https://id.wikipedia.org/wiki/Dinar_emas |
Satu – satunya agama yang mengatur tentang
mata uang adalah Islam. Dalam Kitab Nizhamul Iqtishady karya Syekh Taqiyuddin
An Nabhani dikatakan bahwa penggunaan uang berhubungan dan terikat dengan hukum
– hukum syariah.
Ada larangan menimbun harta dalam bentuk emas dan perak (QS. at Taubah: 34).
Ada kewajiban mengeluarkan zakat atas
emas dan perak. Ada hukum – hukum pertukaran antara emas dan perak. Ada kondisi
diamnya Rasulullah saw atas transaksi dengan emas dan perak.
Ada keterkaitan emas dan perak dengan diyat
(tebusan) atas pelanggaran hukum syara’ tertentu. Ada penggunaan standar emas
dan perak terhadap pencurian bersanksi potong tangan.
Penggunaan emas (dinar) dan perak (dirham)
di masa Rasulullah saw, Khulafaur rasyidin hingga masa Khalifah Abdul Malik bin
Marwan, bisa dibilang masih polos. Artinya tidak dicetak dengan ciri tertentu.
Penilaiannya berdasarkan beratnya.
Di masa Khalifah Abdul Malik, beliau
merasa perlu mencetak mata uang dengan ukiran khas Islam. Lalu dicetaklah emas
dan perak itu, dibentuk dalam satu timbangan yang sama, hingga ketika
bertransaksi tidak perlu lagi ditimbang.
***
Sebagai
pandangan hidup, Islam memang ajaran yang sempurna dan menyeluruh. Sehingga
berbagai persoalan sehari – hari bisa diselesaikan oleh Islam. Tak hanya dalam
tataran individu. Kehidupan bermasyarakat dan bernegara pun dapat diatur dengan
baik oleh Islam. Masya allah.
Soal mata uang ala Islam ini, media
kembali menyinggungnya. Namun dengan kabar yang kurang enak terdengar bagi
saya.
Beberapa hari lalu viral keberadaan Pasar
Muamalah di sebuah lingkungan di Kota Depok, Jawa Barat. Diduga mereka
bertransaksi memakai dinar dan dirham. Kejadian ini direspon oleh pihak Bank
Indonesia (BI). Dijelaskan bahwa penggunaan mata uang selain rupiah dalam
kegiatan transaksi di Indonesia, bisa terancam dijatuhi pidana penjara maksimal
1 tahun.
Pihak BI mencoba sikap persuasif. Warga
tersebut akan diedukasi terkait peraturan tentang mata uang di negeri kita.
Namun belakangan kabarnya pelaku muamalah tersebut ditangkap oleh pihak
keamanan.
***
Sebagai muslim, ada pilu di hati ketika
satu ajaran Islam dianggap ilegal di negeri berpenduduk mayoritas muslim ini.
Padahal Allah swt Maha Pengasih dan Penyayang. Segala aturan yang datang dari
Allah swt pasti mendatangkan kebaikan. Lagi pula, emas bersifat international. Semua
manusia satu pandangan tentang berharganya nilai emas. Hal ini membawa sejumlah
kebaikan bagi hubungan internasional, sebagaimana dijelaskan oleh Syekh
Taqiyuddin.
Diantaranya, bisa membuat kurs pertukaran
mata uang bersifat tetap. Dengan ini setiap negara kedudukannya sama. Tidak ada
satu mata uang yang mendominasi dunia seperti dolar hari ini. Sehingga
persaingan perdagangan internasional bisa lebih adil. Tentu lebih semangat dong
jadinya.
Inflasi atau peredaran uang yang
berlebihan juga tak akan terjadi. Sebab pemerintah dan bank – bank pusat tidak
bisa seenaknya lagi mencetak uang semudah mencetak kertas. Kalaupun uang yang
beredar adalah kertas, tetap boleh. Hanya saja pencetakan uang kertas harus sejumlah
nilai emas yang dimiliki.
Kalau emas dan perak jadi mata uang, maka
tiap negara akan menjaga kekayaan emasnya. Cadangan emas negeri kita tak kan
mudah dikelola orang asing, seperti pengelolaan tambang emas oleh PT. Freeport
hari ini.
Sesungguhnya penggunaan mata uang emas
dan perak sudah lumrah dulunya. Dunia mempraktikkan sistem mata uang emas dan
perak sejak ia ditemukan hingga Perang Dunia I. Perubahan terjadi karena ulah
para penjajah terutama Amerika. Untuk kepentingan mengontrol dunia, ia membuat
tipu daya di bidang ekonomi dan moneter. Jadi penggunaan mata uang adalah salah
satu sarana penjajahan.
Sejumlah tokoh muslim menyatakan
harapannya akan penggunaan dinar dan dirham sebagai mata uang. Setidaknya
khusus di kalangan kaum muslimin di dunia. Ini pernah dikatakan oleh Mantan
Perdana Menteri Malaysia, Mahatir Mohammad.
Tapi hal itu tentu tak mudah. Dibutuhkan
kemauan politik yang kuat dan berani oleh kaum muslimin, untuk mengajak dunia
kembali pakai mata uang emas dan perak. Dengan dasar keimanan dan kesadaran
untuk berislam kaffah pada seluruh komponen kaum muslimin, maka terbukalah
kesempatan bagi kebangkitan.
Pelaksanaan Islam kaffah dalam naungan
khilafah berarti melepaskan ketergantungan pada asing baik segi politik dan
ekonomi. Selanjutnya hal ini bisa mendorong kemandirian politik dan ekonomi,
hingga mengembalikan wibawa peradaban Islam di mata asing seperti dulunya.
Masya allah
0 Comments
Post a Comment