http://lipi.go.id/ |
Suatu ketika seorang bocah berusia 4
tahun menyela pembicaraan serius antara ayah dan ibunya. Bocah itu menggoyang-
goyang tubuh ibunya. Dia tak tahu sikapnya menjengkelkan kedua orangtuanya. Dia
tak memahami bahwa dengan memotong pembicaraan dua orang, itu artinya dia
menunjukkan adab yang buruk.
Tak ada rasa malu. Dia tak mengerti. Sebab yang dia tahu, dia diabaikan. Dia anggap kedua orangtuanya sedang berbuat salah padanya, karena dia dirugikan. Dia ingin dilibatkan dalam pembicaraan itu. Dia ingin diperhatikan. Dia ingin didengar. Dia terus menggoyang tubuh ibunya, bersikeras untuk dipedulikan hingga akhirnya sang ayah menegur perbuatannya.
Begitulah anak-anak. Akalnya belum
sempurna. Dia tidak mengerti bagaimana cara yang baik untuk berprilaku. Dia
belum memahami cara yang benar untuk menyampaikan keinginannya. Dia tak tahu
cara mengingatkan orangtuanya kalau mereka salah di matanya. Jadi kalau ada
orang dewasa menyampaikan keinginan ataupun kritikan dengan cara memalukan,
menjengkelkan dan tak beradab, bisa dikatakan dia menyerupai anak-anak.
Seperti yang dilakukan seorang artis
wanita baru-baru ini. Untuk memprotes perpanjangan Pemberlakukan Pembatasan
Kegiatan Masyarakat (PPKM), dia berdiri di pinggir jalan umum memakai bikini.
Aksi ngaco-nya tentu saja mengundang perhatian banyak pihak. Banyak yang
menyayangkan perbuatannya. Memalukan. Dia pun menjadi tersangka kasus pornoaksi
dan terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Perbedaan paling utama antara orang
dewasa dengan anak- anak adalah daya pikirnya. Kalau anak-anak berbuat tanpa
dipikirkan terlebih dahulu baik buruknya, masih bisa dimaklumi. Tapi kalau
orang dewasa semestinya sebelum berbuat berpikir dahulu. Bila ingin
menyampaikan sesuatu dilakukan dengan cara yang baik. Bila mengungkapkan
kritik, disertai dengan saran. Sehingga perilakunya bermanfaat bagi sesama.
Baca Juga: HSG Ternyata Tidak Akurat
Kita akui kebijakan PPKM memang memberatkan masyarakat. Mau tak mau PPKM membatasi pergerakan ekonomi masyarakat. Imbasnya sangat terasa terutama pada masyarakat ekonomi ke bawah. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terus bertambah. Para pedagang kecil merasakan omset penjualannya menurun tajam.
Sehingga di berbagai wilayah mereka
mengibarkan bendera putih pertanda menyerah tak berdaya untuk mempertahankan
perekonomian mereka. Gelombang demonstrasi dari para mahasiswa di beberapa wilayah
pun terjadi.
Di sisi lain, kebijakan PPKM juga terasa
tak adil. Rakyat dibatasi beraktivitas, tetapi Tenaga Kerja Asing (TKA)
dibiarkan berbondong-bondong masuk ke dalam negeri. Rakyat kecil sulit bergerak
bahkan untuk mencari makan, namun orang berduit dibiarkan pelesiran ke luar
negeri untuk berwisata vaksin.
Banyak lagi peristiwa yang menunjukkan
ketidakseriusan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19. Kegagalan
pemerintah dalam mengatasi masalah patut dikritik. Namun, penyampaian kritik
membutuhkan tata cara yang baik agar menghasilkan kebaikan pula bagi objek yang
dikritik.
Cara Islam Mengkritik Penguasa
Sebagai aturan hidup sempurna, Islam mengajarkan cara mengkritik penguasa. Dari tataran filosofi hingga teknisnya.
Pertama, kritik harus didasarkan atas rasa kasih sayang dan keikhlasan
melaksanakan kewajiban. Ya, ketika Allah Swt menyampaikan dalam satu ayat bahwa
umat Islam bersaudara, dan salah satu hak antar mereka adalah nasihat, maka
sebagai wujud kasih sayang, kita perlu saling mengingatkan. Watawashhaubil haq
(ingat mengingatkan dalam kebenaran), watawashshaubis sabr (ingat mengingatkan
dalam kesabaran).
Baca Juga: Video Malam Pertama Atta - Aurel Bikin Geram Tokoh NU
Begitu kata Allah Swt, aktivitas saling
mengingatkan sama artinya dengan dakwah, yakni mengajak untuk taat pada Allah
Swt. Dakwah adalah bagian penting dari kehidupan umat Islam. Dakwah merupakan
satu kewajiban, yang salah satunya terdapat pada Al-Quran surat Al-Baqarah ayat
104. Karena dakwah, Allah Swt memberi gelar kaum muslimin sebagai khairu ummah
(umat terbaik). Hal tersebut sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an surat
Ali Imran ayat 110.
