Thursday, May 09, 2024

Cara Ali Bin Abi Thalib Mendamaikan Menantu dan Mertua Dalam Satu Rumah

 

Wanitakelantan.com

Salah satu pemicu konflik rumah tangga adalah relasi antara menantu perempuan dan ibu mertua. Apalagi kalau keduanya tinggal satu rumah. Gesekan lebih rentan terjadi. Semisal soal dapur. Bisa serba salah.

Kalau yang ngurusi dapur menantu, mertua yang merasa lebih berpengalaman bisa menganggap menantunya banyak kekurangan. Kurang enak masakannya. Kurang ahli menggunakan bumbu – bumbuan. Kurang dalam memberi cita rasa pada makanan. Kondisi seperti ini meimbulkan ketidakenakan di hati menantu.

Kalau urusan dapur yang pegang adalah mertua, menantu terkesan manja. Kok menantu enak – enakan, mertua yang malah masakin buat anak dan menantunya. Kalau dapur terpisah dalam satu rumah, lebih sensitif lagi. Menantu masak pas – pasan salah. Masak lebih terus dikasih ke mertua, juga kesannya boros, salah lagi.

Potensi konflik menantu versus ibu mertua terjadi bukan hanya terjadi di masa kini. Orang – orang yang hidup di masa lalu juga memahami hal ini. Termasuk sahabat Rasulullah saw yakni Ali bin Abi Thalib. Ali adalah anak soleh yang berbakti kepada orangtuanya.

Ibunya Ali, Fatimah binti Asad terkenal sebagai muslimah soliha. Ia turut mengasuh Muhammad saw kecil dulunya. Ia masuk Islam tak lama setelah suaminya meninggal dunia. Perempuan yang dinikahi oleh Ali juga tak kalah soliha. Fatimah binti Muhammad saw, adalah muslimah hasil didikan langsung, sehari – harinya nabi tercinta Muhammad saw.

Meski dirinya adalah orang baik dan di kelilingi oleh orang – orang baik, tidak lantas bebas dari potensi perselisihan. Ini dipahami oleh Ali bin Abi Thalib. Sehingga ketika ia menikah dengan Fatimah dan mereka tinggal serumah dengan sang ibu, Ali melakukan satu strategi untuk membuat keadaan rumah sama – sama enak bagi ibu dan isteri tercintanya.

Bagaimana cara Ali mendamaikan ibu dan isterinya dalam urusan dapur?

Dalam Buku Biografi 39 Tokoh Wanita Pengukir Sejarah Islam karya Dr. Bassam Muhammad Hamami, diceritakan bahwa dengan kebijakan dan kemampuannya untuk berbuat adil, Ali membagi tugas perdapuran kepada ibu dan isterinya. Ali berkata kepada ibunya, “Cukuplah untuk Fatimah binti Rasulullah saw dalam urusan air dan pergi untuk mencari kebutuhan. Adapun ibu cukup dalam urusan penggilingan dan adonan”.

Masya allah, jiwa kepemimpinan Ali dalam hal ini terwujud. Agar kedua wanita yang ia cintai merasa berkontribusi terhadap anak maupun suami yang mereka sayangi, keduanya sama – sama memiliki tugas. Tak ada persaingan oleh keduanya, melainkan kerjasama.

Meski kehidupan rumah tangga yang paling ideal adalah terpisah dari orangtua, namun jika kondisi sedang tak memungkinkan, maka bersikap bijak seperti Ali sangat dibutuhkan. Dengan begitu kehidupan rumah tangga akan tetap harmonis, meski tinggal bersama orangtua.

 

0 Comments

Post a Comment