Sumber foto: https://www.cnnindonesia.com/ |
Sebuah kasus asusila terjadi di kota Medan, Sumatera Utara baru-baru ini. Tepatnya di komplek Tasbih 2, Medan polisi menemukan bisnis amoral berbentuk jasa pijat plus jasa seks sejenis. 11 orang lelaki telah diamankan dari lokasi tersebut. Satu orang adalah pemilik bisnis. Sepuluh lainnya sebagai terapis.
Sudah dua tahun bisnis cabul itu berjalan secara
eksklusif. Komunikasi para pelanggan dengan terapis biasa dilakukan melalui
media sosial khusus kalangan homoseksual. Hingga akhirnya terciduk polisi. Barang bukti
yang ikut diamankan yaitu 18 unit handphone, uang tunai, 23 buah pelumas seks, 510 kondom,
obat kuat, dan sex toys. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200603151135-12-509485/rumah-pijat-medan-digerebek-sediakan-jasa-seks-sesama-jenis
Secara hukum, sosial apalagi agama,
bisnis prostitusi gay ini layak dipermasalahkan. Perbuatan mereka telah
melanggar hukum dan bisa dijerat
Pasal 2 UU RI Nomor 21 Tahun
2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan atau
Pasal 296 KUHP tentang memfasilitasi perbuatan cabul. Ancamannya
paling rendah 3 tahun dan maksimal 15 tahun, denda Rp120 juta maksimal Rp600
juta.
Secara sosial bisnis seks sesama jenis ini berefek buruk dalam beberapa hal. Pertama, tersebarnya penyakit kelamin termasuk yang sangat membahayakan yaitu penularan HIV. Kedua, melestarikan prilaku penyimpangan seksual yang merusak kepribadian manusia normal serta mengancam populasi manusia. Jaringan pelaku seks menyimpang yang subur ini berpotensi menurunkan angka perkawinan dan kelahiran.
Mengerikan bila membayangkan ke
depan, andai homoseksual tak juga mampu diberantas, akan banyak orang
kehilangan kesempatan untuk memiliki keturunan. Eksistensi manusia di muka bumi
bisa goyah. Ketiga, Kota Medan termasuk wilayah dengan status zona merah dalam
kaitannya dengan penyebaran Covid-19. Artinya bisnis prostitusi sesama jenis
yang baru terungkap ini telah mengabaikan himbauan pemerintah akan social distancing.
Paling utama yang harus diperhatikan ialah bahwa bisnis jual beli seks ini merupakan tindak maksiat dimata Allah swt. Bukan karena seks sesama jenis diperjual belikan lantas dinilai salah. Namun prilaku itu sendiri dalam Islam haram baik diperjual belikan ataupun suka sama suka. Sebab sejatinya Allah swt telah menciptakan manusia berpasang-pasangan. Dari sepasang suami istri lahirlah generasi penerus yang melestarikan keberadaan manusia di muka bumi.
Allah swt berfirman: “Wahai
manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang
satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan
dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (QS an-Nisa [4]: 1).
Larangan terhadap hubungan sejenis juga
ditunjukkan oleh ayat al Qur’an. Firman Allah swt: Dan Luth tatkala dia
berkata kepada mereka: “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan faahisyah
itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun sebelummu?”
Sesungguhnya kalian menggauli lelaki untuk melepaskan nafsumu, bukan
kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melampaui batas. (QS. Al-A’roof [7]: 80-81)
Jalalayn dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-faahisyah dalam ayat itu adalah berbuhungan seks dengan laki-laki (sodomi/homoseks). Asy-Syinqity dalam kitab tafsirnya Adhwaul Bayan fii Idhohil Qur’an bil-Qur’an menerangkan hal yang sama.
