dok. pribadi |
Sejak tiga bulan terakhir aku mengikuti
sebuah kelas online premium. Pelaksananya atas nama Islamic Bisnis Online
School (IBOS). Ceritanya pengen belajar fikih muamalah maliyah dari pakarnya.
Kelas yang membahas fikih berkaitan dengan interaksi seputar harta ini diasuh
oleh Ustaz Siddiq Al Jawi dan Ustaz Dwi Condro Triono. Semester berikutnya ada tambahan
kelas yang diasuh Ustaz Yuana Ryan Tresna. Keren ya kelasnya. Bagi yang tertarik
dan butuh infonya lebih lanjut japri aja ya.
Eh tapi bukan itu inti tulisannya.
Mengenai materi kelas online via zoom ini, tak perlu diragukan lagi. Alhamdulillah
mencerahkan. Menambah ilmu. Tapi ada sisi menarik di luar itu yang pengen aku
bagi.
Diantara puluhan peserta IBOS di kelas ini, ada yang mencuri perhatianku. Dia bernama Ghazy. Wajah lelaki ini kelihatan sangat muda. Lebih terkesan wajah anak tanggung. Pra baligh.
Dia serius menyimak materi. Jarang absen
kayaknya. Bahkan sesekali bertanya. Salah satu pertanyaannya yang ku ingat
mengenai hukum menjadikan perempuan sebagai model iklan dari bisnis yang kita
miliki.
Dari suara dan gayanya memang meyakinkan,
dia anak pra baligh. Tapi aku kembali
ragu. Karena mikirnya, “Masak sih ada anak – anak ikut kelas fikih. Kalau kelas
motivasi mungkin saja. Bahasan fikih kan berat dan kurang menarik bagi remaja umumnya.
Apalagi anak pra baligh. Apa mungkin lelaki ini pria dewasa berwajah awet muda?”
Untuk menghilangkan penasaranku, aku
japri Ghazy untuk sekedar bertanya berapa umurnya. Ghazy membalas DM ku, “Usia
Ghazy 12 tahun tante. Ini hp Ghazy nebeng bunda. Karena kata bunda Ghazy belum
boleh punya hp.”
Masya allah, aku pun mendoakannya kelak
bisa menjadi muslim cerdas yang bermanfaat bagi agama. Aku kirim salam kepada
orang tuanya. Salam takzim pada keduanya. Jarang ya zaman sekarang melihat anak
lelaki matang pada waktunya. Tentu hal itu tak luput dari kerja keras orang tua
dalam mendidik Ghazy.
Aku tak tahu persis apakah Ghazy sudah
baligh atau masih jelang baligh. Tapi Ghazy yang tampak dari diskusi di kelas,
sedang memulai untuk bisnis dan perhatiannya pada masalah fikih menunjukkan
bahwa dirinya bersiap – siap segera menjadi dewasa.
Ghazy jadi mengingatkan aku dengan sosok
para pemuda di zaman kejayaan Islam. Teringat dengan Abdullah bin Umar dan Zaid bin Sabit yang ngotot ingin
ikut berjihad padahal belum cukup umur. Teringat Muhammad al Fatih yang menjadi
penakluk Konstantinopel di usia 20-an. Al Fatih menjadi sebaik – baik pemimpin
pasukan di usia yang sangat muda. Masya allah, generasi didikan Islam memang
menakjubkan ya.
***
Islam menempatkan lelaki sebagai pemimpin
bagi kaum perempuan. Ketika lelaki baligh maka dia menjadi mukallaf atau muslim
yang dibebani pelaksanaan hukum syara’. Berarti saat itu ia wajib menjalankan
aturan – aturan dari Allah swt. Dari ibadah hingga muamalah.
Salah satunya hukum Islam tentang nafkah.
Artinya sejak anak lelaki baligh sekitar usia 12 hingga 15 tahun, orang tua
nggak wajib dong menafkahi anak lelakinya. Saat itu harusnya minimal anak
lelaki mampu membiayai kebutuhan diri pribadi. Kalaupun ada bantuan dari orang
tua, sifatnya nggak lagi wajib ya, tapi sedekah. Nah yang begini ini kan jarang
di zaman sekarang.
Justru yang banyak terjadi, lelaki dewasa
masih bergantung pada orang tua. Biaya pernikahan minta sama orang tua. Sudah
memiliki isteri dan anak pun ada yang masih menyusahkan orang tua.
Harusnya anak lelaki menafkahi orang
tuanya ketika orang tua sudah lemah. Eh dia malah terus menjadi beban orang
tua. Jangankan berpikir tentang umat. Dia malah sedikit – sedikit punya
masalah, curhat dan mewek ngadu ke orang tua.
Dia kurang maksimal dengan tanggung
jawabnya sebagai kepala keluarga. Sampai – sampai isterinya terpaksa ikut
bekerja, atau justru isteri menjadi sumber keuangan utama keluarga. Kan miris
ya kalau begitu. Usia sudah lanjut tapi pemikirannya belum matang juga.
Hal ini jadi PR bagi orang tua muda zaman
now. Mesti memutus mata rantai buruknya output pendidikan sekuler, dengan terus
belajar jadi orang tua ideal. Aku juga sama, harus mempersiapkan diri jadi ibu
dambaan Islam. Mumpung masih diberi waktu luang sama Allah swt, momongannya
belum ada.
Sembari kita juga turut berperan memperjuangkan sistem kehidupan Islam, demi menciptakan lingkungan ideal bagi pendidikan anak – anak kelak. Semoga generasi kita ke depannya menjadi generasi tangguh, cerdas, salih dan bisa mengisi peradaban Islam yang baru. Aamiin.
0 Comments
Post a Comment