Pegawai negeri banyak yang nganggur?
Jadi ingat masa –
masa aku dulu waktu SMK. Dulu saat kami Praktek Kerja Lapangan (PKL), dengar
cerita dari teman – teman yang dapat tugas di kantor pemerintahan ya gitu.
Mereka disuruh sama bapak dan ibu di kantor itu untuk fotokopi, buatkan teh dan
pekerjaan lainnya yang tidak berhubungan dengan jurusan sekolah kami.
Sementara terlihat oleh teman – temanku, banyak pegawai kantor disana
yang pagi – pagi minum kopi, baca koran dan merokok. Mereka tidak melakukan
pekerjaan apapun dalam waktu yang cukup lama, beberapa jam. Terkesan nganggur
sih memang.
Rupanya masalah semisal dibicarakan oleh menteri. Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar
Anas, mengatakan manajemen kerja Aparatur Sipil Negara (ASN) di setiap
Kementerian/Lembaga harus rutin dicek, agar tidak ada kesenjangan kerja
antar ASN. Beliau mengatakan bahwa kadang ada pegawai yang terlihat sibuk
sekali, namun ada juga yang nganggur.
Pegawai negeri yang pernah saya lihat tampak sibuk seperti di Bank
Perkreditan Rakyat (BRI), Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil
(Ditjen Dukcapil), Samsat dan semacamnya.
Menurut Pak Menteri, terjadinya kesenjangan manajemen kerja
tersebut terjadi lantaran kewenangannya tidak terbagi dengan baik, sehingga
pekerjaan tidak tercapai dengan optimal.
Nah, benar itu. Seharusnya jumlah pegawai memadai diletakkan di
tempat – tempat pelayanan publik dimana masyarakat biasanya berkumpul.
Sebaliknya, pada kantro – kantor yang tidak membutuhkan pegawai yang banyak,
jumlah pegawainya dipangkas. Terlihat ada usaha perbaikan memang, tapi tidak
optimal.
Pak Menteri menyoroti soal sistem merit di Kementerian dan Lembaga.
Sistem merit adalah proses mempromosikan dan mempekerjakan pegawai pemerintah
berdasarkan kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan, bukan pada koneksi
politik mereka. Setelah dilakukan pengecekan, ternyata sistem merit di berbagai
Kementerian dan Lembaga memang bermasalah.
Soal manajemen kepegawaian ini memang soal teknis. Sebenarnya mudah
diselesaikan. Tapi menurut saya kemauan itu yang kurang. Kepedulian pada tugas
sebagai pelayan masyarakat tidak maksimal disadari oleh para pejabat. Sehingga
masalah yang mudah diatasi pun bisa menjadi sulit. Begitulah, semua berangkat
dari kesadaran.
Disitu mulai berat masalahnya, karena semakin kesini manusia
semakin egois. Hal itu yang diajarkan oleh paham kapitalisme sekuler. Saat
hidup dijalani hanya untuk mengejar kenikmatan dunia, maka manusia akan cenderung
memikirkan kepentingan dirinya, tanpa mengkhawatirkan persoalan akhirat.
Mereka tak berpikir tentang amanah pekerjaan yang akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah. Alhasil, bekerja pun selalu tak optimal, mengabaikan kesungguh – sungguhan.
Referensi: liputan6.com
0 Comments
Post a Comment