Kenangan pada Februari 2015
Aceh
memang tetanggaan dengan Medan, tapi saya tak pernah berkesempatan kesana. Punya
sih teman yang tinggal di sana, tapi tetap belum berkesempatan ke tanah rencong
itu. Pernah suatu kali diajak teman berlibur kekampungnya di Aceh. Ntah apa
nama daerahnya, saya lupa. Tempat itu indah. Ada sebuah danau dikelilingi pepohonan
hijau.Warna hijau pepohonan menghampiri air danau. Hingga hijau pula warna air
danaunya. Lagi-lagi, saya tak berkesempatan kesana. Masalahnya, berat di ongkos
hehe. Wah maklumlah, hari ini segalanya butuh uang. Kebutuhan makan hingga
kesehatan, kalau mau high quality, harus merogoh kantong dalam-dalam.
Kalau saya, kayaknya kantong udah hampir bolong, tapi yang high quality
nggak dapat juga, hehe. Begitulah kenyataan hidup di zaman kapitalis, harus
pandai mengatur prioritas pengeluaran, kalau nggak mau terlilit hutang.
Dasar rezeki nomplok, karena dapat amanah jadi
tim panitia Acara Konferensi Perempuan dan Syairah, bertempat di AAC Dayan
Dawood Unsyiah, Banda Aceh yang diselenggarakan oleh Muslimah Hizbut Tahrir
tanggal 8 Februari 2015, akhirnya menjejakkan kaki juga di sana. Ongkos
ditanggung masing-masing sih. Hanya saja teman-teman yang memiliki kelebihan
harta mau nalangin yang lagi bokek.Akhirnya, I’m coming Aceh J.
Rasa senangku bukan hanya karena melihat
langsung kota Banda Aceh. Tapi lebih dari itu, siapa tak senang menjadi saksi
sejarah berkumpulnya tokoh-tokoh Muslimah Nusantara dan perwakilan Malaysia dalam
rangka mendakwahkan Islam bertema “Akhiri Serangan Terhadap Islam”? Wah belum
tentu dua kali deh dapat kesempatan kayak gini. Acara ini dilatarbelakangi oleh
merebaknya isu negatif tentang syariah Islam dalam pengaturannya terhadap
urusan perempuan. Biang keladinya siapa lagi, tentu kaum yang tidak menyenangi
Islam. Mereka bilang, aturan berkerudung dan berjilbab berarti mengekang
kebebasan kaum muslimah. Perintah untuk mentaati suami, dibilang diskriminasi. Tugas
sebagai ibu dan pengatur rumahtangga dianggap merendahkan martabat dan menganggu
eksistensi perempuan.
Lalu, yang di inginkan oleh barat,
perempuan menanggalkan identitas jilbab dan kerudungnya. Mereka mau, perempuan
dibebaskan dari kewajiban taat pada suami dan terjun ke ranah publik,
semata mengejar uang demi kenikmatan jasadiyah. Realitanya, sudah banyak kini
perempuan yang merasa kebahagiaannya terletak pada karir di luar rumah. Para muslimah
banyak yang malu bila tak bekerja dan menyebut dirinya sebagai ibu rumahtangga.
Padahal justru ketika perempuan berbondong-bondong berkarir keluar rumah,
kehormatan mereka terancam, dilecehkan bahkan diperkosa.
Fakta jauhnya kehidupan kaum muslimah dari
Islam akibat stigmatisasi barat inilah yang menjadikan acara perempuan dan
syariah ini penting. Yaitu, untuk menjelaskan kebenaran Islam. Bahwa Islam
datang untuk memuliakan perempuan. Islam adalah aturan dari Pencipta manusia
yang dapat melindungi kaum perempuan. Sebelum Islam datang, bangsa Arab malu
memiliki anak perempuan. Bahkan kelahiran anak perempuan disambut dengan
penguburan dirinya. Setelah Islam datang, derajat perempuan terangkat. Ia bukan
kehinaan, tapi dia adalah pencetak generasi masa depan dan manajer
rumahtangganya. Sebenarnya acara ini hanya pemanasan. Yang lebih spektakuler
adalah acara Konferensi Perempuan Internasional yang diselenggarkan muslimah
Hizbut Tahrir di lima negara, Turki, Inggris, Palestina, Tunisia dan Indonesia.
Acara yang telah diadakan pada 28 Februari lalu bertema Perempuan dan Syariah,
Memisahkan Anatara Fiksi dan Realita. Alhamdulillah berkat pertolongan Allah
semua acara yang diselenggarakan dapat berjalan lancar tanpa gangguan berarti.
Tak banyak memang yang bisa saya ceritakan tentang Aceh. Karena saya kesana bukan untuk jalan-jalan. Mungkin sedikit kesan, di kota Banda Aceh tak banyak terpajang foto wanita, apalagi tanpa hijab di setiap baliho yang ada di jalan-jalan. Nyaman melihatnya. Beda dengan di Medan tempat saya tinggal, yang di hampir tiap sudut kota ada iklan bergambar perempuan tak berhijab. Itu menyakiti hati saya.
Tsumma alhamdulillah, mengikuti acara Konferensi Perempuan dan Syariah di Aceh, ilmu saya bertambah. Lalu menjadi modal dalam menyebarkan Islam setelahnya. Saya bahagia bisa bekerjasama dengan tim dakwah dari Medan. Senang pula bisa berkenalan dengan teman-teman seperjuangan dari Aceh dan Jakarta. Senang bisa meneguk ilmu menulis dari mbak Lilis Holisah. Senang bisa merasakan giroh perjuangan bersama para muslimah nusantara.Wa ma taufiqi illa billah.
Tsumma alhamdulillah, mengikuti acara Konferensi Perempuan dan Syariah di Aceh, ilmu saya bertambah. Lalu menjadi modal dalam menyebarkan Islam setelahnya. Saya bahagia bisa bekerjasama dengan tim dakwah dari Medan. Senang pula bisa berkenalan dengan teman-teman seperjuangan dari Aceh dan Jakarta. Senang bisa meneguk ilmu menulis dari mbak Lilis Holisah. Senang bisa merasakan giroh perjuangan bersama para muslimah nusantara.Wa ma taufiqi illa billah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar