Sunday, May 01, 2016

Jangan Maksa Dong


“Saat ini, semboyan tambah anak tambah rezeki bukan zamannya lagi. Karena situasi ekonomi sudah berbeda” (http://harian.analisadaily.com/kota/news/ Jumat, 29 April 2016)

Aduh, gimana ya, saya kok nyesek membaca potongan kalimat itu. Kok masih ada yang berprasangka kayak gini dan menyebarluaskan prasangkanya pada orang lain.

Bahwa setiap manusia ada rizkinya masing-masing, itu Allah Swt yang menyampaikan.  “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya. Dan Dia meengetahui tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)” (QS. Hud: 6). Subhanallah, binatang melata saja dijamin rezekinya oleh Allah Swt, apalagi manusia yang diserahi akal oleh Allah untuk berfikir dan berusaha menjemput rezeki dari Allah Swt.

So, kalau tiap manusia sudah ditetapkan oleh Allah Swt rezekinya, otomatis nambah anak nambah rezeki dong. Artinya slogan itu nggak salah dan nggak akan pernah salah. Sebab hukum Allah Swt berlaku hingga kiamat.

Bagai kehilangan akal, para penyeru yang mengatakan bahwa “semboyan tambah anak tambah rezeki bukan zamannya lagi”, termasuk di dalamnya pihak pemerintah telah membahayakan akidah umat Islam. Nggak boleh kan ya mengingkari satupun ayat-ayat Allah Swt. Nah kalau kita disuruh membuang semboyan tersebut, apa namanya? Jadi sepakat ya wahai orang-orang beriman, jangan ingkari ayat Allah Swt termasuk soal rezeki.

Kalau mau menjarangkan kelahiran anak atau terkena penyakit berbahaya semisal kanker yang mengharuskan untuk menghentikan potensi kehamilan pada diri kita ya boleh saja. Tapi kalau hendak membatasi kelahiran dengan keyakinan bahwa ayat Allah nggak cocok lagi untuk dijalankan zaman sekarang, waduh hati-hati deh sama akidahnya. Ya Allah jauhkanlah kami dari prasangka buruk terhadapMu. Engkaulah yang Maha Kuasa, Maha Tahu segalanya.


Lalu muncul pertanyaan, kenyataannya ekonomi memang susah, untuk mencukupi kebutuhan pribadi saja masih banyak yang kesulitan, apalagi punya anak dan banyak. Apa-apa serba mahal, trus darimana biaya sekolahnya? Nah biasanya itu yang dipikirin orangtua. Ingat ya, harga-harga kebutuhan pokok melangit dan biaya pendidikan mahal, belum lagi biaya kesehatan yang tak terjangkau kalau mau dapat pelayanan yang bagus.
Hemm, kalau solusi pribadi, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Pertama, sedari awal kita harus bisa membedakan mana kebutuhan mana keinginan. 

Kebutuhan adalah sesuatu yang harus dipenuhi oleh manusia, jika tidak dipenuhi maka akan mengakibatkan kematian. Kebutuhan utama pribadi kita adalah sandang, pangan, papan sebatas mampu membuat kita bertahan hidup. Sedangkan keinginan adalah segala yang dimau hasrat/perasaan/nafsu kita.

Punya baju yang bersih, rapi dan syar’i yang cukup dipakai berganti-ganti saat baju yang lain sedang di cuci, sudah oke. Nggak perlu kayak artis yang pakaiannya satu, dua atau tiga kali pakai trus nggak dipakai lagi, hingga harus punya banyak sekali pakaian. Intinya, jauhi gaya hidup mewah. Memenuhi kebutuhan hidup tu secukupnya, nggak berlebihan, nggak mubazir. Ini yang harus diperhatikan oleh para orangtua.

Kalau masalah pendidikan dan kesehatan, ini juga kebutuhan masyarakat pada umumnya. Nah, ketika sebagai pencari nafkah, ayah bekerja maksimal dengan halal disertai doa dan ketaatan pada Sang Pemberi rezeki, yakinlah bahwa Allah Swt akan memberi rezekinya dari arah yang tiada disangka-sangka. Itu juga janji Allah Swt dalam al Qur’an loh.

