Thursday, December 17, 2020

Andai Suami Isteri Profesional


https://www.mediasulsel.com/


Pandangan Manusia

Pemahaman hidup manusia berdiri di atas suatu asas, yakni pemikiran mendasar tentang kehidupan. Seorang muslim memiliki dasar berpikir bahwa manusia adalah makhluk Allah swt, akan kembali kelak kepada Allah swt. Maka sesuai dengan ayat al Quran surat az Dzariyat ayat 56, manusia diciptakan oleh Allah swt untuk beribadah. Sebagaimana penjelasan ulama, yang dimaksud ibadah dalam ayat itu adalah ketundukan dan kepatuhan hanya kepada Allah swt.

Maka muslim yang memahami hakikat hidupnya pasti berpegang pada Islam dalam memandang segala hal dalam hidupnya. Termasuk bagaimana ia memandang tentang relasi suami dan isteri dalam rumah tangga. Bagaimana seharusnya suami bersikap kepada isteri yang menjadi sumber penghasilan keluarga?

Umat Islam hari ini memang tidak sepenuhnya menjadikan Islam sebagai aturan hidup. Ajaran Islam tentang ibadah dikerjakan, namun selainnya lebih banyak yang meninggalkan. Sehingga timbul beragam pandangan pada masyarakat termasuk mengenai kehidupan suami isteri. Kebanyakan pendapat lahir dari insting kemanusiaan saja.

Sebagian memandang para lelaki tak layak berpenghasilan lebih rendah dari isteri. Sebab pada umumnya lelaki dipandang sebagai pencari nafkah. Suami sebagai kepala rumah tangga tak layak bergantung pada penghasilan isteri. Hal ini kemudian menimbulkan stigma pada suami bahwa ia lelaki lemah, tak bertanggung jawab dan sebagainya. Alhasil muncullah rasa minder pada suami bahkan kecemburuan suami pada isteri.

Sementara yang lainnya berpendapat justru kondisi penghasilan isteri yang lebih besar dari suami menguntungkan isteri. Hal itu mengukuhkan posisi isteri dalam rumah tangga. Sehingga suami tak bisa semena – mena terhadap isteri. Dalam pandangan feminis, perempuan tak boleh bergantung pada lelaki. Harus mandiri. Agar kedudukan suami isteri setara dalam rumah tangga. Tak ada pemimpin dan yang dipimpin. Semua keputusan rumah tangga harus dilakukan secara musyawarah. Biaya rumah tangga ditanggung bersama. Tanggung jawab mengurus anak dan rumah harus dibagi sama rata. Baik penghasilan suami isteri sama, atau tidak. Apalagi kalau kebetulan isteri yang berpenghasilan lebih besar dari suami, maka suami harus pengertian untuk lebih banyak mengerjakan tugas – tugas rumah tangga.

Adapun pendapat – pendapat lainnya, sama standarnya, muncul dari pendapat pribadi, berdasarkan naluri dan pengalaman masing – masing. Begitulah manusia, kalau diberi kesempatan berpendapat menurut pribadinya pasti beragam. Tak ada yang boleh mengklaim dirinya paling benar. Semua dikembalikan pada masing – masing keluarga mau menjalani keluarga seperti apa.

Seiring ragam pendapat tersebut, harmonisasi banyak keluarga semakin hilang. Angka perceraian semakin meningkat. Sebagaimana data yang dikeluarkan Badan Peradilan Mahkamah Agung, angka perceraian di Indonesia khususnya yang beragama Islam, pada tahun 2019 mencapai 480.618. Angka tersebut mengalami peningkatan setiap tahun sejak tahun 2015.

Artinya berharap masyarakat akan bersikap bijak dengan pandangannya masing – masing sangat sulit. Berharap masing – masing orang bisa mencari sendiri ilmu – ilmu kehidupan, menjalani hidup menurut standar baik buruknya sendiri, dari proses pendidikan dan pengalamannya, ternyata justru memunculkan masalah. Ego lebih dominan menguasai banyak orang ketimbang akal sehat.

Hal ini tak lepas dari pemicu seperti memburuknya perekonomian dan pendidikan formal yang tak berbekas membentuk moral, institusi pendidikan cenderung lebih banyak aspek teori hingga mudah terlupakan. Dari semua ini saya berpandangan baiknya individu, masyarakat dan negara memiliki satu standar nilai. Jika mereka muslim, maka standar nilai paling masuk akal adalah Islam itu sendiri. Darinya bisa terjadi harmonisasi pemikiran dan perasaan di masyarakat.

