Monday, June 01, 2015

Jangan Suka Obral Janji




Cewek itu suka yang pasti-pasti saja. Nggak mau yang neko-neko. Sama persis kayak teman saya yang satu ini. Terjebak dalam hubungan pacaran, sesungguhnya yang ia dambakan adalah pernikahan. Dia tahu apa itu pacaran. Kapanpun lelaki itu mau ninggalin dia, bisa. Kalau nikah kan nggak segampang itu. Meski kini pun banyak pria yang seenaknya ninggalin keluarganya, namun tetap saja kenyamanan lebih terasa pada hubungan pernikahan. Sebab,pernikahan diakui Allah Swt.

Hubungan mereka udah hitungan tahun. PDKTnya udah sejak kelas satu SMA. Jadiankelas tiga, lalu pacaran hingga bertahun tahun lamanya. Sebenarnya, sejak tamat SMA dia gelisah. Dia ingin cepat dilamar pujaan hatinya. Tapi si cowok belum siap menikah. Mental belum siap, kantong apalagi. Gelisah si cewek dijawab dengan janji, “Iya kita nikah kalo tabungan udah cukup.” Cukupnya kapan? Standar cukupnya berapa tu tabungan? Nggak jelas. Tahun depan janji ditagih. Si cowok masih bilang, “Iya nanti, tabungannya belum cukup.”

Janji terus ditagih. Namun jawabannya adalah janji lagi. Genap sepuluh tahun usia pacaran mereka. Namun janji tak kunjung dipenuhi. Sepuluh tahun ngumpulin duit buat nikah,sekaligus mereka nabung dosa. Apalagi pakek acara tunangan segala. Tunangan yang diartikan hubungan setengah jadi. Mereka berdua merasa lebih leluasa berbuat lebih dari sebelumnya. Entah seperti apa gaya hubungan mereka. Entah sebebas apa. Entah dosanya sudah seberapa. Wallahu a’lam.


Kisah ini akan saya sandingan dengan ta’aruf. Banyak yang masih ngeyel, nikah itu wajib diawali dengan pacaran. “Kan nggak mungkin beli kucing dalam karung”. Pacaran jadi alasan mengenal pasangan, dengan tujuan akhir menikah.Tapi toh orang pacaran kebanyakan bukan untuk menikah dengan si pacar. Tapi hanya coba-coba. Kalo cocok, pada saatnya nanti lanjut ke pernikahan. Kalo nggak cocok, ya putus. Sementara, mereka menjalani hubungan dengan sangat erat. Kadang malah melebihi orang yang sudah menikah. Coba, pasangan suami istri saja jarang terlihat bermesraan saat mengendarai sepeda motor. Tapi yang lagi pacaran, di sepeda motor posisi mereka rapat kurang rapat.

Cowok yang lagi pacaran mayoritas diliputi keraguan melangkah ke jenjang berikutnya. Mereka sekali lagi, dari awal memang bukan orang yang siap untuk menikah. Mereka anggap hubungan itu mengalir bagai air, dijalani saja gitu. Mereka menunggu keadaan untuk siap, bukan menyiapkan diri.

Kalo toh akhirnya jadi menikah, tetap saja pacaran bukan jalan mengenal pasangan. Kalau sudah kenal, kenapa banyak dari mereka yang bercerai? Kalau sudah kenal, mengapa masih terkejut dengan kebiasaan hidup pasangan dan sulit menerimanya? Itu karena yang tampak saat pacaran bukanlah keadaan sebenarnya. Yang diperlihatkan cenderung yang baik-baik saja. kalau sudah menikah, baru deh ketahuan. Kalo gitu, buat apa pacaran?

Kalau pacaran itu konsep barat, ta’aruf adalah konsep Islam dalam mengenal pasangan. Ta’aruf itu tidak sama dengan pacaran. Ada orang yang anti Islam menyamarkan, menyebut hubungan pacaran yang tidak terlalu vulgar sama dengan ta’aruf. Tapi prilaku haram berlabel halal tetap nggak bisa menghapus hakikat keburukan.

