Harian
Waspada pernah memberitakan mengenai kerugian yang dirasakan pelanggan token
listrik (pulsa listrik prabayar) di Sumatera Utara khususnya Medan. Pasalnya,
voucher listrik yang dibeli pelanggan tidak sesuai antara isi dengan jumlah
yang dibayar. Hal ini terungkap saat Ketua Komite II DPD RI Parlindungan Purba,
SH, MM bersama General Ma-nager PLN Wilayah Sumut Dyananto dan Area Manager
Medan Rifky mengunjungi pemukiman warga di Jl. Rah-madsyah, Kelurahan Kota
Matsum I, Medan Area. Salah satu pelanggan bercerita, saat membeli voucher
listrik seharga lima ratus ribu rupiah, namun isinya hanya empat ratus lima
puluh ribu rupiah.
Rupanya
pihak PLN memang sengaja melakukan pemotongan terhadap isi voucher listrik yang
dibeli masyarakat. Alasannya karena ada biaya administrasi dalam setiap
pembelian. PLN mengatakan, pemotongan dilakukan sebanyak 7,5 persen. General
Manajer (GM) Wilayah Sumut, Dyananto menjelaskan, bahwa potongan biaya administrasi yang
dikenakan pelanggan token listrik di Sumatera Utara terbilang murah dibanding
daerah lainnya seperti Makassar dimana potongannya mencapai 10 persen. Namun
kenyataan dilapangan, pemotongan token listrik warga Sumut lebih dari 7,5
persen. Pelanggan yang mengadukan bahwa voucher listrik yang dibelinya seharga
lima ratus ribu rupiah, isinya hanya empat ratus lima puluh ribu rupiah. Artinya,
telah terjadi pemotongan sebanyak 10 persen. Dari tiga juta pelanggan listrik
di Sumut terdapat 800 ribu warga atau sekitar 25 persen yang menggunakan token
listrik. Di Medan, terdapat 100 ribu pengguna token listrik. Bila
dirata-ratakan pelanggan token listrik di Sumut yang berjumlah 200 ribu membeli
voucher listrik seharga lima ratus ribu rupiah, maka dengan potongan senilai
lima puluh ribu rupiah, maka PLN untung sekitar 10 milyar rupiah perbulan.
Keuntungan
besar bagi PLN dari pelanggan token listrik tak lantas memaksimalkan
pelayanannya. Justru yang terjadi, Sumatera Utara langganan mati listrik.
Disaat warga Sumut melaksanakan ibadah puasa Ramadhan pun pemadaman listrik tak
bisa dihindari. Alasan demi alasan dilontarkan untuk membenarkan pelayanan yang
buruk tersebut. Listrik merupakan kebutuhan vital bagi masyarakat. Hampir semua
kegiatan perekonomian masyarakat membutuhkan listrik. Sudah seharusnya
pemerintah menyediakan fasilitas pelayanan listrik dengan baik, bukan malah
mengkomersilkannya.
Menurut
Islam, listrik merupakan salah satu pelayanan negara yang harus diberikan
secara gratis. Sebab bahan baku listrik berasal dari sumber daya alam yang
kepemilikannya bersifat umum. Rasulullah Saw bersabda, “Umat Islam berserikat
atas tiga hal; api, air dan padang rumput”, (HR. Ahmad). Listrik termasuk
kategori api (energi). Namun karena Indonesia menganut sistem kapitalis sekuler,
dimana peran negara diminimalisir dalam mengurus rakyat, pelayanan gratis oleh
negara tidak terjadi. Meski PLN sebagai perusahaan milik pemerintah, namun
kegiatannya seperti perusahaan swasta yang mencari keuntungan. Sistem Islamlah
yang akan memudahkan hidup masyarakat. Wallahu a’lam.
pemotongan ini bukannya memang ada huat PPj ya mak? pajak penerangan jalan? CMIIW
ReplyDeletetapi General Manajer (GM) Wilayah Sumut, Dyananto menjelaskan bahwa pemotongan itu biaya administrasi mak..kalo selain administrasi ada lagi yg namanya pajak penerangan, wah dobel dong ya mak
ReplyDeleteaku belum pakai token mb...masi manual bayar langsung...
ReplyDeletekira-kira lebih hematan yg mana mak
saya juga nggak pakek token mbak..kalo masalah hemat pemakaian, bisa jadi sih lebih hemat pra bayar dari pada pasca.karna kalo pra bayar kita kan bisa ngontrol pulsa token kita. tapi yg berat biaya administrasinya itu mbak, mahal
Delete