Friday, August 13, 2021

Kritik Sehat Ala Islam

http://lipi.go.id/

Suatu ketika seorang bocah berusia 4 tahun menyela pembicaraan serius antara ayah dan ibunya. Bocah itu menggoyang- goyang tubuh ibunya. Dia tak tahu sikapnya menjengkelkan kedua orangtuanya. Dia tak memahami bahwa dengan memotong pembicaraan dua orang, itu artinya dia menunjukkan adab yang buruk.

Tak ada rasa malu. Dia tak mengerti. Sebab yang dia tahu, dia diabaikan. Dia anggap kedua orangtuanya sedang berbuat salah padanya, karena dia dirugikan. Dia ingin dilibatkan dalam pembicaraan itu. Dia ingin diperhatikan. Dia ingin didengar. Dia terus menggoyang tubuh ibunya, bersikeras untuk dipedulikan hingga akhirnya sang ayah menegur perbuatannya.

Begitulah anak-anak. Akalnya belum sempurna. Dia tidak mengerti bagaimana cara yang baik untuk berprilaku. Dia belum memahami cara yang benar untuk menyampaikan keinginannya. Dia tak tahu cara mengingatkan orangtuanya kalau mereka salah di matanya. Jadi kalau ada orang dewasa menyampaikan keinginan ataupun kritikan dengan cara memalukan, menjengkelkan dan tak beradab, bisa dikatakan dia menyerupai anak-anak.

Seperti yang dilakukan seorang artis wanita baru-baru ini. Untuk memprotes perpanjangan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), dia berdiri di pinggir jalan umum memakai bikini. Aksi ngaco-nya tentu saja mengundang perhatian banyak pihak. Banyak yang menyayangkan perbuatannya. Memalukan. Dia pun menjadi tersangka kasus pornoaksi dan terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara.

Perbedaan paling utama antara orang dewasa dengan anak- anak adalah daya pikirnya. Kalau anak-anak berbuat tanpa dipikirkan terlebih dahulu baik buruknya, masih bisa dimaklumi. Tapi kalau orang dewasa semestinya sebelum berbuat berpikir dahulu. Bila ingin menyampaikan sesuatu dilakukan dengan cara yang baik. Bila mengungkapkan kritik, disertai dengan saran. Sehingga perilakunya bermanfaat bagi sesama.

Baca Juga: HSG Ternyata Tidak Akurat

Kita akui kebijakan PPKM memang memberatkan masyarakat. Mau tak mau PPKM membatasi pergerakan ekonomi masyarakat. Imbasnya sangat terasa terutama pada masyarakat ekonomi ke bawah. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terus bertambah. Para pedagang kecil merasakan omset penjualannya menurun tajam. 

Sehingga di berbagai wilayah mereka mengibarkan bendera putih pertanda menyerah tak berdaya untuk mempertahankan perekonomian mereka. Gelombang demonstrasi dari para mahasiswa di beberapa wilayah pun terjadi.

Di sisi lain, kebijakan PPKM juga terasa tak adil. Rakyat dibatasi beraktivitas, tetapi Tenaga Kerja Asing (TKA) dibiarkan berbondong-bondong masuk ke dalam negeri. Rakyat kecil sulit bergerak bahkan untuk mencari makan, namun orang berduit dibiarkan pelesiran ke luar negeri untuk berwisata vaksin.

Banyak lagi peristiwa yang menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19. Kegagalan pemerintah dalam mengatasi masalah patut dikritik. Namun, penyampaian kritik membutuhkan tata cara yang baik agar menghasilkan kebaikan pula bagi objek yang dikritik.

Cara Islam Mengkritik Penguasa

Sebagai aturan hidup sempurna, Islam mengajarkan cara mengkritik penguasa. Dari tataran filosofi hingga teknisnya. 

Pertama, kritik harus didasarkan atas rasa kasih sayang dan keikhlasan melaksanakan kewajiban. Ya, ketika Allah Swt menyampaikan dalam satu ayat bahwa umat Islam bersaudara, dan salah satu hak antar mereka adalah nasihat, maka sebagai wujud kasih sayang, kita perlu saling mengingatkan. Watawashhaubil haq (ingat mengingatkan dalam kebenaran), watawashshaubis sabr (ingat mengingatkan dalam kesabaran).

Baca Juga: Video Malam Pertama Atta - Aurel Bikin Geram Tokoh NU

Begitu kata Allah Swt, aktivitas saling mengingatkan sama artinya dengan dakwah, yakni mengajak untuk taat pada Allah Swt. Dakwah adalah bagian penting dari kehidupan umat Islam. Dakwah merupakan satu kewajiban, yang salah satunya terdapat pada Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 104. Karena dakwah, Allah Swt memberi gelar kaum muslimin sebagai khairu ummah (umat terbaik). Hal tersebut sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 110.

