Dari mengikuti dialog berdurasi satu jam oleh Najwa Sihab dan teman-temannya ini, aku memiliki sejumlah catatan.
Keempat, keperawanan tanda kesucian.
Dalam memandang masalah keperawanan, para
nara sumber mengembalikannya pada cara pandang liberal yang individualistik.
Menurut mereka tak layak keperawanan dipersoalkan dalam urusan kerja. Sementara
dalam sebuah hubungan pribadi, menjadi hak masing-masing orang seperti apa
memandang keperawanan.
Dalam Islam, keperawanan sama dengan kesucian. Kesucian itu hanya boleh diserahkan pada suami. Namun akan jadi persoalan, kalau keperawanan hilang oleh prilaku perzinahan.
Sebenarnya keperawanan tak hanya bisa
hilang dengan hubungan seksual. Keperawanan atau selaput darah yang tipis
dibagian miss v perempuan bisa koyak karena aktivitas fisik seperti bersepeda,
latihan peregangan yang berat atau kecelakaan.
Jadi perawan tidak perawan bukan inti
masalah. Namun jelas dalam Islam, kesucian perempuan menjadi tolak ukur
akhlaknya. Ini lain soal kalau hilangnya kesucian karena perkosaan ya. Tentu dalam
hal itu Islam tak menyalahkan perempuan. Bahkan akan menghukum berat pelakunya.
Islam menempatkan laki-laki dan perempuan
sama dimata hukum Islam. Laki-laki dan perempuan yang berzina, sama-sama
mendapat hukuman dan sama-sama tercela dihadapan Allah swt.
Kelima, kekerasan seksual terjadi
karena kurangnya pemahaman agama.
Kekerasan dan pelecehan seksual
barangkali menjadi masalah utama bagi perempuan. Hal ini paling membuat
perempuan tak nyaman. Di dunia kerja dan pendidikan jadi tempat paling beresiko
bagi perempuan mendapat pelecehan.
Kalau Nadiem bilang, sekitar 40 persen
tindak pelecehan seksual adanya di kampus. Hal ini menyadarkanku, kalau
hubungan antara pendidikan sekuler saat ini dengan moral yang baik itu tipis.
Hal yang masih menjadi perdebatan berbagai
pihak dalam masalah ini adalah tentang siapa yang patut disalahkan. Korban
pelecehan sepakat seratus persen, kalau pelakulah yang seratus persen salah.
Sementara yang sering terjadi, justru
perempuan yang jadi korban pelecehan disalahkan. Disalahkan pakaiannya, atau
prilakunya yang dituduh menggoda lelaki.
Biasanya yang menuduh ini adalah
pihak-pihak yang bisa dirugikan dari kasus pelecehan ini. Semisal pihak kampus
yang takut nama kampus tercemar karena kasus amoral itu.
Ini yang juga jadi bahan obrolan Najwa
dan kawan-kawan. Mereka semua sepakat jika pelaku pelecehan itu salah apapun
ceritanya. Namun tanpa bermaksud menyalahkan korban, Tompi mengakui kalau
secara biologis, perempuan yang berpakaian seksi itu menggoda.
Namun seharusnya lelaki bermoral mampu
mengendalikan dirinya jika tergoda. Lain cerita jika seseorang itu seorang
predator seks, mau perempuan itu berpakaian terbuka atau tertutup, tetap saja pelecehan
dilakukannya.
Nadiem berusaha mengarahkan diskusi pada
soal consent (persetujuan). Baginya yang paling penting adalah consent. Jika
mau berbuat sesuatu pada perempuan, baik memuji, merayu atau berbuat hal
tertentu pada perempuan, harus dengan persetujuan perempuan.
Makanya Kemendikbud akhirnya menelurkan
permendikbud nomor 31 tahun 2021 yang mengatur soal consent di ranah kampus.
Optimisme Nadiem bahwa permen ini bisa menekan tindak pelecehan seksual di
kampus tampaknya masih angan-angan.
Tak lama permen kontroversial itu diluncurkan, kasus serupa masih bermunculan. Aku pun berpikir, ketika ada mahasiswi yang setuju memiliki hubungan intim dengan dosennya, apakah lantas hal itu bukan persoalan? Berpikir liberal itu ngeri ya.
***
Obrolan soal pelecehan masuk ke ranah
pernikahan. Najwa minta pendapat nara sumber tentang hilangnya consent dalam
pernikahan. Dianggap setelah menikah, suami berhak minta jatah pada isterinya
kapan pun ia mau.
Hal ini dibantah oleh Tompi. Menurutnya itu fakta sosial. Ajaran agamanya tidak begitu. Pelakunya itu kurang agama. Agama tidak mengajarkan kekerasan. Aku setuju dengan Tompi, masalah sebenarnya adalah kurangnya pemahaman agama.
Baca Juga:
Catatan Atas Dialog Isu Perempuan Oleh Najwa Sihab Dan Kawan-Kawan (Bag-1)
Catatan Atas Dialog Isu Perempuan Oleh Najwa Sihab Dan Kawan-Kawan (Bag-2)
Catatan Atas Dialog Isu Perempuan Oleh Najwa Sihab Dan Kawan-Kawan (Bag-4)
0 Comments
Post a Comment