Para lelaki utamanya saat ini, memang tetap harus berusaha bertahan hidup, memenuhi kebutuhan hidup dan menjemput rezeki Allah semaksimal mungkin, tapi tak boleh lupa dengan tata kelola negara kita yang menyalahi syariat Allah Swt.

Hal-hal yang perlu kita sadari. Tiga hal yang saya sebutkan diatas, “harga-harga kebutuhan pokok melangit dan biaya pendidikan mahal, belum lagi biaya kesehatan yang tak terjangkau kalau mau dapat pelayanan yang bagus”

Ini bukan kondisi ideal yang dikehendaki Allah Swt. Rasullah Saw bersabda, “Pemimpin adalah pengurus, ia bertanggungjawab atas rakyat yang diurusnya” (HR. Ahmad).

Allah Swt mewajibkan pemimpin untuk bertanggungjawab penuh mengurus rakyatnya. Artinya pemimpin harus menjamin bahwa harga-harga kebutuhan pokok terjangkau. Pemimpin harus pula menjamin bahwa setiap individu rakyatnya mengenyam pendidikan dan kesehatan yang layak. Rasulullah Saw pernah mencontohkan sikap pemimpin yang baik, ketika meminta dokter yang dihadiahkan pembesar sebuah negara pada beliau untuk mengobati orang-orang yang sakit dari rakyatnya. Rasul juga menjadikan tebusan bagi tawanan perang yaitu satu orang tawanan perang mengajari baca tulis pada kaum muslim. Semua telah diatur Allah Swt, lewat syariah Islam.

Wajar saat ini ekonomi terlihat susah karena negara menerapkan sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonominya orang-orang rakus. Lalu demokrasi menetapkan negara tak boleh sepenuhnya mengurus rakyat. Hingga masalah kesehatan diserahkan pada BPJS, pendidikan diliberalisasi dan para pedagang besar bebas mempermainkan harga kebutuhan. Demokrasi pula yang mensahkan sumber daya alam negeri kita dirampok asing. Lengkaplah sudah. Ekonomi kapitalis, liberalisme, dan politik demokrasi berbasis sekuler rupa-rupanya biang keladinya.

Entah karena berpikir dangkal atau sengaja menyembunyikan, orang-orang itu memaksa kita menerima keadaan bahkan menyalahkan ayat Allah sebagai ayat yang sudah usang. Bukankah seharusnya sistem busuk kapitalis, demokrasi, sekuler yang harus diubah dengan syariah Allah? Makanya semakin-hari saya semakin yakin dengan seruan penegakan syariah dan Khilafah. Sebab semakin nyata di depan mata bagaimana tidak idealnya cara pandang dan cara hidup kebanyakan orang saat ini.

4 Comments:

  1. kasihan yang bertahun2 belum dikaruniai anak. belum apa2 udah sedih duluan baca statement "bukan jamannya lagi"

    ReplyDelete
  2. ia mbak..masih banyak yang ngebayangin rumahnya rame dengan anak-anak, tapi satupun belum di kasih sama Allah. Eh, jadi patah semangat dengan statement gituan.
    selain menjanjikan rezeki, banyak anak juga memperbesar peluang masuk syurga kan ya..ketika diantara anak kita syukur syukur semuanya sholeh trus doain ortunya kan selamat tuh..kalau ngejalani hidup normal kayak yang Allah Swt suruh, nggak ada masalah deh dgn yang namanya jumlah anak :)

    ReplyDelete
  3. Setuju, mbak Eva,, Alhamdulillah, Saya sedang hamil anak ke-Empat. Statement2 --Saat ini, semboyan tambah anak tambah rezeki bukan zamannya lagi. Karena situasi ekonomi sudah berbeda-- atau yg semacam itu tidak mempan di diri Saya mbak :-D
    Semoga mbak Eva cepet menular yaa, cepat diberi momongan, AMIN.. Salam kenal mba Eva.

    ReplyDelete