Sunday, September 26, 2021

Merasa Melukai Ayahnya Karena Pakaian Terbuka, Model Ini Minta Maaf

https://intisari.grid.id/

Seorang model di Inggris meminta maaf kepada ayahnya, setelah ia berpenampilan sangat terbuka di sebuah acara pesta. Dia merasa aksinya melukai ayah. Gadis itu berusaha meyakinkan ayahnya kalau dirinya sebenarnya tak suka berpakaian demikian. Dia lakukan itu semata – mata untuk kebutuhan kerja. (https://wolipop.detik.com/24/09/2021)

Aku jadi teringat serial “American Wife”. Dalan serial itu juga ditampilkan sosok ayah di barat yang protektif kepada anak gadisnya. Secara usia menurut kebiasaan di amerika, anak gadisnya sudah boleh bepacaran dan pergi berduaan dengan pacarnya.

Namun pria itu selalu kelihatan tak rela anak gadisnya jalan bareng pacar. Sempat pria itu memarahi anak gadis serta pacarnya yang ingin belajar berdua di kamar si gadis. Si gadis membela diri, karena merasa dia sudah cukup usia untuk pacaran dan tetap mengajak pacarnya ke kamar.

Ayahnya pun tak bisa menahan diri hingga masuk ke kamar sang putri tanpa izin untuk memastikan di kamar tidak terjadi apa – apa. Ada beberapa film lainnya yang pernah menceritakan hal semisal.

Baca Juga: Melindungi Anak Dari Kekerasan, Butuh Aksi Nyata

Sampai disini aku memahami kalau dimanapun seorang ayah sama saja, memiliki naluri melindungi anaknya. Meski budaya pergaulan di barat bebas, namun hati kecil orang tua disana tak sepenuhnya bisa menerima budaya kebebasan itu. Mereka merasa kebebasan itu mengancam keselamatan anaknya. Meski hanya sebatas berpakaian terbuka. Namun seorang ayah paham hal itu dapat mengundang kejahatan pada anak gadisnya.

Kekhawatiran ayah terhadap anak pun terbaca oleh sang anak. Seperti kisah model Inggris itu. Dia tahu prilakunya buruk dihadapan ayahnya. Dia tahu perbuatannya melukai ayahnya. Dia tahu ayahnya menyayangi dan ingin melindunginya sehingga dilarang berpakaian terbuka yang membahayakan diri anak perempuan.

Maha Suci Allah swt yang telah menanamkan naluri kasih sayang dan rasa mempertahankan diri pada manusia. Dengan naluri itu seorang ayah bisa merasakan kasih sayang pada keluarganya.

Terkhusus bagi anak gadisnya, ayah akan merasa lebih protektif. Karena dia merasa dirinyalah yang paling baik dalam merawat dan menjaga anak gadisnya. Sejak kecil ayah bersama ibu berjuang membesarkan anak – anak. Wajar jika ayah tak rela putri yang disayanginya di sakiti orang lain.

Kalau hari ini kita banyak mendapatkan informasi ataupun menemukan fakta di sekitar kita tentang ayah yang tak ideal, itu bukanlah jati diri mereka yang sebenarnya. Bisa dipastikan pikirannya telah dirusak oleh paham – paham keliru. Sehingga naluri tanggung jawab sebagai ayah diabaikannya. Rasa yang hadir justru egoisme. Hingga keluarga yang seharusnya dijaga ayah, malah tersakiti oleh tingkah lakunya.

Baca Juga: Anak Durhaka Didikan Sekulerisme

Untuk bisa menajamkan perasaan yang baik pada manusia, memang tak bisa dibiarkan terbentuk dengan sendirinya. Sebab antara rasa mementingkan orang – orang yang disayangi dengan rasa mementingkan diri sendiri serta rasa segan dengan Yang Maha Pencipta, semua tarik menarik dalam diri seseorang.

Kebanyakan akhirnya lebih memilih mengutamakan dirinya sendir. Bersika[ egois. Karena tak mampu kendalikan diri. Tak ada pemahaman yang menyadarkan dirinya.

Disinilah akhirnya kita melihat ada ayah yang tak menafkahi keluarga. Ada ayah yang bermalas malasan bekerja. Bahkan ada ayah yang menjual anak gadisnya pada lelaki hidung belang atau malah dia yang merusak kehormatan anak gadisnya. Kita tentu prihatin menyaksikan hal ini.

Kita menyadari kalau lingkungan paling berpengaruh terhadap pembentukan pribadi seseorang. Bagaimana dengan lingkungan kehidupan bernegara kita hari ini? Sudahkah sistem pendidikan, politik, ekonomi dan sanksi memudahkan terbentuknya para lelaki yang bertanggung jawab terhadap keluarga?

Baca Juga: Antara Pisang Ambon Dan Aturan Hidup

Jawabnya mudah. Setiap mesin yang menghasilkan produk rusak berjumlah banyak, itu artinya mesin itulah masalahnya. Sebaliknya jika produk hasil kerja suatu mesin kebanyakan bagus, hanya beberapa yang kurang baik, maka bahan baku produk itu yang kemungkinan besar bermasalah.

Begitulah, kalau jumlah ayah ideal lebih banyak daripada ayah yang buruk, maka memang para lelaki itulah yang tak bisa dibentuk menjadi baik. Mereka memang nakal. Tapi ketika jumlah ayah yang buruk ternyata jauh lebih banyak daripada yang baik, bisa dipastikan sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara kitalah yang bermasalah.

Rasa – rasanya itu yang terjadi hari ini. Lingkungan kehidupan bernegara kita menjauhi peran agama dalam mengatur kehidupan. Kehidupan manusia cenderung dibebaskan sehingga muncullah orang – orang egois yang menjengkelkan.

Mudah mudahan kita bisa intropeksi diri dan kembali mempertimbangkan peran agama dalam mengatur kehidupan pribadi, masyarakat serta negara kita. Apalagi bicara Islam, yang memang merupakan aturan hidup. Bukankah agama merupakan sumber kebaikan? Lalu mengapa Islam tak boleh menjadi sistem nilai dalam kehidupan kita?

Baca Juga: Kapitalisme Hancurkan Asa Anak Negeri


0 Comments

Post a Comment