Belum lama aku menjenguk seorang teman
yang sedang mengalami musibah. Anaknya wafat dalam kandungan di usia enam
bulan. Anak ini sangat diharapkan kehadirannya. Sebab kedua kakaknya sudah
cukup besar. Keluarga ini merindukan lagi kehadiran bayi di rumah mereka.
Rasanya pasti sedih sekali menghadapi
kenyataan bahwa si bayi kembali pulang pada Penciptanya sebelum sempat menatap
dunia. Sebelum sempat disentuh ayah, ibu dan kakak-kakaknya. Sebelum meramaikan
rumah dan tumbuh besar di tengah keluarga.
Tapi alhamdulillah temanku ini cukup kuat mental. Dia sadar kalau Allah swt lebih mengetahui apa yang terbaik bagi hambaNya. Apalagi bagi yang bersabar menghadapi musibah bakal diganjar pahala.
Plus si anak dijanjikan akan bisa
berkumpul kembali dengan keluarga di surga. Hal ini membuat kesedihan mereka
secepatnya sirna, tak berlarut-larut.
Ternyata temanku ini mengalami kehamilan
eklamsia. Menurut keterangannya, ia mengalami tensi darah yang tinggi selama
kehamilan. Jadi harus terus minum obat. Lalu perkembangan plasenta bayi sejak
awal tidak normal.
Ukuran plasentanya kecil. Sehingga bayi
di dalam perut kekurangan oksigen yang akhirnya wafat saat plasenta terputus.
Saat ditanya pada dokter apa penyebab kondisi yang dialami temanku ini, dokter
tak berani memastikan.
Hanya saja ada kemungkinan karena usia
temanku ini sudah cukup tua untuk hamil. Ia sebaya denganku, berusia 36 tahun. Dokter
memprediksi kalau seandainya hamil lagi, kondisi semacam itu bisa terulang
lagi. Sehingga temanku dan suaminya memilih sterilisasi saja. Semoga mereka
selalu bahagia dunia akhirat. Aamiin.
***
By the way, yang membuatku kepikiran
adalah ucapan dokter tentang hamil di usia tua, umur 35 tahun ke atas. Usiaku
juga sudah melewati 35 tahun dan berharap bisa memiliki momongan.
Secara kedokteran, hamil di usia 35 tahun
ke atas memang dianggap beresiko mengalami gangguan. Tapi aku tetap ingin
optimis, berharap Allah swt memberiku kesempatan merasakan menjadi ibu dari
anak kandungku.
Allah swt maha kuasa. Apapun bisa terjadi
jika Allah swt menghendaki. Ditambah lagi, aku mendapati fakta di sekitarku, ada
beberapa teman dan kenalan yang hamil di usia lebih dari 35 tahun.
Alhamdulillah, mereka menjalani kehamilan
dengan wajar dan melahirkan dengan selamat. Bahkan melahirkan secara normal. Anaknya
pun sehat. Padahal kebanyakan dari mereka status ekonominya menengah ke bawah.
Ada tetanggaku yang memiliki 9 anak. Anak
terakhirnya lahir di usianya yang ke 46 tahun. Tetanggaku satunya lagi menikah
di usia 36 tahun dan memiliki 5 anak. Barusan aku menjenguk temanku yang baru
saja melahirkan anak keduanya. Saat ini usianya 37 tahun.
Mengetahui pengalaman mereka membuatku
semakin optimis bahwa manusia hanya mampu memprediksi, tapi Allah swt yang menentukan.
Kalau diingat-ingat, banyak sekali tanda-tanda kekuasaan Allah swt semacam ini.
Saat dunia kedokteran mengatakan kalau
seorang perempuan tidak haid maka mandul. Tetapi teman ibuku tetap bisa hamil
meski seumur hidupnya belum pernah merasakan haid.
Adik dari temanku hamil dalam kondisi ada
tumor jinak di dalam rahimnya. Dokter memprediksi kalau si bayi dalam kandungan
akan kekurangan nutrisi karena harus berbagi nutrisi dengan si tumor.
Bahkan diyakini si bayi tak akan bisa
selamat karena akan terjepit oleh si tumor. Namun hingga akhir masa kehamilan
hal itu tak terjadi. Justru sang bayi bisa lahir dengan lancar. Tumor beserta
bayi dikeluarkan secara operasi caesar.
Aku kembali ingat, kalau mendekatkan diri dengan ibadah pada Allah swt plus menjaga silaturahmi bisa mempertahankan semangat hidup. Mendekat pada Allah swt berarti menyadari kebesaranNya. Sementara dalam silaturahmi ada hikmah yang bisa kita dapatkan dari pengalaman orang lain. Masya allah.
0 Comments
Post a Comment