Terkhusus dakwah pada penguasa, Allah Swt melalui lisan rasul-Nya bahkan menyebut menasihati penguasa sebagai seutama-utama jihad. Menasihati penguasa merupakan aktivitas mulia karena tantangannya besar. Seringkali sosok penguasa tak senang mendengar kritik. Sebab kritik dianggap mengusik kepentingannya. 

Untuk mempertahankan kekuasaan, sangat mungkin penguasa berlaku represif pada para pengkritik. Namun, meski tantangannya berat, muslim tetap harus melakukannya. Sebutan dakwah pada penguasa sebagai jihad paling utama adalah sebuah motivasi, yang mengindikasikan pahala besar yang dijanjikan Allah Swt bagi pelakunya.

Kedua, dakwah harus ditujukan untuk meluruskan kesalahan disertai solusi Islam. Dalam menghadapi wabah penyakit menular, Rasulullah Saw pernah bersabda: “Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah keluar darinya.” (HR Muslim)

Maka sikap penguasa yang meremehkan wabah Covid-19 sejak awal hingga negeri kita kebobolan dengan Covid-19, bukan sekadar kesalahan dalam pandangan rakyat. Keengganan pemerintah untuk melakukan karantina total terhadap satu wilayah dimana kasus Covid-19 awalnya ditemukan, bukan hanya kelalaian di mata manusia. Namun, semua itu merupakan pelanggaran terhadap syariah. Inilah yang harus disampaikan oleh lisan-lisan kaum muslimin pada penguasa.

Baca Juga: Keunggulan Mata Uang Islam

Sampaikan pula pada penguasa bahwa wabah penyakit datangnya dari Allah Swt. Sangat mungkin hal itu merupakan peringatan Allah Swt karena selama ini kita telah meninggalkan hukum-hukum-Nya.

Kita mengakui kemerdekaan negeri kita adalah berkat rahmat dan karunia Allah swt. Namun kita justru memberlakukan sistem hidup ala Barat. Sistem politik yang kita jalankan adalah demokrasi, padahal ia penyebab terpilihnya pemimpin tak amanah. 

Sistem ekonomi yang kita terapkan adalah kapitalisme yang menyebabkan penguasa berpihak pada pemilik modal. Kehidupan kita berasaskan sekularisme yang menyebabkan terpisahnya kehidupan kita dari aturan Islam.

Ingatlah kita dengan firman Allah Swt: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. Ar Rum: 41)

Mengenai tafsiran ayat tersebut, Wahbah Az-Zuhaili dalam tafsirnya Al-Wajiz memaparkan bahwa menyebarnya keburukan dari segala keburukan serta diangkatnya segala keberkahan dan berkurangnya keturunan, peperangan dan selainnya karena sebab apa yang telah dilakukan oleh umat manusia melalui dosa dan maksiat serta meninggalkan segala perintah Allah dan mengerjakan larangan-larangan-Nya. 

Dan semua kerusakan atau musibah yang terjadi di bumi ini merupakan hukuman bagi umat manusia karena perbuatan-perbuatan tersebut. Maka ajaklah penguasa bersama-sama bertaubat kepada Allah Swt, dengan meninggalkan sistem Barat dan menerapkan sistem Islam secara kafah.

Baca Juga: Parade Buku Demokrasi

Ketiga, dakwah dijalani dengan berpanduan kepada Al-Quran surat An-Nahl ayat 125. Sebagaimana penjelasan ayat tersebut, dakwah harus disampaikan dengan dalil yang menyentuh pemikiran, penggambaran fakta yang menyentuh perasaan serta menunjukkan kebenaran Islam di atas puing-puing reruntuhan ide rusak selain Islam.

Keempat, menggunakan berbagai sarana telekomunikasi yang relevan dengan dakwah pada penguasa. Seyogyanya dakwah disampaikan secara langsung saat bertatap muka pada penguasa. Namun, hal itu tentu sangat sulit. Ditambah lagi, belum semua muslim memahami kewajibannya mengoreksi penguasa. 

Maka, dakwah pada penguasa perlu dilakukan secara terbuka menggunakan berbagai sarana telekomunikasi seperti media sosial dan media online lainnya yang memang dibolehkan oleh Islam. Menularnya kesadaran mengoreksi penguasa pada seluruh umat Islam amat dibutuhkan untuk dapat memotivasi penguasa merengungi kesalahannya. 

Bila satu dua orang menyatakan pemerintah menyalahi Islam, kecil kemungkinan didengar. Tetapi jika lebih banyak yang bersuara, bisa saja membuat penguasa sadar.

Alhasil jika kita menginginkan kehidupan yang lebih baik, maka kritiklah penguasa dengan kritik sehat ala Islam. In sya allah diberi pertolongan oleh Allah Swt untuk mengetuk hati penguasa. Wallahu a’lam bishawab.

telah dimuat di TintaSiyasi.com : https://www.muslimahtimes.com/kritik-sehat-ala-islam

Baca Juga: Kapitalisme Hancurkan Asa Anak Negeri

0 Comments

Post a Comment