Asy-Syinqity mengatakan bahwa Allah Ta’ala menjelaskan
yang dimaksud dengan al-faahisyah dalam ayat itu adalah al-liwath (sodomi,
homoseks) sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam ayat berikutnya: Sesungguhnya
kalian menggauli lelaki untuk melepaskan nafsumu, bukan kepada wanita.(QS. Al-A’roof
[7]: 81)
Allah swt pun melaknat kaum Nabi Luth
yang tertarik dengan sejenisnya. Firman Allah swt: “Maka tatkala datang azab Kami, Kami
jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami
hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi. (QS. Hud ayat 82)
Dalam hadits
melalui jalur Abdurrahman bin Mahdy, Zubair bin Muawiyah, hingga Ibnu Abbas
menerangkan Rasulullah menjelaskan tentang orang-orang yang mendapat laknat
Allah. Mereka adalah orang-orang yang menyembelih bukan karena Allah, orang-orang
yang mengubah batas tanah, orang yang menyesatkan orang buta dari jalanan, dan
sebanyak tiga kali dalam hadits itu disebutkan Allah melaknat orang yang
melakukan perbuatan kaum Luth.
Tak heran
sanksi yang diberikan oleh Islam untuk pelaku seks sejenis berat. Sanksi bagi
mereka adalah hukuman mati. Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa menjumpai orang yang melakukan
perbuatan homo seperti kelakuan kaum Luth maka bunuhlah pelaku dan objeknya!”
(HR. Ahmad 2784, Abu Daud 4462, dan disahihkan al-Albani)
Islam
Mampu Cegah Homoseksual
Ketika Islam melarang homoseksual, Islam tidak sekedar melarang, mengecam dan memberi sanksi bagi pelakunya. Namun Islam memiliki kemampuan untuk mencegah tersebarnya kemaksiatan tersebut. Islam adalah aturan hidup yang sempurna. Di dalamnya ada ajaran tentang akidah, ibadah, makanan/minuman, pakaian, muamalah dan uqubat (sanksi).
Pada aspek muamalah ada
sistem pendidikan Islam yang mampu membangun kepribadian salih/ saliha bagi
muslim. Penguatan akidah diprioritaskan sejak dini. Penguatan identitas gender
sejak dini juga dilakukan dalam proses pendidikan Islam. Anak lelaki dilarang
diperlakukan ataupun dipakaikan pakaian perempuan misalnya. Demikian
sebaliknya.
Sistem pergaulan Islam juga memiliki kemampuan yang sama untuk mencegah terjadinya homoseksual. Misalnya dengan adanya ajaran Islam tentang batasan-batasan aurat baik antara lelaki dan perempuan ataupun antar sesama jenis, serta adanya larangan untuk tidur satu selimut. Islam pun dapat menjamin nihilnya bisnis prostitusi.
Bisnis prostitusi tak akan laku dalam iklim kehidupan Islami. Orang pun tak akan berpikir untuk berbisnis prostitusi karena sistem ekonomi Islam mengajarkan standar halal haram dalam berekonomi.
Dalam politik ekonomi Islam ditetapkan
bahwa negara wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan dan papan
seluruh rakyatnya secara merata. Alhasil syariah Islam dapat menciptakan
masyarakat dengan pemikiran yang sehat, dimana mereka ingin hidup lebih beradab,
jauh dari tindak maksiat seperti homoseksual.
Upaya preventif inilah yang tak mampu dilakukan oleh sistem kehidupan hari ini. Sekulerisme yang merupakan ide dasar pola hidup hari ini telah menjauhkan manusia dari aturan Allah swt. Hidup dipahami sebagai kebebasan. Sehingga bermunculannya kaum penyuka sesama jenis yang merasa prilaku mereka sah sebagai ekspresi kebebasan. Mereka pun diberi ruang oleh sistem hari ini untuk beropini, berupaya membuat propaganda agar prilaku menyimpang mereka dapat diterima oleh khalayak ramai.
Hari ini nikah sesama jenis memang belum sah di negeri ini.
Tapi ketika ruang bersuara terus diberikan pada mereka, bukan tak mungkin
negeri ini akan mencontoh Amerika yang telah lebih dulu melegalkan nikah sesama
jenis. Na’udzubillahi minzalik. Tak heran pula bisnis prostitusi seperti kasus
di atas bermunculan. Maukah kita terus hidup dalam sistem hidup yang mengerikan
ini?
Bila jawabnya tidak, maka mari terus berjuang untuk tegaknya syariah Islam dalam naungan Khilafah yang penuh berkah. Wallahu a’lam bishawab.
0 Comments
Post a Comment