Friday, April 03, 2015

Menjejak Di Aceh, Ada Kesan Mendalam Selama Disana


Kenangan pada Februari 2015

Aceh memang tetanggaan dengan Medan. Tapi saya tak pernah berkesempatan ke sana. Punya sih teman yang tinggal di sana, tapi tetap belum berkesempatan ke tanah rencong itu. 

Pernah suatu kali diajak teman berlibur ke kampungnya di Aceh. Ntah apa nama daerahnya, saya lupa. Tempat itu indah. Ada sebuah danau dikelilingi pepohonan hijau. Warna hijau pepohonan menghampiri air danau. Hingga hijau pula warna air danaunya. 

Lagi-lagi, saya tak berkesempatan kesana. Masalahnya, berat di ongkos hehe. Wah maklumlah, hari ini segalanya butuh uang. Kebutuhan makan hingga kesehatan, kalau mau high quality, harus merogoh kantong dalam-dalam. 

Kalau saya, kayaknya kantong udah hampir bolong, tapi yang high quality nggak dapat juga, hehe. Begitulah kenyataan hidup di zaman kapitalis, harus pandai mengatur prioritas pengeluaran, kalau nggak mau terlilit hutang.



     Dasar rezeki nomplok, karena dapat amanah jadi tim panitia Acara Konferensi Perempuan dan Syariah, bertempat di AAC Dayan Dawood Unsyiah, Banda Aceh yang diselenggarakan oleh Muslimah Hizbut Tahrir tanggal 8 Februari 2015, akhirnya menjejakkan kaki juga di sana. Ongkos ditanggung masing-masing sih. Hanya saja teman-teman yang memiliki kelebihan harta mau nalangin yang lagi bokek. Akhirnya, I’m coming Aceh.

Rasa senangku bukan hanya karena melihat langsung kota Banda Aceh. Tapi lebih dari itu, siapa tak senang menjadi saksi sejarah berkumpulnya tokoh-tokoh Muslimah Nusantara dan perwakilan Malaysia dalam rangka mendakwahkan Islam bertema “Akhiri Serangan Terhadap Islam”? 

Wah belum tentu dua kali deh dapat kesempatan kayak gini. Acara ini dilatarbelakangi oleh merebaknya isu negatif tentang Syariah Islam dalam pengaturannya terhadap urusan perempuan.

Biang keladinya siapa lagi, tentu kaum yang tidak menyenangi Islam. Mereka bilang, aturan berkerudung dan berjilbab berarti mengekang kebebasan kaum muslimah.

Perintah untuk mentaati suami, dibilang diskriminasi. Tugas sebagai ibu dan pengatur rumahtangga dianggap merendahkan martabat dan menganggu eksistensi perempuan.

     Lalu, yang diinginkan oleh barat, perempuan menanggalkan identitas jilbab dan kerudungnya. Mereka mau, perempuan dibebaskan dari kewajiban taat pada suami dan terjun ke ranah publik, semata mengejar uang demi kenikmatan jasadiyah.

Realitanya, sudah banyak kini perempuan yang merasa kebahagiaannya terletak pada karir di luar rumah. Para muslimah banyak yang malu bila tak bekerja dan menyebut dirinya sebagai ibu rumahtangga. Padahal justru ketika perempuan berbondong-bondong berkarir keluar rumah, kehormatan mereka terancam, dilecehkan bahkan diperkosa.


     Fakta jauhnya kehidupan kaum muslimah dari Islam akibat stigmatisasi barat inilah yang menjadikan acara perempuan dan syariah ini penting. Yaitu, untuk menjelaskan kebenaran Islam, bahwa Islam datang untuk memuliakan perempuan.

Islam adalah aturan dari Pencipta manusia yang dapat melindungi kaum perempuan. Sebelum Islam datang, bangsa Arab malu memiliki anak perempuan. Bahkan kelahiran anak perempuan disambut dengan penguburan dirinya.

Setelah Islam datang, derajat perempuan terangkat. Ia bukan kehinaan, tapi dia adalah pencetak generasi masa depan dan manajer rumahtangganya. Sebenarnya acara ini hanya pemanasan.

Yang lebih spektakuler adalah acara Konferensi Perempuan Internasional yang diselenggarkan muslimah Hizbut Tahrir di lima negara, Turki, Inggris, Palestina, Tunisia dan Indonesia.

Acara yang telah diadakan pada 28 Februari lalu bertema Perempuan dan Syariah, Memisahkan Antara Fiksi dan Realita. Alhamdulillah berkat pertolongan Allah semua acara yang diselenggarakan dapat berjalan lancar tanpa gangguan berarti.

Tak banyak memang yang bisa saya ceritakan tentang Aceh. Karena saya kesana bukan untuk jalan-jalan. Mungkin sedikit kesan, di kota Banda Aceh tak banyak terpajang foto wanita, apalagi tanpa hijab di setiap baliho yang ada di jalan-jalan.

Nyaman melihatnya. Beda dengan di Medan tempat saya tinggal, yang di hampir tiap sudut kota ada iklan bergambar perempuan tak berhijab. Itu menyakiti hati saya. 

Tsumma alhamdulillah, mengikuti acara Konferensi Perempuan dan Syariah di Aceh, ilmu saya bertambah. Lalu menjadi modal dalam menyebarkan Islam setelahnya. 

Saya bahagia bisa bekerjasama dengan tim dakwah dari Medan. Senang pula bisa berkenalan dengan teman-teman seperjuangan dari Aceh dan Jakarta. Senang bisa meneguk ilmu menulis dari mbak Lilis Holisah. Senang bisa merasakan semangat perjuangan bersama para muslimah nusantara.Wa ma taufiqi illa billah.  

0 Comments

Post a Comment