![]() |
https://yoursay.suara.com/ |
Terhadap artis eks terpidana kejahatan
seksual anak yang baru saja bebas, publik terbelah ke dalam beragam pandangan.
Pihak keluarga, sahabat dan penggemar setia sang artis bersikap mendukung.
Mereka memandang si artis sudah selesai menjalani hukumannya.
Sekarang dia adalah manusia biasa yang berhak tertawa dan beraktivitas seperti biasa di layar kaca. Mereka pun merasa tak ada yang salah ketika ikut menyambut gembira pembebasan si artis. Penyambutan meriah yang diliput oleh beberapa stasiun tv saat si artis keluar penjara pun mereka anggap biasa saja.
Namun pandangan berbeda datang dari
mereka yang empati terhadap korban. Jumlah mereka dipihak sini saya pikir lebih
banyak lagi. Mereka dari kalangan masyarakat biasa hingga sesama artis. Mereka
merasa artis eks pelaku kejahatan seksual apalagi pada anak tak layak
diperlakukan istimewa dalam penyambutannya pasca keluar penjara.
Si artis pun tak seharusnya tampil lagi
di layar kaca dengan menunjukkan ekpresi seolah masalah sudah selesai. Sebab
diduga kuat aksi sang artis akan membuka kembali memori korban dan melukainya.
Kejahatan seksual itu menjijikkan. Sehingga menyisakan trauma yang mendalam
pada korban.
Baca Juga: Pendidikan Takwa, Kebutuhan Siswa
Diduga pula prilaku sang artis bisa
menginspirasi prilaku kejahatan seksual lainnya. Dikhawatirkan tanpa sanksi
sosial dari masyarakat, tak ada efek jera bagi kejahatan tersebut. Alhasil,
kritik pun berdatangan kepada stasiun televisi itu dan pengawas pertelevisian
yakni Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Tak puas dengan respon KPI terhadap si
artis, netizen membuat petisi penolakan si artis untuk tampil di layar kaca.
Target penandatangan petisi adalah satu juta. Kini sudah lebih dari lima ratus
ribu tanda tangan diberikan untuk petisi itu.
Bagaimana dengan pihak stasiun tv dan
KPI?
Kaca mata yang dipakai oleh pebisnis kebanyakan adalah untung rugi. Pihak stasiun tv hanya memandang peluang keuntungan pada satu objek siaran. Jika dianggap kira – kira yang akan mereka tayangkan akan menaikkan rating stasiun tv-nya, maka akan dilakukan.
Jadi bagi
mereka tayangan dibuat tergantung minat mayoritas masyarakat. Sebab itulah
penentu rating. Tayangan ‘sampah’ yang dikeluhkan sebagian masyarakat merupakan
pemenuhan minat sebagian masyarakat lainnya yang jumlahnya lebih besar.
Baca Juga: Masya Alla, Ghazy Matang Pada Waktunya
Posisi KPI sebagai lembaga pengawas penyiaran pun menjadi seolah tak bergigi. Katanya KPI berperan sebagai wadah aspirasi masyarakat akan penyiaran. Tapi KPI tak mampu memenuhi aspirasi masyarakat yang ingin layar kaca bersih dari tayangan non mendidik.
KPI pun tak
bisa merespon tegas artis eks terpidana kejahatan seksual, apakah mengizinkan
tampil di layar kaca atau tidak. Ini yang dikatakan pihak KPI di salah satu
wawancara dengan sebuah stasiun tv.
Hal itu karena KPI dikelilingi oleh
pandangan berbagai pihak yang berbeda – beda. Bahkan di tubuh KPI juga
barangkali tak satu suara. Terbukti baru – baru ini KPI juga tersandung kasus
pelecehan seksual yang penanganannya kontroversial.
Yaa begitulah warna kehidupan kita hari
ini. Akan terus ada kontroversi dan perbedaan pendapat yang membuat suasana
menjadi tegang. Sebab tak ada batasan benar salah. Semua diserahkan pada
manusia. Akibatnya standar etika pun subjektif, tergantung pada masing – masing
orang.
Kebebasan berpikir merupakan amanah
demokrasi yang dibangga – banggakan itu. Asasnya adalah sekulerisme, pemisahan
agama dari kehidupan. Mereka bilang agama harus ada di ruang pribadi seseorang,
tak boleh dibawa ke ranah publik. Agama tak boleh dijadikan standar benar salah
di masyarakat. Sebab itu akan menghalangi kebebasan berekspresi dalam berpikir
dan berbuat. Baikkah kehidupan seperti ini?
Baca Juga: Kasus Asusila Artis, Picu Bahasan Open Marriage
Dalam ajaran Islam, tak berlaku ide
kebebasan berpikir ala sekulerisme demokrasi, lepas bebas tanpa batas. Muslim
ibarat para pemain sepak bola, boleh bebas berlari dan menendang bola, tapi ada
lapangan dan aturan permainan yang membatasinya.
Jadi Islam tidak kaku, mengatur muslim
harus seragam dalam berpikir dan berbuat secara mutlak. Tidak. Berbeda boleh
saja, tapi berada di dalam ruang Islam. Contohnya dalam berpakaian, Islam mengatur
batasan aurat bagi lelaki dan perempuan. Hal itu yang harus dipatuhi. Sementara
warna dan model misalnya, boleh saja berbeda. Dalam menilai segala sesuatu juga
demikian, boleh berbeda namun tetap dalam koridor Islam.
Ketika kaum muslimin berselisih pendapat
tentang satu perkara, Allah swt mengatur agar perselisihan itu dikembalikan
pada Allah dan RasulNya. Allah swt berfirman:
“.....Jika kalian berselisih dalam suatu hal, maka
kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika kalian benar-benar beriman kepada
Allah dan hari akhir.Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”
(QS. An Nisa: 59).
Dalam
memandang sanksi bagi satu kejahatan, semua muslim harus sama, yakni memberi
sanksi atas kejahatan tersebut sesuai Islam. Secara umum sanksi dalam Islam
dibagi empat, yakni hudud, jinayat, ta’jir dan mukhalafat. Masing – masing
penjelasannya dapat ditemukan pada pelajaran fikih khusus tentang sanksi Islam.
Satu yang pasti, sistem sanksi dalam Islam mampu membuat efek jera dan
menghapus dosa terkait kejahatan tersebut.
Baca Juga: Cara Ulama Mencintai, Tetap Rasional
Mengenai media, sebagaimana penjelasan
Syekh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitabnya Ajhizatul Ad Daulah, Islam
memandangnya sebagai sarana dakwah dan siar Islam. Tak ada tempat bagi tayangan
hiburan unfaedah. Tak boleh ada tontonan berbau erotis dan kekerasan sebagainya
tayangan media hari ini.
Secara lengkap, sistem Islam berupa
politik, pergaulan, pendidikan, ekonomi dan sanksi akan mencegah terjadinya
kejahatan seksual. Dengan penerapan syariah Islam secara utuh, tak perlu ada perdebatan
panas yang berlarut – larut tentang berbagai masalah di masyarakat. Sebab semua
bisa diselesaikan dengan Islam.
Masyarakat yang satu pemikiran, perasaan
dan aturan yakni Islam akan mewujudkan rahmat bagi semesta alam seperti
dijelaskan dalam al Quran surat al Anbiya ayat 107.
Baca Juga: Anak, Berkah Terindah Sebuah Keluarga
0 Comments
Post a Comment