https://id.pinterest.com/pin/439452876110668903/ |
Sepanjang sejarah umat manusia, tercatat
keluarga Nabi Ibrahim as menjadi salah satu yang terbaik. Suami, istri dan anak
sama ketaatannya pada Allah swt. Setengah mati setan berusaha menggoda mereka
agar berpaling dari ketaatan, namun mereka bergeming. Luar biasa.
Kisah ketaatan Ibrahim as, Siti Hajar dan Ismail as berupa peristiwa-peristiwa yang menjadi latar belakang Idul Adha diulang setiap tahunnya oleh umat Islam. Namun sepertinya umat ini belum benar-benar mengambil pelajaran dari kisah mereka. Kini sudah saatnya umat Islam memetik hikmah dari keluarga Ibrahim as. Saatnya menciptakan keluarga-keluarga masa kini yang berkarakter sebagaimana keluarga Ibrahim as. Setidaknya ada tiga karakter keluarga Ibrahim yang dapat diwujudkan oleh keluarga masa kini.
1. Ketaatan Secara Total
Adakah kisah dimana Ibrahim as sekeluarga menawar-nawar apa yang diperintahkan Allah swt kepada mereka? Jawabnya tidak. Mereka taat tanpa tapi. Padahal perintah Allah swt sesuatu yang berat sekali di hati. Bayangkan, Ibrahim as telah lama mendamba keturunan, namun setelah anak lahir justru diperintahkan Allah swt untuk disembelih. Adakah beliau mempertanyakan perintah Allah swt? Jawabnya tidak.
Ketika Ibrahim as menanyakan pendapat
isteri dan anaknya tentang isyarat perintah menyembelih sang anak dalam
mimpinya, apa respon mereka?
Siti Hajar dan Ismail bukan ketakutan ataupun marah. Namun mereka segera memastikan apakah itu perintah Allah swt atau bukan. Jika memang Allah swt memerintahkan demikian, maka mereka siap. Masya allah, ketaatan keluarga Ibrahim as menakjubkan.
Mewujudkan profil keluarga Ibrahim era kini, berarti meneladani ketaatan mereka. Sebagai umat Nabi Muhammad saw, melaksanakan syariah Islam secara keseluruhan adalah bentuk ketaatan hakiki. Mereka taat beribadah. Mereka menutup aurat dan berpakaian takwa. Mereka makan dan minum yang halal. Tidak terlibat riba. Menjalankan pendidikan Islam dalam keluarga. Baik dengan tetangga. Tak lupa mereka menjalankan kewajiban dakwah, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Mereka pun memanfaatkan perkembangan teknologi informasi sebagai sarana dakwah.
Sebab mereka sadari di zaman ini
telah berkembang kejahiliyaan dalam bentuk terabaikannya hukum-hukum Islam
berkaitan dengan negara. Mereka memahami bahwa tanggung jawab menegakkan
syariah secara kaffah juga ada di pundak mereka. Sehingga mereka tak
sekedar menciptakan kesalehan individu dan keluarga, namun juga berkontribusi
mewujudkan kesalehan masyarakat dan negara.
2. Berprasangka baik kepada Allah swt
Hebatnya ketundukan keluarga Ibrahin kepada Allah swt, diperintahkan melakukan perbuatan yang dalam pandangan manusia itu buruk, namun ia tetap taat. Meninggalkan istri bersama anak di tempat yang sunyi tanpa sumber daya kehidupan. Dalam pandangan manusiawi hal itu berarti si ayah tak bertanggung jawab. Tega. Tidakkah Ibrahim merasa Allah swt salah memberi perintah padanya?
Ditambah lagi Allah swt memerintahkan Ibrahim as menyembelih anaknya. Berarti membunuh anak sendiri. Tidakkah Ibrahim as protes terhadap perintah Allah swt yang dalam kaca mata kemanusiaan perbuatan buruk, karena menyakiti orang tersayang?
Namun sama sekali Ibrahim as tidak dihinggapi prasangka buruk pada Allah swt. Ia memahami dan amat meyakini Allah swt Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Tak mungkin Allah swt mencelakakan makhlukNya. Tak mungkin Allah swt memerintahkan sesuatu yang buruk dan menyakiti keluarganya.
