020 lalu itu, akhirnya diselenggarakan tahun ini dan akan berlangsung sejak tanggal 2 Oktober hingga 15 Oktober 2021 mendatang.

Papua merupakan provinsi termiskin di Indonesia. Sekitar 26 persen rakyatnya miskin, dengan tingkat kemiskinan yang jauh lebih tinggi dari provinsi lainnya. (https://www.cnbcindonesia.com/16/02/2021 )

Meski demikian, penyiapan sarana untuk acara PON XX di Papua tetap dilakukan maksimal dengan dana yang besar. Pemerintah Provinsi Papua mengeluarkan dana APBD lebih dari Rp3,8 triliun untuk itu. Dana tersebut terkumpul dari lima tahun anggaran, yakni 2016 hingga 2020.

Selain dari APBD, pemerintah pusat ikut menyumbang sejumlah Rp2,3 triliun. Ada juga dana bantuan dari swasta. ( https://sport.bisnis.com/ 30/04/2021)

Baca Juga: Keunggulan Mata Uang Islam

                    Pulau Lantigiang, Keindahan Alam Yang Dijual

Dari dana yang besar itu, tersedialah fasilitas PON XX bertaraf internasional, dengan konsep dan filosofi yang diangkat dari kekayaan alam dan budaya Papua. Paling menonjol adalah stadion utamanya, stadion Lukas Enembe di Kabupaten Jayapura.

Ia menjadi stadion termegah kedua di Indonesia setelah Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta. Bentuknya khas menyerupai rumah adat Papua, yang bisa menampung sekitar 40 ribu penonton. Lalu bagaimana respon warga setempat dengan perhelatan akbar ini?

Ada Yang Antusias Dengan PON XX

Sebagai tuan rumah PON XX, warga Papua tentu ikut berpartisipasi di dalamnya. Sekitar 923 warga Papua ikut ambil bagian sebagai atlet yang mengikuti sejumlah cabang olahraga. Bagi mereka ini adalah kesempatan untuk berprestasi dan bisa menjadi peluang manfaat di masa depan.

Sekitar 25 ribu lainnya menjadi relawan yang di sebar ke empat titik lokasi penyelenggaraan PON. Tugas mereka menyediakan informasi dan kebutuhan lainnya yang diperlukan para peserta PON serta membantu panitia pelaksana terkait cabang olahraga, venue, transportasi, hotel dan lainnya.

Arti PON bagi relawan dan pengusaha lokal pemilik hotel, tempat makan dan penjual cenderamata adalah keuntungan ekonomi. Lumayan, nambah penghasilan lebih dari biasanya.

Baca Juga: Kapitalisme, Sumber Penyebab Kemiskinan

                    4 Prinsip Sukses Berbisnis Ala Suami Saya

Terhadap warga lainnya, ada yang antusias menyaksikan pembukaan PON XX meski hanya bisa mengikuti dari luar Stadion Lukas Enembe. Dari pantauan media, ada ribuan warga disana. Mereka merasa bangga dengan pembukaan PON yang meriah. Mereka senang melihat kembang api. (https://www.antaranews.com/02/10/2021)

Ada Yang Banjir Darah dan Air Mata

Namun sudah bisa kita duga, bahwa kemeriahan PON XX bukanlah cerminan asli kondisi Papua secara keseluruhan. Selama ini Papua telah dikenal sebagai daerah konflik dan miskin.

Seorang pemuka agama dari Sekretarian Keadilan dan Perdamaian Keutuhan Cipta Ordo Santo Agustinus, Bernard Baru memberikan pendapatnya. Katanya, situasi riil di Papua adalah banjir air mata.

Papua sedang berada pada kondisi kemanusiaan yang sebenarnya sangat memprihatinkan. Hal ini benar. Euforia atas agenda PON XX tidak dirasakan oleh ribuan warga dari Kabupaten Maybrat, Papua Barat.

Dilaporkan bahwa sudah sebulan 2768 orang warga disana mengungsi karena konflik bersenjata antara TPN/OPM dan TNI Polri. Tiga hari mereka berjalan hingga sampai di hutan. Mereka bertahan hidup disana. (https://www.suara.com/news/04/10/2021)

Baca Juga: Nyurhatin Para Suami Yang Abai Beri Nafkah

                    Kala Bisnis Prostitusi Gay Terungkap

Mereka bahkan tak tahu sama sekali bahwa Papua menjadi tuan rumah PON XX. Mereka tak tahu kalau Presiden Jokowi hadir di tanah mereka membuka acara itu. Hal ini diungkapkan oleh Manase Sori, 21 tahun saat diwawancara oleh BBC News Indonesia

Ya, disaat bertahan hidup terasa sangat sulit, kemeriahan semacam pesta olahraga ini tentu tak lagi berarti bagi mereka. Manise bilang bahwa tiap hari ia bergantung hidup dari hasil berburu burung, sagu dan pohon pisang. Mereka berlindung dari panas dan hujan menggunakan pelepah sagu. Disana ada lansia, anak-anak dan wanita hamil.

