Friday, December 05, 2014

Dodol Pun Terkena Imbas Kenaikan Harga BBM

Picture by meymeylurf.blogspot.com
Saya suka dodol. Keluarga saya suka dodol. Kalau pulang kampung biasanya oleh-oleh yang dibawa adalah dodol. Tapi pulang kampung baru-baru ini, saya kecewa. Dodol fovorit saya tidak selezat biasanya. Kalau sebelumnya begitu lemak, menandakan santan yang digunakan cukup. Namun kini tidak terasa lagi lemaknya santan pada dodol itu. Kalau sebelumnya gula merah yang digunakan berjenis gula aren. Kini gula yang digunakan sepertinya gula merah kelas rendah. Kalau kata seorang kenalan saya yang pernah menyaksikan bagaimana pengolahan gula merah bukan aren, gula merah tersebut berbahan gula-gula kotor sisa dari pengolahan tebu mejadi gula putih. Rasanya memang tidak semanis biasanya. Ya, saya kecewa. Kalau difikirkan, kenapa ya harga dodol favorit saya tidak naik? Padahal rata-rata barang harganya naik terkena imbas kenaikan harga BBM.

Nah, saya teringat kata-kata pakar bisnis. Para pedagang punya dua pilihan dalam menghadapi dampak kenaikan harga BBM. Pertama, dengan naiknya harga bahan-bahan baku maka harga jual bisa dinaikkan. Karena kalau tidak dinaikkan harganya, bisa tekor. Resikonya, ketika harga dinaikkan bisa saja tingkat penjualan dodol akan menurun. Apalagi dodol memang bukan kategori kebutuhan pokok bagi masyarakat. Tidak makan dodol tidak jadi masalah. Maka untuk menghindari resiko seperti itu, masih ada satu pilihan lagi. Yaitu, kurangi kualitas barang. Maka bahan baku yang digunakan harus diganti dengan bahan-bahan yang lebih murah harganya. Jadi tidak perlu menaikkan harga. Mungkin ini yang dilakukan oleh pedagang dodol favorit saya. Dodol itu tidak lagi lemak karena kurang santannya. Dodol itu tak lagi semanis biasa karena tidak pakai gula aren asli. “Dodol itu lebih mirip rasanya dengan kue bakul khas cina yang sering dimakan saat imlek”. Itu kata keluarga saya. Kasihan ya. Dodol pun terkena imbas kenaikan harga BBM...

0 Comments

Post a Comment