Begitulah ketaatan seorang hamba yang mengenal betul Penciptanya. Segala yang berasal dari Allah swt pasti baik baginya. Maka keluarga Ibrahim zaman now adalah mereka yang menerima sepenuh hati segala perintah Allah swt. Ayah dan Ibu senantiasa menciptakan suasan keimanan dan ketaatan dalam rumah. Mengajarkan pada anak-anak bahwa apapun perintah dan larangan Allah swt pasti mengandung kemaslahatan
Mereka tidak mengikuti pandangan barat yang
mencoba mencitraburukkan ajaran Islam. Ajaran jihad, sistem sanksi, poligami,
Khilafah, dan lain sebagainya. Semuanya adalah ajaran Islam yang pasti
mengandung kebaikan. Demikianlah Allah swt juga menjelaskan tentang kebaikan
syariah Islam bila diterapkan secara kaffah. “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.” (QS. Al Anbiya: 107)
3. Berkorban Untuk Allah swt
Hikmah lainnya dari kisah hidup keluarga Ibrahim adalah tentang pengorbanan. Berkumpul bersama keluarga adalah momen paling membahagiakan. Sebaliknya hidup berjauhan dengan keluarga sungguh menyiksa. Merawat dan menyaksikan tumbuh kembang anak, bagi orangtua juga suatu peristiwa yang tak ingin dilewatkan. Ketika harus kehilangan momen tumbuh kembang anak, pasti sedih rasanya.
Namun ketika semua itu adalah perintah Allah
swt, maka Ibrahim as rela berpisah dengan anak dan isterinya. Ibrahim dan Hajar
pun rela kehilangan anaknya. Ismail juga rela disembelih sang ayah, sebagai
bukti taatnya pada Allah swt. Ya, semua dilakukan semata-mata demi ketaatan
pada Allah swt.
Di era jahiliyah modern saat ini, profil keluarga yang rela berkorban untuk Allah swt seperti keluarga Ibrahim as amat dibutuhkan. Islam butuh para pejuang. Terlebih hari ini kita sedang diuji Allah swt dengan pandemi covid-19. Penanganan pandemi ala kapitalisme sekuler telah menambah berat masalah kehidupan masyarakat. Krisis terjadi di berbagai bidang.
Seiring bertambahnya pasien covid-19, kebutuhan terhadap fasilitas kesehatan
yang lebih banyak benar-benar mendesak. Dibutuhkan pula keberadaan vaksin sesegera
mungkin untuk menghentikan laju pertambahan korban covid-19.
Sementara di sektor ekonomi, kemandegan hingga resesi menghantui. Pengangguran bertambah. Kemiskinan meningkat pula. Belum lagi masalah amburadulnya pelaksanaan pendidikan dengan metode belajar daring.
Siswa, wali murid dan guru sama-sama merasakan dampak kesulitan
pembelajaran daring tersebab minimnya perhatian pemerintah pada pemenuhan
fasilitas belajar. Dilengkapi dengan masalah rapuhnya ketahanan keluarga dan
kerusakan generasi yang terus bertambah parah.
Kebijakan new normal yang digadang-gadang mampu mengurangi dampak buruk keterpurukan ekonomi, justru memunculkan berbagai klaster baru penularan covid-19.
Artinya sudah menjadi kebutuhan mendesak bagi
umat untuk kembali pada syariah Islam kaffah. Islam adalah solusi bagi
permasalahan hidup kita hari ini. “Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.” (QS. al A’raf: 96).
Sayangnya kesadaran untuk kembali pada syariah Islam belum merata. Untuk itulah umat ini membutuhkan keluarga-keluarga muslim layaknya keluarga Ibrahim. Keluarga yang seluruh anggotanya ikut berjuang untuk menyadarkan umat agar menerapkan syariah dan menegakkan Khilafah.
Keluarga muslim yang rela berkorban waktu, tenaga, pikiran, harta bahkan nyawa untuk tegaknya agama Allah swt. Momen Idul Adha kali ini tepat sebagai momen meningkatkan kesadaran mewujudkan keluarga Ibrahim zaman now, yang seluruh anggotanya membina diri dengan ideologi Islam serta memperjuangkannya. Wallahu a’lam bishawab.
0 Comments
Post a Comment