Wednesday, December 08, 2021

Belajar Dari Pertetanggaan Yang Baik Dari Ibu – Ibu Ini

 

Sejak beberapa bulan lalu aku berkenalan dengan tiga orang ibu. Namanya, Bu Lisa, Bu Wati dan Bu Hafiza. Bu Lisa dan Bu Wati tinggal berdekatan. Sementara Bu Hafiza tinggal di lingkungan berbeda.

Namun secara umum bisa dibilang rumah mereka tak begitu jauh dari rumahku. Masih satu kecamatan, lain desa. Kami dipertemukan oleh Allah swt untuk urusan pengajian.

Sekali dalam sepekan kami bertemu untuk mengkaji dasar – dasar pemahaman Islam. Tentang ikhlas, menutup aurat, mengelola emosi dan lain sebagainya.

Awalnya mereka bertiga, tapi kemudian bertambah menjadi lima orang yang ikut ngaji. Dua orang yang baru gabung itu tetangga dari Bu Lisa dan Bu Wati, namanya Bu Lina dan Bu Yoan.

Bu Lisa dan Bu Wati tinggal di gang sempit. Di gang itu, cuma muat untuk jalan satu mobil seukuran Avanza. Sekitar dua puluh keluarga tinggal disana. Mayoritas muslim dan ada satu dua keluarga yang nonmuslim.

Aku merasakan suasana tersendiri di lingkungan rumah mereka. Nuansa keakraban yang baik. Dekat, tapi tidak berlebihan. Tetap menjaga privasi masing – masing, tapi saling peduli. Saat – saat tertentu mereka pun kumpul untuk bercengkrama.

Baca Juga: Astaghfirullah, Anak Maen Perkosa Perkosaan...

                   Rakyat Hidup Prihatin

Beberapa hal menjadi berkesan, dalam hubungan pertetanggaan mereka. Pertama, belum pernah ku mendengar mereka saling ghibah.

Ghibah atau menceritakan kejelekan orang lain dengan maksud sekedar menikmati cerita itu, sudah menjadi kebiasaan di masyarakat, terutama kalangan perempuan.

Biasanya objek yang diceritakan adalah orang yang sedang tak ada di tempat kumpulan orang tersebut. Nah, pengalamanku bersama ibu – ibu ini, saat ada sebagian dari mereka sedang tak bersama kami, tak ku dengar cerita jelek tentangnya.

Kami biasanya bicara soal masalah di masyarakat, yang kebetulan berkaitan dengan kajian yang sedang kami bahas. Ceria tentang susahnya menghadapi sekolah daring anak – anak.

Curhat tentang baju seragam sekolah anak yang lama tak dipakai selama pandemi, tanpa sadar sudah kesempitan. Susahnya mendapatkan beasiswa untuk kuliah anak dan lain sebagainya.

Kedua, saling tolong menolong.

Suatu kali tiba jadwal kami kajian. Bu Lisa mengabariku bahwa Bu Wati sakit dan minta ditemani ke klinik. Suami Bu Wati nggak bisa libur kerja. Anak – anaknya juga harus sekolah. Jadi hari itu kami batal bertemu.

Baca Juga: Keluargaku Bentengku

                    Belajar Dari Kucing

Di lain waktu, Bu Lisa dapat pesanan membuat kue untuk suatu acara. Bu Wati pun ikut membantu pekerjaan Bu Lisa secara cuma – cuma. Meski akhirnya Bu Lisa ngasih sedikit tanda terima kasih ke Bu Wati.

Kadang Bu Lisa buka warung jajanan sore, maka tetangga ramai beli disitu. Sampai beberapa diantara mereka memilih untuk tidak masak karena mau makan mie sop Bu Lisa.

Mereka yang memiliki anak – anak SD hingga SMP, bermain bersama. Dari beberapa kejadian yang ku ketahui itu, aku berkesimpulan bahwa mereka saling peduli pada tetangga. Satu hal yang lumayan jarang kita temukan di kota besar, apalagi di lingkungan orang kaya.

Ketiga, saling menasehati.

Waktu Bu Wati sakit, aku ditemani Bu Yoan menjenguk Bu Wati. Disitu kami ngobrol. Diantara obrolannya adalah tentang anak Bu Yoan. Bu Wati cerita ke Bu Yoan, bahwa anak Bu Yoan berbuat tak sopan ke Bu Wati. Jadi Bu Wati memarahi anak Bu Yoan.

Baca Juga: Cinta, Kok Sama Atheis?

                    Cinta 'Gila'

Disitu Bu Yoan nggak balas marah ke Bu Wati. Dia justru berterima kasih karena Bu Wati mau menceritakan hal itu padanya dan menegur anaknya. Bu Yoan berencana sepulang darisitu akan menasehati anaknya agar jangan mengulang perbuatan yang sama pada orang yang lebih tua.

Keempat, saling mengajak pada kebaikan.

Bu Lisa dan Bu Wati sangat bersemangat mengajak tetangganya untuk ikut gabung berbagi ilmu keislaman bersama dengan kajian yang sudah kami lakukan. Alhasil, bergabunglah Bu Yoan dan Bu Lina.

Ibu – Ibu yang lain sebenarnya ada keinginan untuk ikut juga. Tapi kebanyakan mereka ibu ibu muda yang memiliki anak balita. Sehingga merasa masih repot, belum tepat waktunya untuk ikut bergabung dalam pengajian.

Bu Lina yang mengikuti perwiridan juga mengajak ibu – ibu lainnya untuk bergabung bersama perwiridannya. Berharap makin banyak ilmu dan silah ukhuwah yang bisa terjalin.

Begitulah sekelumit pengalamanku bersama ibu – ibu yang baik ini. Masya allah. Semoga selalu dimudahkan dalam kebaikan ya ibu – ibu. Sehat selalu dan lancar rezekinya. Aamiin.  

Baca Juga: Aceh, I'm Coming

                    Kumpulan Cerpen Islami, Menambah Kecintaan Pada Islam

Info Menarik: 

Raja Baclink Tawarkan Backlink Berkualitas, Agar Website Jadi Teratas


2 Comments:

  1. wah kalau cari yang seperti itu kayak nyari jarum di jerami , makanya aku jarang kumpul2 dengan tetangga untuk mencegah ghibah ayng berlebihan

    ReplyDelete
    Replies
    1. betul buk, jaman sekarang bisa dibilang seperti itu.. makanya pas ketemu yang baik itu, senangnya minta ampun saya

      Delete