Pandangan Agama

Soal dominasi isteri sebagai sumber keuangan rumah tangga, Islam memiliki pandangan yang komprehensif. Peran masing – masing anggota keluarga sudah jelas. Suami sebagai pemimpin (qowwam), berkewajiban menafkahi keluarga lahir batin, melindungi serta mendidik keluarga agar taat pada Allah swt. Isteri sebagai manajer rumah tangga, mengelola rumah agar nyaman, melayani suami dan merawat serta mendidik anak – anak. Anak – anak sebagai anggota termuda bagi keluarga, wajib patuh dalam hal – hal yang baik serta berlaku santun pada orangtua.

Bagaimana peran – peran tersebut dijalankan pun Islam sudah menjelaskan. Tinggal kita cari saja di berbagai kajian Islam yang bertaburan saat ini. Jalinan hubungan suami isteri prinsipnya persahabatan. Saling memudahkan peran masing – masing. Saling memperlakukan satu sama lain dengan akhlak yang baik. Saling mengingatkan peran masing – masing dengan cara yang baik. Pelaksanaan peran – peran tersebut bukan hanya mendatangkan sakinah, mawaddah wa rahmah. Tetapi juga bernilai pahala disisi Allah swt. Ketika ridha Allah swt ditempatkan diposisi tertinggi dalam hati dan pikiran seorang muslim, maka masing – masing anggota keluarga akan berusaha maksimal dalam perannya.

Kalau tata cara berkeluarga memakai Islam sepenuhnya, saya pikir sulit untuk menemukan isteri yang berpenghasilan lebih tinggi dibanding suami. Karena alamiahnya manusia akan memperoleh hasil maksimal dalam bidang yang biasa digelutinya. Seorang suami yang profesional takkan kehabisan ide untuk bisa mencukupi kebutuhan keluarga.

Demikian juga seorang isteri, profesionalismenya akan ditunjukkan sebagai ahli manajemen keuangan keluarga, ahli gizi keluarga, ahli kesehatan keluarga, ahli penasehat suami, motivator bagi suami, ahli pendidikan anak dan lain sebagainya. Suami isteri dengan peran masing – masing akan senantiasa haus dengan ilmu. Bekal ilmu yang akan membuat orang kebanjiran ide untuk sukses di perannya masing – masing.

Kalau ditanya pengalaman saya ya kurang lebih seperti itu. Rasa tanggung jawab suami saya besar sekali. Beliau paham perannya. Bukan dia anggap beban yang bikin stress ya. Tapi justru memicu diri untuk lebih semangat dalam hidup. Sehingga suami saya haus ilmu tentang ide – ide bisnis. Alhasil pendapatannya makin lama makin naik. Kita juga sama – sama cari ilmu tentang manajemen keuangan keluarga.

Bagaimana menahan diri dari keinginan agar mengeluarkan uang hanya untuk kebutuhan. Bagaimana agar bisa menabung. Kapan kita dianggap layak beli barang – barang sekunder dan tersier. Sehingga alhamdulillah kami bebas utang dan bebas stress dari menumpuknya cicilan. Semakin bertambah penghasilan bukan untuk memenuhi gaya hidup, tapi untuk melaksanakan amal sunnah seperti bersedekah.

Dalam hal ini, bukan berarti Islam melarang isteri bekerja atau berbisnis. Bekerja bagi perempuan boleh – boleh saja dengan petunjuk tertentu dari Islam tentunya. Tapi titik fokus kegiatan suami dan isteri kan beda. Bekerja bagi isteri bersifat sambilan. Sementara bagi suami mencari nafkah jadi salah satu aktivitas utamanya. Jadi sekali lagi kalau petunjuk Islam tentang berumah tangga dijalankan semua, sulit bagi saya membayangkan penghasilan isteri lebih besar dari suami.

Okelah kita berandai – andai, isteri lebih lihai dalam hal marketing, sehingga bisa membesarkan bisnis dengan banyak karyawan. Nah dalam hal ini sikap suami pada isteri tetaplah suami sebagai pemimpin rumah tangga beserta segenap tugas – tugasnya. Demikian pula isteri. Hanya saja penghasilan isteri bukan menjadi hak anggota keluarga, kecuali dia bersekah.

Profil keluarga dambaan Islam memang tak banyak di zaman ini. Jarang suami yang terbentuk dengan sosok pemimpin. Sehingga mau tak mau isteri harus ikut berperan besar membantu keuangan keluarga. Ide – ide seperti kesetaraan gender pun mudah masuk untuk mempengaruhi. Ego pun mendominasi prilaku dalam keluarga. Alhasil bersikap pun bingung, mesti minta pandangan sana sini. Disinilah pe er kaum muslimin, bagaimana mengembalikan kehidupan kita ini agar sejalan dengan petunjuk Islam untuk meraih keberkahan hidup dan keselamatan di akhirat.

0 Comments

Post a Comment