Judul Buku : A Thousand Miles in Broken Slippers
Penulis : Rosi L. Simamora
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Ketebalan : 204 Halaman
Tahun terbit : cetakan pertama, 2014
ISBN : 9786020319780
“Jangan biarkan sandalmu
menentukan jati dirimu, Dong. Jangan pernah merasa malu ke sekolah hanya
mengenakan sandal dan seragam lungsuran yang sudah pudar putihnya”
“Biarpun kau tidak
menggunakan sepatu bermerek yang mahal, kalau kau terus berjuang dan giat
belajar, sandalmu yang hanya seharga lima belas peso (saat itu 3 ribu rupiah)
ini akan membawamu hingga ribuan mil perjalanan.
Satu pesan diantara pesan-pesan
lainnya dari ayah Dong, perlahan membentuk dirinya untuk berani bermimpi. Efeknya,
ia belajar serius, mengejar prestasi demi merubah hidup di masa depan. Alhasil,
masa-masa sekolah Dong dipenuhi berbagai gelar juara, dari ranking kelas hingga
juara sejumlah kegiatan ekstrakulikuler. Ia tumbuh sebagai sosok yang pantang
mematikan harapan tanpa memperjuangkannya lebih dulu. Di masa SMA, meski sering
merasakan kelaparan saat istirahat sekolah, Dong tetap menanamkan mimpi
menginjakkan kaki di area Menara Eiffel sebagai simbol kesuksesannya kelak.
Menjadi bagian dari keluarga
miskin di kota kecil Bolinao, 6 jam perjalanan dengan bus Philippine Rabit dari
Manila, membuat Dong, nama kecil Leonardo Consul, sejak dini ditempa dalam
suasana perjuangan untuk bertahan hidup. Di usia delapan atau sembilan tahun
telah belajar mencari uang. Bertanggungjawab dalam urusan perut bersama ayah,
ibu dan empat orang saudaranya.
Hampir setiap malam Dong
bersama teman-teman kecilnya melakoni pekerjaan sebagai pencuci bus Philippine
Rabbit. Persaingan ketat diantara para Rabbit Boys untuk mencuci bus yang jumlahnya
terbatas, meninggalkan satu kenangan cukup pahit. Saat Dong terpaksa harus
membersihkan mobil penuh muntah hanya untuk uang yang cukup ditukar dengan
sepotong roti. Satu kebahagiaan tersendiri ketika dalam upayanya menahan nafas
dari bau busuk suasana mobil, ia mendapati sisa fast food dalam keranjang
sampah. Membuat lidahnya sempat merasakan bagaimana makanan orang berduit.
Untung ada ayah yang selalu
memberi energi positif pada Dong, hingga tak pernah berlama-lama dalam
keputusasaan. Uniknya, ayah yang dimaksud bukanlah ayah kandungnya. Dong lahir
dari kesalahan ibunya yang mengkhianati suami karena alasan kemiskinan.
Wajar, meski keluarga itu
tetap utuh, sejak kelahiran Dong, hubungan mereka semakin dingin. Ayah dan ibu
yang saling benci. Kakak memusuhi adik. Ibu kasar terhadap anaknya. Yang cukup
sulit dimengerti adalah jalan pikiran Ernesto Consul yang amat menyayangi anak
hasil selingkuhan istrinya dibanding anak kandung sendiri.
Kiranya sepanjang perjalanan
hidup Dong, artis muda asal Filipina yang besar di Indonesia dengan nama Leo
Consul, baginya Ernesto Consul adalah orang yang paling berarti. Hampir di
setiap awal bab, kisahnya selalu dimulai dari kutipan nasihat Ernesto Consul.
“Kita mungkin hanya punya
sedikit nasi dan beberapa potong ikan di meja. Tapi yang paling penting, semua
itu kita dapatkan dari hasil keringat dan kejujuran”.
“Selalu lebih baik bekerja
dan bukan meminta dari orang lain, Nak.”
“Sesulit apa pun hidupmu,
jangan pernah melakukan hal-hal bodoh yang dapat melukai siapapun termasuk
kehormatanmu, hanya agar kau dapat bertahan.”
Bahkan saat mendengar ayah
kandungnya meninggal duniapun Dong susah merasakan sedih. Dan ia lebih memilih
melekatkan namanya dengan nama Consul.
Mendampingi tumbuh kembang
anak dengan siraman berbagai kalimat-kalimat positif sebagaimana yang dilakukan
Ernesto Consul tak jarang menjadi bukti terbentuknya pribadi baik pada diri seseorang.
Apalagi kalimat positif itu mengandung nilai-nilai ilahiyah. Maka yang terwujud
tak cuma pribadi positif di dunia tapi juga selamat hingga ke syurga.
0 Comments
Post a Comment