https://memorandum.disway.id/ |
Kita tentu berharap para generasi muda
bisa menunjukkan berbagai prestasi yang membanggakan bagi orangtua mereka
khususnya, serta membanggakan bagi negara. Sebab masa muda masanya semangat
untuk berkembang. Energi para pemuda masih full, otaknya masih fresh,
mereka bisa fokus belajar dan menata diri jadi pribadi berbudi karena ruang
kehidupan mereka disediakan untuk belajar.
Pemuda berprestasi memang ada. Ada
pelajar yang mengikuti berbagai ajang perlombaan hingga berhasil menang. Tapi
jumlah mereka yang berprestasi tak seberapa dan prestasi mereka pun masih sebatas
akademik. Lebih banyak dari pemuda yang pantas dikeluhkan tingkah lakunya.
Moral para pemuda semakin buruk saja dari waktu ke waktu. Kali ini ada tren
baru di kalangan pemuda, menyayat tangan.
Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan
Kabupaten Magetan, Jawa Timur pada November tahun lalu, ada 870 orang siswa
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang menyayat
tangan mereka. (Kompas.com/03/11/2023)
Para siswa tersebut melukai tangan mereka
menggunakan potongan pecahan kaca, jarum dan penggaris. Alasan sebagian besar
siswa tersebut karena ikut – ikutan dengan teman. Sebagian lainnya mengaku
memiliki masalah dengan keluarga atau pacar. Kondisi mereka ada yang ringan,
sedang bahkan berat.
Umumnya orang tidak suka dengan rasa
sakit dan akan berusaha menghindari rasa sakit. Namun ratusan pelajar ini mau
merasakan sakit hanya karena ingin menunjukkan solidaritas pada temannya atau
stress menghadapi persoalan yang sebenarnya pasti ada jalan keluarnya. Hal
tersebut menunjukkan bahwa mental pemuda hari ini sedang tidak baik – baik
saja. Para pemuda masa kini bermental kerupuk. Tingkah lakunya payah.
Pihak terkait pun mencoba mengatasi
persoalan prilaku aneh para pelajar ini. Untuk siswa yang kondisnya ringan dan
sedang, telah diupayakan adanya pertemuan antara pihak sekolah, siswa dan
orangtua siswa. Sementara untuk para siswa yang kondisi mentalnya dianggap
cukup berat, telah disediakan psikolog untuk mendampingi mereka. Kabarnya belum
ada siswa yang mendatangi psikolog yang telah disediakan untuk mereka itu.
Ternyata masalah remaja tak sesederhana itu. Buktinya solusi yang diberikan pihak pemda berupa pertemuan pihak sekolah dengan orangtua siswa dan keberadaan psikolog tidak serta merta bisa menyelesaikan masalah.
Terlebih tren baru remaja yang berani menyakiti diri
sendiri dengan berbagai alasan tersebut hanya satu cabang masalah dari segudang
masalah remaja saat ini. Masih ada perundungan, pelecahan seksual, pergaulan
bebas, tawuran, narkoba dan lain sebagainya. Tentu ada akar masalah dari semua
masalah tersebut.
Sekulerisme menjadi biang keladi yang
layak disalahkan atas masalah remaja. Sekulerisme merupakan paham pemisahan
agama dari kehidupan. Paham tersebut diadopsi negeri ini dari barat. Alhasil
kehidupan masyarakat hari ini kental dengan nuansa kebebasan, tak mau diatur
agama meski mereka muslim yang memiliki Islam sebagai aturan hidup.
Sekulerisme telah melemahkan keimanan
kaum muslimin. Wajar jika remaja muslim menjadi pribadi yang jauh dari harapan
Islam. Usia remaja yang dalam pandangan Islam merupakan manusia baligh
yang sudah dibebani hukum halal haram dari agama malah tak mengerti bagaimana
caranya menyelesaikan masalah dengan Islam. Agama mereka sempurna, tapi mereka
malah menjadi pribadi yang suka ikut – ikutan, gampang menyerah dan mudah
stres.
Sekulerisme melahirkan gaya hidup liberal pada semua kalangan baik remaja itu sendiri, orangtua mereka, masyarakat pada umumnya hingga negara. Remajanya bermental lemah, orangtuanya mendidik dengan orientasi keduniaan.
Bagi orangtua yang paling penting adalah menyediakan uang
yang cukup serta menanamkan cita – cita keduniaan bagi anak – anak mereka.
Alhasil suasana rumah pun menjadi gersang dari kehangatan sebuah keluarga.
Ditambah lagi negara berasas sekuler
liberal telah menciptakan kurikulum pendidikan yang mendorong pelajar mencapai
kesuksesan sebatas akademik. Ujungnya mendapat pekerjaan dan memiliki hidup
yang mapan. Pembentukan karakter sesuai yang diinginkan agama malah dilupakan.
Dilengkapi dengan penerapan ekonomi
kapitalis yang juga lahir dari rahim sekulerisme membuat media lepas dari
kontrol negara. Semua tontonan bisa tersebar luas dengan mudahnya termasuk
tontonan kekerasan dan pornografi. Seperti tren menyayat tangan yang awalnya
tayang di media sosial tik tok dengan cepatnya viral dan ditiru oleh remaja
lainnya.
Berbeda halnya jika basis kehidupan kita
adalah akidah Islam. Ajaran Islam menghendaki kehidupan kita baik individu,
masyarakat dan negara terikat dengan al Quran dan as sunnah. Sebagai pelaksana
sistem Islam baik politik, ekonomi dan pendidikan, pemerintahan Islam akan
menjadi benteng yang kokoh bagi para pemuda.
Pemuda akan dibentuk menjadi pribadi
muslim yang cerdas dan bervisi akhirat melalui pendidikan dalam keluarga,
sekolah dan masyarakat yang berbasis Islam. Sehingga pemuda bentukan Islam
takkan melirik prilaku buruk yang berusaha mempengaruhi mereka. Dengan syariah
dan khilafah harapan mewujudkan generasi yang membanggakan akan dapat tercapai.
0 Comments
Post a Comment