https://radarbekasi.id/ |
Momen Menteri Perdagangan, M. Lutfi minta
maaf pada rakyat karena tak mampu mengendalikan harga minyak goreng, jadi momen
yang memalukan. Katanya ada mafia nakal yang bermain.
Si bapak mengaku kewenangannya terbatas.
Sehingga mafia bisa tertawa diatas penderitaan rakyat Indonesia. Misteri minyak
yang kemarin hilang dipasaran pun terjawab separuh.
Separuhnya lagi adalah misteri siapa
nama-nama mafia minyak goreng tersebut. Lutfi mengaku tak takut pada mereka dan
berjanji akan mengumumkan nama-nama penjahat besar tersebut. Namun hingga kini
janjinya masih sebatas omdo alias omong doang.
Yang lebih lucu dari itu, Presiden Jokowi
justru mengaku kaget dengan stok minyak goreng yang tersedia, namun harganya
mahal. Walah, kebiasaan deh si bapak. Kaget melulu. Tanggungjawabnya pada
rakyat mana ya? Astaghfirullah.
Di tengah-tengah rakyat masih syok
melihat minyak goreng kembali berjejer rapi di rak-rak super market dengan
harga barunya yang sangat tinggi, setelah sebelumnya minyak goreng hilang
dipasaran, eh para emak itu disenggol hatinya oleh Bu Mega.
Beredar video Ibu Megawati yang sinis
sama emak-emak yang rela mengantri demi minyak goreng. Katanya, “Saya itu
sampai mikir, jadi tiap hari ibu-ibu itu apakah hanya menggoreng? Sampai begitu
rebutannya?"
"Apa tidak ada cara untuk merebus,
lalu mengukus atau seperti rujak?" lanjutnya.
Komentar nyinyir pembesar partai penguasa
ini ditanggapi beragam sama para netizen. Sepantauan aku, kebanyakan sih kesal
sama Bu Mega. Netizen heran, kok bisa-bisa dia antipati begitu sama masyarakat.
Beda dengan sikapnya dulu, saat partainya
bukan pemenang pemilu. Rasa kesal netizen juga banyak bentuknya. Dari komentar
pedas hingga dibawa guyon saja. Ada yang mau goreng adonan bakwan (bala-bala)
pakai air, trus jadi bubur deh. Netizen mau nunjukin, kalau tak semua makanan
bisa direbus atau dikukus.
Meski begitu, tak sedikit yang mengaku
siap menerima tantangan Bu Mega. Netizen akan coba mengurangi penggunaan minyak
goreng, bahkan kalau bisa sama sekali tak pakai minyak goreng.
Harapannya, pengusaha minyak goreng bakal
kena batunya. Meski aku pikir daya tahan netizen berpisah dengan minyak goreng
akan lebih lemah dibanding kekuatan si kapitalis menunggu barangnya dibeli.
Terlebih para pedagang gorengan, rumah
makan dan sejenisnya. Kita pasti tahu merekalah yang paling terdampak dengan
kekacauan tata kelola ekonomi kapitalistik ini.
Aku sendiri sebelum gonjang ganjing
kenaikan harga minyak goreng sudah memilih gaya hidup minim minyak goreng dan
gula. Jadi secara pribadi aku tak begitu terpengaruh dengan harga minyak
goreng. Nggak ikutan antri minyak goreng juga.
Terakhir aku dapat minyak goreng yang
harga 28 ribu per dua liter. Itupun baru saja dibuka. Kalau aku ditantang
mengurangi minyak goreng, ayuk aja. Dan sebagian masyarakat memang tak perlu
diajari hal-hal seperti itu. Sudah ngerti.
***
Kasus ini kembali mengingatkan kita
tentang hakikat demokrasi. Demokrasi bukan sistem pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat dan untuk rakyat. Tapi demokrasi itu pemerintahan dari kapitalis,
oleh kapitalis dan untuk kapitalis.
Sudah menjadi rahasia umum kalau
kontestasi pemilu butuh peran dana yang kuat. Entah dana itu dari pendonor
yakni pengusaha, atau pengusaha itu sendiri yang berlaga di pemilu. Jadi
pejabat itu, kalau bukan teman dekat pengusaha, ya pengusaha itu sendiri.
Seperti Pak Lutfi, seorang pengusaha.
Media menginfokan kalau kekayaan Pak Lutfi berkisar diangka ratusan milyar.
Hebatnya para pejabat demorkrasi. Rakyatnya masih mikir makan apa besok. Mereka
justru bergelimang harta. Ngeri.
So, akan selalu kita rasakan tabiat
pemerintahan demokrasi, yakni kepentingan pengusaha selalu menjadi nomor satu. Pejabatnya
juga sudah kehilangan rasa malu.
Sudah gagal mengurus rakyat, masih mau tiga periode. Masih ditambah membesarkan opini yang menyudutkan umat Islam dengan narasi radikal radikul. Astaghfirullah. Kapan ya negeri ini bertaubat?
0 Comments
Post a Comment