Terkhusus dakwah pada penguasa, Allah Swt melalui lisan rasul-Nya bahkan menyebut menasihati penguasa sebagai seutama-utama jihad. Menasihati penguasa merupakan aktivitas mulia karena tantangannya besar. Seringkali sosok penguasa tak senang mendengar kritik. Sebab kritik dianggap mengusik kepentingannya.
Untuk mempertahankan kekuasaan,
sangat mungkin penguasa berlaku represif pada para pengkritik. Namun, meski
tantangannya berat, muslim tetap harus melakukannya. Sebutan dakwah pada
penguasa sebagai jihad paling utama adalah sebuah motivasi, yang mengindikasikan
pahala besar yang dijanjikan Allah Swt bagi pelakunya.
Kedua, dakwah harus ditujukan untuk
meluruskan kesalahan disertai solusi Islam. Dalam menghadapi wabah penyakit
menular, Rasulullah Saw pernah bersabda: “Apabila kalian mendengar wabah di
suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah
sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah keluar
darinya.” (HR Muslim)
Maka sikap penguasa yang meremehkan wabah
Covid-19 sejak awal hingga negeri kita kebobolan dengan Covid-19, bukan sekadar
kesalahan dalam pandangan rakyat. Keengganan pemerintah untuk melakukan
karantina total terhadap satu wilayah dimana kasus Covid-19 awalnya ditemukan,
bukan hanya kelalaian di mata manusia. Namun, semua itu merupakan pelanggaran
terhadap syariah. Inilah yang harus disampaikan oleh lisan-lisan kaum muslimin
pada penguasa.
Baca Juga: Keunggulan Mata Uang Islam
Sampaikan pula pada penguasa bahwa wabah
penyakit datangnya dari Allah Swt. Sangat mungkin hal itu merupakan peringatan
Allah Swt karena selama ini kita telah meninggalkan hukum-hukum-Nya.
Kita mengakui kemerdekaan negeri kita adalah berkat rahmat dan karunia Allah swt. Namun kita justru memberlakukan sistem hidup ala Barat. Sistem politik yang kita jalankan adalah demokrasi, padahal ia penyebab terpilihnya pemimpin tak amanah.
Sistem ekonomi yang kita
terapkan adalah kapitalisme yang menyebabkan penguasa berpihak pada pemilik
modal. Kehidupan kita berasaskan sekularisme yang menyebabkan terpisahnya
kehidupan kita dari aturan Islam.
Ingatlah kita dengan firman Allah Swt:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. Ar Rum: 41)
Mengenai tafsiran ayat tersebut, Wahbah Az-Zuhaili dalam tafsirnya Al-Wajiz memaparkan bahwa menyebarnya keburukan dari segala keburukan serta diangkatnya segala keberkahan dan berkurangnya keturunan, peperangan dan selainnya karena sebab apa yang telah dilakukan oleh umat manusia melalui dosa dan maksiat serta meninggalkan segala perintah Allah dan mengerjakan larangan-larangan-Nya.
Dan semua kerusakan atau
musibah yang terjadi di bumi ini merupakan hukuman bagi umat manusia karena
perbuatan-perbuatan tersebut. Maka ajaklah penguasa bersama-sama bertaubat
kepada Allah Swt, dengan meninggalkan sistem Barat dan menerapkan sistem Islam
secara kafah.
Baca Juga: Parade Buku Demokrasi
Ketiga, dakwah dijalani dengan berpanduan
kepada Al-Quran surat An-Nahl ayat 125. Sebagaimana penjelasan ayat tersebut,
dakwah harus disampaikan dengan dalil yang menyentuh pemikiran, penggambaran
fakta yang menyentuh perasaan serta menunjukkan kebenaran Islam di atas
puing-puing reruntuhan ide rusak selain Islam.
Keempat, menggunakan berbagai sarana telekomunikasi yang relevan dengan dakwah pada penguasa. Seyogyanya dakwah disampaikan secara langsung saat bertatap muka pada penguasa. Namun, hal itu tentu sangat sulit. Ditambah lagi, belum semua muslim memahami kewajibannya mengoreksi penguasa.
Maka, dakwah pada penguasa perlu dilakukan secara terbuka menggunakan berbagai sarana telekomunikasi seperti media sosial dan media online lainnya yang memang dibolehkan oleh Islam. Menularnya kesadaran mengoreksi penguasa pada seluruh umat Islam amat dibutuhkan untuk dapat memotivasi penguasa merengungi kesalahannya.
Bila satu dua orang menyatakan
pemerintah menyalahi Islam, kecil kemungkinan didengar. Tetapi jika lebih
banyak yang bersuara, bisa saja membuat penguasa sadar.
Alhasil jika kita menginginkan kehidupan yang lebih baik, maka kritiklah penguasa dengan kritik sehat ala Islam. In sya allah diberi pertolongan oleh Allah Swt untuk mengetuk hati penguasa. Wallahu a’lam bishawab.
telah dimuat di TintaSiyasi.com : https://www.muslimahtimes.com/kritik-sehat-ala-islam
Baca Juga: Kapitalisme Hancurkan Asa Anak Negeri
0 Comments
Post a Comment