Secara bahasa, ta’aruf artinya mengenal. Ta’aruf dalam hal ini, adalah mengenal dalam rangka untuk menikah. Kalo dasar dari pacaran adalah ketertarikan dengan lawan jenis semata, ta’aruf berbeda. Ta’aruf baru bisa dilakukan saat cowok sudah menyatakan keinginan untuk menikahi si cewek. Sederhananya,ta’arufdidahului dengan melamar si cewek. Kalo bahasa arabnya, melamar disebut khitbah.

Jadi, bukan ta’aruf namanya kalau dari awal si cowoknggakpunya azam(keinginan kuat)untuk segera menikah, nggak pakek lama. Bukan ta’aruf namanya kalo si cowok nggak nyiapin diribuat bekalhidup baru. Bukan ta’aruf namanya kalau si cowok belum menyatakan terang-terangan dengan orangtua si cewek bahwa dia mau anak gadis mereka jadi istrinya.

Bedanya lagi, interaksi antara keduanya. Pacaran cenderung nggak pakek aturan. Nggak ada cerita tanpa ketemu berduaan. Nggak mungkin tanpa jalan bareng. Nggak sah tanpa sering teleponan, smsan dan ngomong pakek sayang-sayangan. Yang diobrolin ngarul ngidul, nggak ada hubungan dengan cerita pernikahan. Kalo si cewek nyerempet ngomong tentang nikah, si cowok pasti mendadak pening. Tu dia, belum ada niat dan siap kepelaminan. Pokoknya,yang sesuai hawa nafsu deh yang dilakukan.

Kalo ta’aruf beda. Interaksinya wajib syar’i. Ya iyalah. Apa pantas diawal ikut aturan main dari Allah Swt, terus tahap berikutnya buat aturan sendiri? Nggak lucu dong. Ta’aruf pasca khitbah jadi jalan saling mengetahui akhlak, karakter dan pribadi masing-masing pihak. Keduanya harus memastikan apakah si calon pasangan berkepribadian Islam atau tidak. Apakah halal dan haram jadi standar perbuatannya atau tidak. Bagaimana perlakukan selama ini kepada orangtua, dan lain-lain. Hal ini untuk menguatkan hati. Karena seorang muslim sejati,tentu ingin membina keluarga sakinah, mawaddah, warahmah dan diberi limpahan berkah oleh Allah Swt.

Cara dapat bocoran tentang itu, bertanya pada pihak lain yang dipercaya bisa kasih informasi bermutu. Si cowok bisa tanya ke abang si cewek, paman si cewek, tetangga si cewek dan lain-lain. Begitu pula dengan si cewek, dia bisa tanya siapapun yang kira-kira bisa kasih gambaran tentang calon suaminya.

Kalau mereka berdua ngobrol apa nggak boleh? Boleh. Tapi Allah melarang mereka berduaan saja. Mereka harus disertai mahram saat bertemu. Hadist terkait sudah disinggung dalam kisah berjudul “Gara-Gara Gaul Tanpa Batas” di buku ini. Yang dibicarakan harus fokus pada hal yang berkaitan dengan pernikahan. Seperti, tinggal dimana setelah menikah? Gambaran rumahtangga seperti apa yang hendak dibangun? Tentang hak dan kewajiban suami istri, dan lain sebagainya.

Tentang kepastian menikah, baik pacaran dan ta’aruf sama, tak menjamin hal itu. Ikatan khitbah bukanlah ikatan nikah. Bila ternyata dalam masa ta’aruf ada yang merasa nggak berkenan, boleh mengakhiri ta’aruf. Tapi yang satu jalan kebaikan, satunya lagi jalan keburukan. Yang satu, jalan yang dapat menjaga kehormatan, satunya lagi menghinakan pelakunya.

Seorang berakal pasti pilih yang baik-baik. So, kalau kamu udah siap nikah, silahkan lakukan proses Islam menuju kesana. Kalau belum siap, jangan pernah jalani pacaran. Siapkan diri dulu dengan menimba ilmu Islam, memperbaiki amal dan berdoa agar diberi jodoh baik dunia akhirat.                               

0 Comments

Post a Comment