Hingga pagi ini, tagar
#PresidenPenipuRakyat masih bertengger di urutan atas di twitter. Setidaknya
status – status di dalamnya berisi tentang 3 hal. Pertama, tentang daftar janji
– janji Presiden Jokowi saat kampanye pilpres dahulu yang diingkari seperti tidak bagi-bagi
kursi,
stop utang luar negeri, stop impor dan lain sebagainya.
Kedua, tentang pidato
Jokowi baru – baru ini terkait kenaikan harga BBM. Dalam pidatonya Jokowi mengatakan
bahwa subsidi BBM yang diberikan pemerintah kepada rakyat ialah sejumlah 502
triliun.
Data tersebut dibantahkan
oleh Pakar Ekonomi Anthony Budiawan. Dia mengatakan bahwa angka yang disebutkan
Jokowi itu tidak ditemukan di Undang – Undang APBN. Yang ia temukan angkanya
disitu adalah 206,96 trilyun.
134 triliun subsidi
energi. Sementara subsidi BBM hanya 11 trilyun. Subsidi yang berjumlah besar
adalah untuk elpiji, yaitu sekitar 66 trilyun dan subsidi listrik 55 trilyun.
Ketiga, tentang pernyataan
pengacara Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak bahwa hukum paling rusak saat
tampuk pimpinan dipegang Pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Ketidakpuasan terhadap pemerintahan
Presiden Jokowi datang bertubi – tubi dari masyarakat. Sebab kenyataannya
memang seperti itu. Tidak bisa ditutup – tutupi. Mau bagaimana lagi.
Lagi pula, kalau dipikir –
pikir, secara sistemik Jokowi memang akan sulit mewujudkan janji – janji kampanyenya
dahulu. Seperti contohnya tidak bagi – bagi kursi jabatan.
Hal ini tentu sulit.
Mengingat bahwa dia naik tahta didukung oleh sejumlah pihak dan tim kampanye. Para
pendukungnya pasti tidak bekerja secara sukarela. Hari gini apa – apa butuh
uang, tak mungkin ada makan siang yang gratis.
Maka setelah naik tahta,
Jokowi pasti harus membalas jasa para pendukungnya. Yakni dengan cara bagi –
bagi jabatan.
Lalu tentang impor. Tidak
mungkin juga dihentikan. Sebab pada masa presiden sebelumnya sudah ada
perjanjian kerja sama pasar bebas yang dilakukan. Seperti perjanjian CAFTA yang
berlaku antara China dan negara – negara ASEAN pada awal tahun 2010. (https://www.kompas.com/2020/12/15)
Demikian dengan janji
tidak menaikkan tarif listrik dan harga BBM, itu tidak mungkin dilakukan.
Karena negara demokrasi itu anti subsidi. Sebagaimana nasihat dari lembaga
penghutang internasional alias IMF, subsidi harus dihapuskan.
Maka sebenarnya dari awal
Jokowi memberi janji, dia memahami kalau janji itu tidak akan terpenuhi. Para
pemilihnya saja yang kurang wawasan, sehingga percaya dengan janji – janji kosong
tersebut.
0 Comments
Post a Comment