Wednesday, December 15, 2021

Prof. Fahmi Amhar: “Hadapi Bencana Dengan Dua Kaki” (Part 1)


Bencana meletusnya Gunung Semeru jadi salah satu bencana besar di Indonesia, yang menyisakan kesedihan mendalam terutama bagi para korban. Perhatian berbagai kalangan tertuju kesana dengan berbagai bentuknya.

Hal itu juga mendorong para pemerhati publik untuk mengadakan kajian-kajian, guna memahami apa yang sedang terjadi. Mencoba memetik hikmah dari persoalan yang ada.

Salah satu kajian tentang Semeru diadakan oleh Channel Youtube Ngaji Subuh. Dibahas oleh seorang ilmuwan bernama Prof. Ing. Fahmi Amhar, dengan judul pembahasan “Ilmu Langit Dan Ilmu Dunia (Belajar dari Semeru)”

Profesor Fahmi menjelaskan bahwa sebenarnya para ahli masih memperdebatkan bencana Semeru, mengapa seolah olah tidak ada peringatan dini. Ada yang menduga alat-alat sensor di kawah gunung semeru sudah rusak.

Atau barangkali alat sensornya kotor. Karena sudah sekian lama alat – alat itu terkena debu dan tidak dibersihkan. Sehingga meski alat sensor itu masih berfungsi, namun tak mampu lagi mengirimkan data. 

Kalau dari Pusat Fulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi mengatakan, status Gunung Semeru sebelum meletus, baru level 2. Gunung berstatus level 2 artinya waspada. Kalau di level 3 artinya siaga.

Gunung dengan status level 4, artinya awas. Di level 4 itulah harusnya gunung meletus. Hal ini juga menimbulkan tanya banyak pihak. Sebagian ada yang berpendapat bahwa saat itu bencana bukan disebabkan gunungnya ‘batuk’, tapi karena guguran lava. Kabarnya, ahli terkait masih terus menyelidiki hal ini.

Prof. Fahmi Amhar sempat mengucapkan kalimat yang menggelitik terkait info penyebab bencana semeru. Katanya, “Mudah-mudahan dalam waktu dekat tidak ada rahasia lagi diantara kita.”

***

Menurut pandangan Profesor Fahmi sendiri, dalam menghadapi fenomena bencana yang ada di Indonesia, harus dipahami dari dua kaki, yakni ilmu langit dan ilmu dunia.

Ilmu langit berarti dimensi teologis yakni keimanan dan ketakwaan pada Allah swt. Dalam al Quran surat al Mulk ayat 2 dijelaskan bahwa Allah swt akan senantiasa menguji manusia untuk mengetahui siapa yang paling baik amalnya.

Maka dari sisi keimanan, sebagai muslim kita meyakini bahwa bencana adalah ujian dari Allah swt bagi orang-orang beriman. Bencana sebagai pengingat, agar yang merasakannya kembali taat pada Allah swt bila sebelumnya mereka bermaksiat.

Bagi muslim yang tidak terkena bencana, melihat ada daerah lain yang menghadapi bencana, mereka harus bersyukur serta menolong saudaranya yang tertimpa musibah itu.

Tidak boleh orang yang melihat orang lain terkena musibah justru menghujat dengan memandang korban bencana adalah ahli maksiat. Sebab tak selamanya bencana ditimpakan Allah swt pada ahli maksiat.

Profesor Fahmi bercerita tentang Palu. Saat gempa di Palu, banyak korban yang merasakan gempa saat mereka sedang salat. Akibatnya, lebih dari 50 masjid rusak berat. Bagi mereka yang taat, bencana dimaksudkan Allah swt untuk melatih mereka bersabar dan tawakkal.

Kita juga melihat banyak daerah lainnya yang tidak kena bencana, padahal maksiat banyak disana. Seperti pesugihan yang ada di sekitar solo. Namun disana tidak terjadi bencana. Bagi umat Muhammad saw, ada adzab yang ditunda hingga hari kiamat.

Namun, ada juga kondisi dimana orang menjadi korban bencana dan dia mati dalam keadaan maksiat. Hal seperti inilah yang dikatakan seseorang yang mendapat adzab. Karena hidupnya berakhir saat bencana dan dia belum bertobat.

Satu hal yang pasti, seperti yang Allah swt sampaikan dalam al Quran surat al Baqarah ayat 214 bahwa semua manusia akan diberi ujian, baik dalam bentuk kesusahan ataupun kenikmatan.

Dengan memahami ilmu langit ini, muslim akan siap menghadapi berbagai ujian dalam hidup. Ketika diberi kesenangan dia akan bersyukur dan tidak terlena serta tetap taat. Ketika dia diberi kesusahan dia bersabar dan tetap taat pada Allah swt.

***

Sementara bicara tentang ilmu dunia berarti tentang dimensi teknologis dan sosiologis. Menurut Profesor Fahmi, bencana apapun harusnya membuat manusia makin cerdas mempelajari sifat sifat bencana.

Harus disadari, Indonesia berada tepat di batas-batas lempeng Eurasi, Hindia, Australia dan Pasifik. Kita punya 129 gunung api aktif. Semua berpotensi gempa, longsor, tsunami dan erupsi yang mampu menghancurkan.

Kita juga berada dipersimpangan angin dan arus laut antara Asia – Australia dan antara Hindia – Pasifik. Maka ancaman banjir, abrasi gelombang pasang, puting beliung, kekeringan hingga kebakaran hutan juga akan dihadapi. Hal ini masih ditambah dengan bencana akibat ulah manusia sendiri.

Rasul saw bersabda: Tiadalah Allah turunkan penyakit, kecuali Allah turunkan pula obatnya (HR. Bukhari)

“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah swt (HR. Muslim)

Maka untuk setiap bencana pasti ada cara menanggulanginya. Inilah yang harus dipelajari secara sungguh-sungguh oleh manusia.

Continue......

Baca Juga: Catatan Dari Kelas Online 'Find Out Rasulullah's Habbits (Part 1)

                    Prof. Fahmi Amhar: “Hadapi Bencana Dengan Dua Kaki” (Part 2)

0 Comments

Post a Comment