Monday, July 31, 2023

Aksi Begal Marak Di Medan, Kenapa Ya?

TvOneNews.com

Salah satu tindak kriminalitas yang makin meresahkan Kota Medan adalah begal. Begal rampok rampok minimarket. Begal bunuh mahasiswa. 

Sekelompok begal keroyok bilal masjid. Pasutri dan jurnalis dibegal. Begal melancarkan aksinya dengan umpan perempuan. Itu diantara kasus kejahatan yang dilakukan begal di Kota Medan. 

Alhasil banyak berseliweran di medsos, anjuran untuk tidak keluar rumah larut malam bagi penduduk Medan. Khawatir kena aksi begal.

Tokoh muslim nasional Ustaz Ismali Yusanto (UIY) menyampaikan setidaknya ada 3 faktor penyebab kejahatan makin sadis.

Pertama, ada suasana di masyarakat yang seolah melumrahkan kejahatan.

“Satu faktor yang saya kira pantas untuk dituding sebagai pemicu terjadinya kejahatan adalah suasana yang membawa masyarakat kepada apa yang sering saya katakan sebagai lumrahisasi  kriminalitas,” ungkapnya di Focus To The Point: “Kriminalitas Makin Sadis, Ini Cara Mencegahnya” melalui kanal UIY Official, Kamis (27-7-2023).

Kenapa lumrahisasi kriminalitas bisa terjadi?

Masih menurut Ustaz Ismail, kata beliau karena orang kehilangan sensitifitas bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan dosa atau melanggar. 

“Kalau dalam bahasa agama, furqon (pembeda antara benar dan salah-red,) itu hilang,” katanya.

Kedua, hukum tak menimbulkan efek jera.

“Kalau di dalam bahasa agamanya itu disebut sebagai zawajir itu enggak ada!” tandasnya.

Bukankah hukum itu slogannya adalah memberi keadilan. Ini negara hukum. Tapi kenyataannya hukum mudah dipermainkan terutama oleh orang berduit. 

Hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Lagi pula hukum yang diberlakukan buatan manusia yang lemah. Hukum dari Allah Sang Pencipta manusia malah diabaikan

Faktor ketiga, adanya dorongan dari luar yang memicu kejahatan.

Kata Ustaz Ismail, adanya hal - hal seperti tontonan yang berbau kejahatan ikut berperan mendorong para penonton untuk melakukan kejahatan.

“Jadi tontonan itu sangat  berpengaruh karena ia punya fungsi persuasi yang luar biasa dalam alam berpikir,” imbuhnya.

Memang sih ya, tontonan yang ada makin lama makin kental  tujuan hiburannya. Kalau bukan acara hiburan musik dan joget - joget, pastilah sinetron yang ceritanya kedengkian, dendam, pengkhianatan ataupun memperlihatkan sifat - sifat buruk lainnya.

Saya sependapat dengan Ustaz Ismail, sangat disayangkan bahwa dengan kemajuan teknologi media sosial, tontonan sama sekali tidak ada yang memfilter, sehingga masyarakat dibomdardir tontonan yang akhirnya menjadi tuntunan.

“Saya melihat paling tidak tiga faktor itu. Tentu saja ada faktor lain, yaitu kerapuhan iman, kerapuhan ketaatan kepada Allah yang membuat akhirnya rasa takut untuk melakukan pelanggaran itu hilang,” tukasnya.

Intinya, prilaku seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor dalam dan luar. 

Ada niat dari dalam dan ada dorongan dari luar. Sehingga kedua faktor tersebut seharusnya dilakukan perbaikan.

Islam sudah mengajarkan bagaimana mencegah maraknya kejahatan, ya dari dua faktor itu. 

Dari sisi orangnya, Islam memiliki aturan tentang pendidikan, baik pendidikan oleh orangtua maupun lembaga pendidikan formal. Semua dilakukan harus dengan dasar keimanan dan aturan Islam. Jadi niat orang berbuat ya selalu untuk kebaikan.

Demikian pula dengan faktor luar, harus tercipta suasana islami di masyarakat. Lingkungan hidup kita dalam bernegara harus kenal halal haram. 

Hanya melakukan yang dihalalkan Allah dan menjauhi yang diharamkan Allah. Dari kehidupan individu, masyarakat dan negara harus mau dituntun oleh al Quran dan as Sunnah.

Menjalanlan Islam secara total artinya menutup pintu kejahatan. Ya iya. Pendidikan Islam membentuk pribadi yang baik. Ekonomi Islam mensejahterakan. 

Sanksi Islam membuat efek jera. Media yang diatur Islam hanya akan menampilkan tontonan - tontonan yang mengajak pada takwa. Politik Islam senantiasa mengayomi dan mengurusi rakyat hanya dengan hukum - hukum Islam

Kalau sudah demikian hebatnya cara Islam mencegah kejahatan, maka yang akan membuka pintu kejahatan adalah orang orang yang parah pribadinya, istilahnya produk gagal dari sistem yang baik. 

Pastinya mereka tidaklah berjumlah banyak, kejahatan yang dilakukan tak sering terjadi dan dengan mudah diatasi oleh negara

0 Comments

Post a Comment