Ia juga mengatakan bahwa sejauh ini para pengungsi baru sekali mendapat bantuan pemerintah yakni beras, minyak, gula dan kopi. Setelah satu bulan di hutan, para pengungsi mulai sakit-sakitan. Ada yang demam dan sakit kepala, karena jarang makan.

Tak jauh berbeda, konflik lainnya sedang terjadi di Kabupaten Yahukimo. Diperkiraan ada seribu orang yang mengungsi dari kalangan dewasa dan anak-anak karena bentrok antar suku. Sekitar 6 orang meninggal akibat kericuhan ini. (https://www.cnnindonesia.com/04/10/2021)

Orang – orang miskin ekstrem di Kabupaten Jayawijaya, Paniai, Supiori dan daerah lainnya di Papua juga tak sempat menikmati pesta PON XX. Bagi mereka hidup adalah perjuangan untuk bisa bertahan hidup. Mereka benar – benar butuh perhatian pemimpinnya, bukan pesta olahraga.

Ada Yang Sedang Melakukan ‘Lips Service’

Akan tetapi sebenarnya ada yang jauh lebih memprihatinkan dari itu. Pada pidato untuk pembukaan PON XX, presiden sama sekali tidak menyinggung masalah di Papua.

Dalam pembukaan PON, Presiden Joko Widodo menekankan pesta olahraga menjadi panggung persatuan, kesetaraan dan keadilan. "PON ini adalah panggung kesetaraan, dan panggung keadilan, untuk maju bersama, sejahtera bersama, dalam bingkai negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Presiden Jokowi saat itu.

Baca Juga: Pramuniaga Toko Berwajah Cemberut

                   Kejadian Luar Biasa: Papua Dilanda Campak Dan Gizi Buruk

Presiden Jokowi pun memuji prestasi pemerintah atas pembangunan infrastruktur di Papua berupa bandara, pelabuhan, hingga jalan lintas Papua.

Demikianlah adanya. Kalau Peneliti KontraS, Rozy Brilian, menganggap pernyataan Presiden Jokowi di panggung pembukaan PON XX sebagai “lips service”.

"Nah, itu panggung kesetaraan dan keadilan dari mana, ketika misalnya hari ini banyak masyarakat dari Papua yang justru masih mengalami rasisme," kata Rozy yang mencontohkan kasus-kasus tebang pilih ketika orang Papua menggelar aksi unjuk rasa dan ditangkap.

Terlebih tambahnya lagi, bagaimana pun, kasus-kasus HAM berat di Papua seperti tragedi Paniai 2004 dan Wasior Wamena 2002 dan 2003, sejauh ini masih belum tuntas di era Jokowi.

Kata Bernard Baru, semestinya momentum nasional ini dijadikan presiden sebagai ajang mengumandangkan solusi atas konflik yang terus terjadi. Bernard masih berharap jika PON bisa menjadi pintu masuk solusi damai di Papua, hingga tak ada lagi banjir darah disana.

Baca Juga: Ekonomi Islam Itu Luar Biasa 

                   Hati-Hati Beli Emas Kredit

Staf khusus presiden, Billy Mambasar memberi pembelaan. Katanya sejauh ini pemerintah sudah mencari solusi memperbaiki kesejahteraan orang Papua. Dimana problem kesejahteraan dianggap sebagai akar persoalan konflik di Papua.

Ia mencontohkan, dalam Instruksi Presiden No. 9 tahun 2020, termasuk revisi Undang Undang Otsus, di dalamnya termuat solusi dialog atas konflik.

Rakyat Papua Butuh Pembuktian, Bukan Klaim

Konflik yang terus terjadi di Papua serta data – data kemiskinan ekstrim yang ada di sana, cukuplah sebagai bukti bahwa baiknya prestasi pemerintah dalam mengurus Papua masih sebatas klaim.

Kekayaan alam Papua yang dijadikan inspirasi pernak pernik PON XX nyatanya bukan rakyat Papua yang maksimal menikmatinya. Mereka tak merasakan fasilitas pendidikan dan kesehatan yang baik secara merata. Untuk bisa memenuhi gizi yang cukup bagi keluarga saja banyak yang tak mampu.

Menyaksikan kenyataan ini, kita kembali teringat buruknya sistem kapitalis demokrasi dalam mengurusi kehidupan kita. Konsep persatuan, kesetaraan dan keadilannya absurd, tak dimengerti dan tak dirasarakan oleh rakyat secara merata.

Saya teringat saat pernah kasus gizi buruk di Papua bikin heboh, kesulitan akses jalan dijadikan alasan lambannya bantuan. Namun kini sebuah stadion yang besar dan megah beserta akses jalan menuju kesana terbangun dengan sukses. 

Artinya, jika mau, desa – desa yang ada disana bisa juga dibangun berbagai sarana kebutuhan masyarakat seperti jalan, sekolah dan rumah sakit. Kuncinya ya itu, kemauan.

Bukankah seharusnya ada evaluasi besar – besaran terhadap pemimpin dan sistem kepemimpinan di negeri kita hari ini?

Baca Juga: Rakyat Hidup Prihatin

                    Kasihan Para TKW

0 Comments

Post a Comment