https://www.out.com/ |
Banyak orang memiliki niat baik untuk
bekerja demi orang – orang yang disayangi. Namun tak sedikit dari mereka yang
ogah melengkapi niat baik itu dengan cara yang benar. Bahkan, hari ini kata
benar dan salah semakin tabu digunakan.
Kata benar dan salah dianggap perusak
suasana. Kata benar dan salah dituduh milik orang yang menganggap dirinya suci,
suka menjugde orang. Setiap orang punya alasan tersendiri untuk berbuat
sesuatu.
Orang itu yang tahu sejauh apa resiko
dari perbuatannya. Jadi jangan beri nilai seseorang dengan kata ‘salah’,
sehingga kau terkesan merasa paling benar. Begitu deh jika orang sudah
terjangkiti paham individualis liberal.
Tentu orang – orang yang anti terhadap
penilaian benar salah ini tak perlu diikuti. Sebab ada petunjuk tentang benar
salah dalam agama. Al Quran dengan jelas disebutkan Allah sebagai furqan (al Baqarah ayat 53), yakni pembeda antara yang
benar dan salah.
Orang – orang yang menilai fakta
berdasarkan al Quran dan as Sunnah bukan menilai dari sudut pandang dirinya,
tapi memberi nilai sesuai pelajaran yang diberikan oleh guru di majelis kajian
Islam.
Gunanya mengaji adalah untuk mengenali
perbuatan yang benar dan salah. Sehingga kita bisa berusaha menghindari yang
salah, dan berusaha melakukan yang benar.
Dalam satu kajian yang ku ikuti,
disampaikan, berdasarkan al Quran surat al Mulk ayat 2, Fudhail bin Iyadh
menyebutkan bahwa amal yang terbaik itu harus memenuhi 2 syarat. Pertama, niat
ikhlas berbuat karena Allah swt. Kedua, caranya benar sesuai al Quran dan as
Sunnah.
Kembali pada bahasan tentang bekerja
seperti yang aku sampaikan di atas, bahwa banyak orang bekerja hanya
memperhatikan niat baik. Mereka bekerja bukan untuk kesenangan diri sendiri,
tapi untuk kebahagiaan orang – orang yang dicintai.
Niat yang seperti itu saja, kalau tak
menyertakan Allah di dalamnya, sebenarnya juga belum dikatakan niat yang ikhlas
dalam pandangan Islam. Tapi okelah, kita katakan saja, niat bekerja untuk
keluarga itu baik.
Tapi tentang cara, banyak yang rela
melakukan apapun asal diri dan keluarganya bisa makan. Satu contoh yang ingin
aku singgung disini adalah tentang Drag Queen. Seorang drag queen bercerita di
sebuah acara di Televisi.
Dia menjelaskan bahwa drag queen itu
artinya ratu palsu. Yaitu, sebuah profesi dimana seorang cowok yang kalau dia
lagi kerja memakai kostum cewek. Seperti profesi lipsing, Master of Ceremony
(MC) dan lain – lain.
Si drag queen satu ini berprofesi sebagai
MC dan bila diminta, bersedia melakukan lipsing dan promo untuk radio juga. Awal
dapat ide jadi MC drag queen, karena ada yang bilang ke dia kalau ngemci pakai
dandanan perempuan bakal lebih laku.
Dia sudah menghayati perannya. Sudah
bertingkah seperti perempuan dengan pakaian dan dandanannya. Meskipun dia
mengaku masih lelaki tulen yang suka perempuan.
Dia merasa tak ada yang salah dengan
perbuatannya. Sebab baginya itu hanyalah pekerjaan di bidang seni. Dia anggap
seni itu bebas nilai. Ya, selain drag queen, ntah apalah sebutannya, tapi
memang makin banyak saja lelaki berpenampilan perempuan demi profesi, terutama
di bidang seni. Semisal mak beti dan lainnya.
Menurut Islam, tak ada jenis pekerjaan
yang bebas nilai. Semua perbuatan muslim ada aturannya. Dalam hal bekerja, Allah
swt meminta manusia untuk mencari rezeki dengan cara yang halal. Firmah Allah
swt:
“Hai sekalian manusia, makanlah yang
halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata
bagimu.” (Al-Baqarah: 168)
Rasulullah saw bersabda: mencari
rezeki yang halal hukumnya wajib atas setiap orang Muslim (HR Thabrani).
Pekerjaan halal itu bukan hanya soal jenis pekerjaannya, tapi juga cara bekerja. Meski ngemci di acara pernikahan boleh, tetapi jika mc-nya lelaki yang berpenamilan perempuan, tetap dikatakan si lelaki bekerja dengan cara tidak halal.
Terkadang, meski sudah menyadari pekerjaan semacam itu
dilarang agama, tetap saja dilakukan karena merasa terpaksa. Cari pekerjaan
sekarang sulit. Sudah bisa dapat kerja harus dipertahankan dong.
Nah, disini keimanan terhadap rezeki dan tawakkal menjadi
yang utama. Rezeki itu dari Allah, dan setiap orang memiliki jatah rezekinya
masing – masing. Orang yang bertakwa kepada Allah swt akan diberi rezeki dari
arah yang tiada disangka-sangka.
Siapa yang bertawakkal kepada Allah, akan dicukupi kebutuhannya oleh Allah swt. Janji itu disampaikan Allah swt dalam al Quran, diantaranya surat at Talaq ayat 2-3.
Maka keyakinan semacam itu akan membuat seorang muslim
optimis mengusahakan segala sesuatu yang halal. Meski di awal prospeknya belum
tampak. Walau orang – orang sekitar meragukan. Asalkan Allah ridha, yakin rezeki
pasti didapatkan.
Masya allah, bila setiap muslim mengerti hal ini, mereka akan
menghindari pekerjaan – pekerjaan yang buruk ya.
Sayangnya kehidupan sekuler hari ini
membuat kita terlena untuk menikmati segala sesuatu tanpa mempertimbangkan
keridha-an Allah swt. Budaya liberal dari luar merasuki kaum muslimin, hingga
lebih takut kehilangan dunia daripada kehilangan ridha Allah swt.
Semoga dengan kegigihan para pendakwah mengajak hijrah, makin banyak yang sadar deh ya. Aamiin.
0 Comments
Post a Comment