Sejak beberapa bulan lalu aku berkenalan
dengan tiga orang ibu. Namanya, Bu Lisa, Bu Wati dan Bu Hafiza. Bu Lisa dan Bu
Wati tinggal berdekatan. Sementara Bu Hafiza tinggal di lingkungan berbeda.
Namun secara umum bisa dibilang rumah
mereka tak begitu jauh dari rumahku. Masih satu kecamatan, lain desa. Kami
dipertemukan oleh Allah swt untuk urusan pengajian.
Sekali dalam sepekan kami bertemu untuk mengkaji dasar – dasar pemahaman Islam. Tentang ikhlas, menutup aurat, mengelola emosi dan lain sebagainya.
Awalnya mereka bertiga, tapi kemudian
bertambah menjadi lima orang yang ikut ngaji. Dua orang yang baru gabung itu
tetangga dari Bu Lisa dan Bu Wati, namanya Bu Lina dan Bu Yoan.
Bu Lisa dan Bu Wati tinggal di gang
sempit. Di gang itu, cuma muat untuk jalan satu mobil seukuran Avanza. Sekitar
dua puluh keluarga tinggal disana. Mayoritas muslim dan ada satu dua keluarga
yang nonmuslim.
Aku merasakan suasana tersendiri di
lingkungan rumah mereka. Nuansa keakraban yang baik. Dekat, tapi tidak
berlebihan. Tetap menjaga privasi masing – masing, tapi saling peduli. Saat –
saat tertentu mereka pun kumpul untuk bercengkrama.
Baca Juga: Astaghfirullah, Anak Maen Perkosa Perkosaan...
Beberapa hal menjadi berkesan, dalam
hubungan pertetanggaan mereka. Pertama, belum pernah ku mendengar mereka
saling ghibah.
Ghibah atau menceritakan kejelekan orang
lain dengan maksud sekedar menikmati cerita itu, sudah menjadi kebiasaan di
masyarakat, terutama kalangan perempuan.
Biasanya objek yang diceritakan adalah
orang yang sedang tak ada di tempat kumpulan orang tersebut. Nah, pengalamanku
bersama ibu – ibu ini, saat ada sebagian dari mereka sedang tak bersama kami,
tak ku dengar cerita jelek tentangnya.
Kami biasanya bicara soal masalah di
masyarakat, yang kebetulan berkaitan dengan kajian yang sedang kami bahas.
Ceria tentang susahnya menghadapi sekolah daring anak – anak.
Curhat tentang baju seragam sekolah anak
yang lama tak dipakai selama pandemi, tanpa sadar sudah kesempitan. Susahnya
mendapatkan beasiswa untuk kuliah anak dan lain sebagainya.
Kedua, saling tolong menolong.
Suatu kali tiba jadwal kami kajian. Bu
Lisa mengabariku bahwa Bu Wati sakit dan minta ditemani ke klinik. Suami Bu
Wati nggak bisa libur kerja. Anak – anaknya juga harus sekolah. Jadi hari itu
kami batal bertemu.
Baca Juga: Keluargaku Bentengku
Di lain waktu, Bu Lisa dapat pesanan
membuat kue untuk suatu acara. Bu Wati pun ikut membantu pekerjaan Bu Lisa
secara cuma – cuma. Meski akhirnya Bu Lisa ngasih sedikit tanda terima kasih ke
Bu Wati.
Kadang Bu Lisa buka warung jajanan sore,
maka tetangga ramai beli disitu. Sampai beberapa diantara mereka memilih untuk
tidak masak karena mau makan mie sop Bu Lisa.
Mereka yang memiliki anak – anak SD
hingga SMP, bermain bersama. Dari beberapa kejadian yang ku ketahui itu, aku
berkesimpulan bahwa mereka saling peduli pada tetangga. Satu hal yang lumayan
jarang kita temukan di kota besar, apalagi di lingkungan orang kaya.
Ketiga, saling menasehati.
Waktu Bu Wati sakit, aku ditemani Bu Yoan
menjenguk Bu Wati. Disitu kami ngobrol. Diantara obrolannya adalah tentang anak
Bu Yoan. Bu Wati cerita ke Bu Yoan, bahwa anak Bu Yoan berbuat tak sopan ke Bu
Wati. Jadi Bu Wati memarahi anak Bu Yoan.
Baca Juga: Cinta, Kok Sama Atheis?
Disitu Bu Yoan nggak balas marah ke Bu
Wati. Dia justru berterima kasih karena Bu Wati mau menceritakan hal itu
padanya dan menegur anaknya. Bu Yoan berencana sepulang darisitu akan
menasehati anaknya agar jangan mengulang perbuatan yang sama pada orang yang
lebih tua.
Keempat, saling mengajak pada kebaikan.
Bu Lisa dan Bu Wati sangat bersemangat
mengajak tetangganya untuk ikut gabung berbagi ilmu keislaman bersama dengan
kajian yang sudah kami lakukan. Alhasil, bergabunglah Bu Yoan dan Bu Lina.
Ibu – Ibu yang lain sebenarnya ada
keinginan untuk ikut juga. Tapi kebanyakan mereka ibu ibu muda yang memiliki
anak balita. Sehingga merasa masih repot, belum tepat waktunya untuk ikut
bergabung dalam pengajian.
Bu Lina yang mengikuti perwiridan juga mengajak
ibu – ibu lainnya untuk bergabung bersama perwiridannya. Berharap makin banyak
ilmu dan silah ukhuwah yang bisa terjalin.
Begitulah sekelumit pengalamanku bersama
ibu – ibu yang baik ini. Masya allah. Semoga selalu dimudahkan dalam kebaikan
ya ibu – ibu. Sehat selalu dan lancar rezekinya. Aamiin.
Baca Juga: Aceh, I'm Coming
Kumpulan Cerpen Islami, Menambah Kecintaan Pada Islam
Info Menarik:
Raja Baclink Tawarkan Backlink Berkualitas, Agar Website Jadi Teratas
wah kalau cari yang seperti itu kayak nyari jarum di jerami , makanya aku jarang kumpul2 dengan tetangga untuk mencegah ghibah ayng berlebihan
ReplyDeletebetul buk, jaman sekarang bisa dibilang seperti itu.. makanya pas ketemu yang baik itu, senangnya minta ampun saya
Delete