Wednesday, August 02, 2023

Waduh, Gas LPG 3 Kg Langka

https://putatgede.kendalkab.go.id

Di daerah kamu mengalami kelangkaan gas elpiji 3 kg tidak?

Kalau di lingkungan rumah saya mengalaminya. Biasanya ke kedai dekat rumah sudah bisa mendapatkan elpiji 3 kg. Tapi beberapa minggu belakangan memang terjadi keresahan terkait urusan dapur emak emak ini. 

Elpiji 3 kg makin susah dicari. Hampir - hampir acara memasaknya emak terganggu. Belum sampai benar - benar tidak bisa memasak sih kalau pengalaman saya. Tapi kabarnya di daerah lain sampai harus beli nasi bungkus karena tidak bisa masak efek masalah ini.

Ada apa ya?

Saya baca - baca berita, ketemu alasan kenapa si melon langka di pasaran. Pihak PT. Pertamina beralasan hal itu terjadi karena ada peningkatan konsumsi masyarakat (CNNIndonesia,27-7-2023)

Katanya telah terjadi salah sasaran dalam penyaluran elpiji 3 kg. Menurut data pemerintah, ada 60 juta rumah tangga yang berhak menerima subsidi elpiji dari total 88 jita rumah tangga, atau sekitar 68℅. 

Tapi saat ini penjualan si melon mencapai 96℅. Artinya menurut pihak PT. Pertamina, ada subsidi yang salah sasaran.

Senada dengan Pertamina, presiden juga menyatakan bahwa elpiji 3 kg memang diperebutkan di lapangan. Gas elpiji 3 kg hanya untuk yang kurang mampu. (CNBC Indonesia, 24-7-2023)

Kalau mengamati di lapangan memang sih, rata rata orang sekarang memang pakai gas elpiji 3 kg. Termasuk ibu saya.

Sebelumnya ibu saya masak menggunakan gas elpiji 12 kg. Harganya dua ratusan ribu. Beberapa tahun lalu, kalau tidak salah ingat di masa covid lagi jaya jayanya, disitulah ibu saya ganti alat memasak jadi pakai gas elpiji 3 kg.

Itu juga mulanya dari melihat orang lain yang pakai mobil beli si melon. "Itu bermobil aja belinya yang 3 kg".

Dunia mengakui ya, kasus covid mengguncang perekonomian banyak negara termasuk Indonesia. Sekarang tidak bisa kita menilai kekayaan orang dari rumah dan mobilnya.

Banyak orang yang kelihatannya kaya tapi ternyata usahanya menurun dan banyak utangnya imbas covid. 

Harga - harga kebutuhan pokok pun naik. Iuran BPJS naik. Harga BBM naik. Belum lagi biaya anak sekolah yang juga naik. Harga gas elpiji non subsidi sendiri naik.

Makanya banyak orang miskin baru pasca covid, yakni orang - orang dari kalangan menengah yang turun pangkat.

Jadi kalau dikatakan subsidi salah sasaran, saya kok kurang setuju ya. Disamping memang ada orang kaya yang mampu beli gas nonsubsidi tapi pelit dan malah beli gas subsidi, saya pikir masih lebih banyak lagi mereka yang memang berusaha berhemat karena kesusahan hidup makanya pakai elpiji 3 kg bersubsidi.

Lagi pula ya dalam pandangan Islam, gas dikategorikan sebagai kepemilikan umum. Sesuai hadist Rasulullah saw. "Kaum muslim berserikat atas tiga hal, tanah, air dan api". (HR. Ahmad)

Gas tergolong api atau energi yang pengelolaannya menurut Islam wajib oleh negara untuk seluruh rakyat. Jadi tidak seharusnya ada pembagian gas subsidi dan non subsidi. Semua rakyat berhak mendapatkan gas bahkan dengan biaya yang semurah murahnya sebatas biaya pengolahannya saja atau kalau bisa gas elpiji didapatkan secara gratis.

Eh tetiba ada kabar gas elpiji 3 kg non subsidi berwarna pink nongol di medsos. 

Dari kemunculan si pink ini berargumenlah pihak PT. Pertamina.

Iya si pink memang dikeluarkan juga oleh pertamina. Untuk kalangan menengah ke atas. Ada berbagai ukuran. Termasuk yang 3 kg. Harganya satu tabung 56 ribu rupiah.

Harga segitu mengikuti harga pasar. Si pink punya keunggulan tersendiri. Ia dilengkapi dengan stiker hologram dan double spindle valve system sehingga lebih aman dan praktis.

Saya tidak enak hati dengan fakta ini ya. Pertama, alasan mengikuti harga pasar. 

Gas kan kekayaan alam kita ya. Kenapa harga jualnya mengikuti harga pasar internasional?

Nah itu, karena pengelola tambang gas negeri kita sebagian besarnya swasta dan swasta pakai harga internasional. Pertamina beli bahan baku gas dari swasta. Jadi deh harga gas elpiji non subsidi akan naik turun mengikuti harga pasar.

Kedua, adanya keistimewaan si pink. Keamanannya lebih terjamin dibanding yang bersubsidi. Ini kebiasaan kapitalisme yang tidak baik ya. Yakni pemberlakukan kasta ekonomi.

Siapa yang bayar lebih mahal, dapat fasilitas lebih baik. Kalau yang dijual bukan termasuk fasilitas yang selayaknya diberilan negara, ya tidak apa apa ya. Kualitas ditentukan oleh harga.

Tapi menyangkut bidang kesehatan, pendidikan dan kepemilikan umum seperti gas, itu menjadi kewajiban negara untuk menyediakan pada seluruh rakyatnya dengan kualitas yang sama dan gratis. Ini kalau merujuk pada pandangan Islam ya.

Kesimpulan saya, selama kapitalisme merajai negeri ini, sepertinya kita akan terus dihantui mahalnya harga harga kebutuhan deh.

0 Comments

Post a Comment