instagram@lintas.Patroli |
Dimana
ada kesenjangan sosial yang parah, disitu ramai pengemis. Fenomena ini terjadi
di negara pelaksana ekonomi kapitalis, dari negara maju seperti Amerika, hingga
negara berkembang semisal Indonesia.
Di amerika, milyuner yang punya trilyunan duit ada. Pengamen, pengemis dan gelandangan pun banyak. Tak jauh beda dengan kondisi negeri kita. Di tengah – tengah konglomerat yang berangkat naik pesawat pribadi ke luar negeri hanya untuk vaksin, para pengemis berbalut cat silver berjuang di jalanan untuk bisa makan sehari - hari.
Benar
sekali, salah satu kisah kemiskinan yang sedang menjadi sorotan akhir – akhir ini
adalah manusia silver. Apalagi pelakunya pensiunan polisi. Kemarin terjaring
razia satpol PP di daerah Jawa Tengah, seorang pengemis model manusia silver.
Disebut manusia silver karena ia menggunakan baluran cat silver di tubuhnya
guna menarik perhatian masyarakat.
Belakangan
diketahui lelaki berusia 61 tahun itu bernama Agus Dartono. Ternyata beliau
dulunya polisi. Pak Agus pernah bertugas di Kepolisian selama 19 tahun dari
1997 hingga 2016. Pangkat terakhirnya Aipda.
Setelah
pensiun berarti beliau mengalami kesulitan ekonomi, terlebih di masa pandemi. Meski
mendapat uang pensiun, itu tak cukup. Merasa malu meminta bantuan kerabat atau
rekannya, Pak Agus lebih memilih mengemis jadi manusia silver.
Baca Juga: Badki, Perempuan Yang Terpaksa Jatuh Ke Lembah Prostitusi Demi Keluarga
Kisahnya
yang viral akhirnya mendorong Kapolda Jateng memberi bantuan padanya berupa
sembako dan uang tunai. Kapolrestabes Semarang kabarnya juga memberi bantuan,
plus menjanjikan pekerjaan pada Pak Agus.
Di waktu yang berdekatan, terjaring pula oleh satpol PP Kota Tangerang Selatan seorang ibu membawa bayi berumur 10 bulan yang mengemis ala manusia silver. Satpol PP menelusuri jejak ibu dan bayi itu, setelah foto mereka ramai di media sosial. Lalu keduanya diboyong ke dinas sosial.
Kemiskinan,
Efek Samping Sistem Ekonomi Kapitalis
Apa
yang dipikirkan para manusia silver. Apa mereka sedang ikut ikutan saja, karena
orang lain yang beraksi serupa bisa dapat uang? Merasa manusia silver jadi
pekerjaan menghibur orang? Atau mereka merasa, setidaknya dalam mengemis ada
keluar modal, sehingga layak dikasih uang?
Pernah
ditanyakan kepada manusia silver, Ikhsan tentang alasannya melakoni hal itu.
Dia hanya bilang agar bisa makan sehari – hari. (https://health.detik.com/15/04/2021)
Dari sumber media yang
sama, padahal mengecat tubuh itu beresiko. Dokter ahli kulit dan kelamin dr
Fitria Amalia Umar, SpKK, M. Kes bilang, segala bahan yang tidak untuk kulit
sebetulnya berbahaya.
Efeknya barangkali tak
terasa secara spontan, tapi akan terjadi dalam jangka panjang. Apalagi pada
bayi yang kulitnya masih sangat sensitif, tentu berbahaya memakaian cat ke
kulitnya.
Tapi meski beresiko mau
bagaimana lagi. Mereka tetap lakoni. Tanpa cat pun bukan berarti jadi pengemis
atau pengamen itu baik – baik saja. Mereka adalah bagian dari banyak orang yang
terlahir miskin. Tanpa peluang mendapat pendidikan terbaik. Tak boleh sakit,
karena biaya berobat mahal. Tak bisa melengkapi kebutuhan gizi, karena semua
mahal.
Baca Juga: Hotel Untuk Isoman Anggota DPR, Mana Empati Pada Rakyat
Sangat sulit bagi mereka
untuk bangkit, kecuali bagi satu dua orang yang sangat keras berusaha dan
mendapat celah. Inilah drama hidup dalam sistem kapitalis. Dimana negara lepas
tangan terhadap rakyatnya.
Tanpa jaminan pemenuhan
sandang, pangan, papan. Tanpa jaminan pemenuhan pelayanan pendidikan, kesehatan
dan keamanan berkualitas, kecuali bisa bayar.
Beginilah hidup dalam
sistem kapitalis sekuler. Dimana orang kaya makin kaya, yang miskin makin
melarat. Katanya penguasa diangkat untuk memenuhi janji mensejahterakan pada
rakyat. Nyatanya mereka yang dinaikkan oleh sistem demokrasi kapitalis bekerja
dari uang, oleh uang dan untuk uang.
Makanya banyak pengamat
menyebut pemerintahan kapitalis demokrasi sebagai korporatokrasi. Perpaduan
antara korporat (pengusaha) dan otokrasi (kekuasaan). Calon penguasa join
dengan penyandang dana, setelah naik menikmati kekuasaan bersama – sama.
Mereka membuat aturan
untuk memuluskan kepentingan mereka bersama. Sehingga rakyat miskin terlantar,
yang rentan miskin pun jatuh miskin. Alhasil kesenjangan sosial dan ekonomi
makin tinggi.
Baca Juga: Pulau Lantigiang, Keindahan Alam Yang Dijual
Ada Sistem Yang Anti Kesenjangan
Ekonomi
Ada sistem kehidupan
bermasyarakat dan bernegara yang anti kesenjangan ekonomi. Ia justru menciptakan pemerataan. Jaminan sandang,
pangan dan papan bagi tiap individu rakyat dipenuhi dalam sistem itu. Pelayanan
pendidikan, kesehatan dan keamanan dalam sistem itu pun dijamin gratis dan
berkualitas secara merata.
Penguasanya bertugas
dengan motivasi ruhiyah, takut pada Allah swt sehingga tak berani mengabaikan
urusan rakyatnya. Sistem itu adalah syariah Islam. Sayangnya belum banyak yang
menyadari dan mau mempelajarinya.
Sehingga syariah Islam
tak diberi kesempatan untuk menggantikan sistem kapitalis demokrasi ala barat
itu. Meski kebobrokan kapitalisme berbasis sekuler ini sudah sangat terasa,
tapi suara menerima syariah Islam belum bulat.
Malah para penikmat
kapitalisme demokrasi mencemarkan nama baik syariah Islam. Mereka berusaha
menjauhkan gambaran indahnya syariah Islam dari benak masyarakat. Mereka
khawatir jika sistem Islam tegak, mereka tak lagi bisa bersenang – senang di
atas penderitaan orang kecil.
Tapi terbitnya fajar tak bisa dihalangi. Tak lama lagi dia pasti akan terbit. Cahayanya akan menyinari dunia, membawa rahmat bagi semesta alam. In sya allah.
Baca Juga: Alangkah Lucunya Negeri Ini (Jadul Movie)
0 Comments
Post a Comment