Tepatnya pada Selasa, 19 April 2022 pukul
08.30 hingga 11.45 Komunitas Revowriter mengadakan agenda Webinar bertajuk Jurnalis
Muslimah Dalam Kancah Dakwah. Hal ini dalam rangka milad ke 10 dari komunitas
keren ini. Aku salah satu pesertanya.
Flash back sedikit tentang hubunganku
dengan komunitas kepenulisan ini. Sekitar tahun 2012 aku mulai mencintai
aktivitas menulis. Terutama menulis opini keislaman guna menunjang dakwah Islam
kaffah.
Aku menemukan wadah kepenulisan yang
kuanggap cocok denganku. Dia-lah Komunitas Revowiter, yang awalnya dulu bernama
Belajar Nulis. Jadi aku termasuk angkatan pertama dari komunitas ini.
Semakin lama komunitas ini semakin besar.
Karena keaktifan foundernya merekrut anggota. Hingga kini, Komunitas Revowriter
telah menelurkan sekitar seribuan penulis ideologis. Dengan berbagai genre
tulisan baik non fiksi maupun fiksi.
Kalimat-kalimat yang berikutnya ini akan
selalu ku ulang kalau cerita soal kiprah kepenulisan. Yaitu, aku malu dengan
para penulis lainnya seangkatanku, yang sudah berkarya untuk Islam dengan
produktifitas menulis yang tinggi.
Lebih malu lagi dengan penulis-penulis
ideologis angkatan setelahku yang gabung di revowriter. Mereka cepat sekali
berkembang. Jauh lebih kreatif dan produktif menghasilkan tulisan. Kadang
semangatku mengejar mereka menggebu-gebu.
Namun tak lama semangat itu padam
terbentur berbagai aktivitas lainnya dalam kehidupanku. Yup, ini pe er yang
harus terus berusaha aku taklukkan. Mungkin aku tak bisa sehebat mereka. Tapi
aku bisa menjadi lebih baik dari diriku yang kemarin-kemarin. Harus bisa.
***
Kembali ke agenda milad Komunitas
Revowriter. Hadir sebagai nara sumber dua tokoh yang sudah berpengalaman di
dunia kepenulisan. Pertama, Hanibal Wijayanta. Beliau seorang Wartawan Senior
TV-One sekaligus aktivis dakwah. Pernah bekerja di Harian Forum Keadilan dan
Majalah Tempo. Kedua, Iwan Januar, seorang penulis aktif dan inspirator.
Saat pembicara pertama bicara, aku
terserang kantuk yang hebat. Jadi tidak banyak yang bisa diingat dari pemaparan
beliau. Seingatku, beliau bercerita tentang peran media dalam berbagai periode
pemerintahan. Dari zaman orde lama hingga orde reformasi.
Rata-rata media yang kritis pada
pemerintah di setiap zamannya menghadapi tantangan yang cukup besar. Namun tak
selayaknya pejuang pena gentar menyuarakan kebenaran.
Apalagi muslim, yang memiliki kewajiban
berdakwah dari Allah swt. Dakwah lisan dan tulisan akan memiliki pengaruh
terhadap perubahan. Maka saat ini, ketika teknologi komunikasi sosial semakin
canggih, dengan kemunculan berbagai platform media sosial, seperti tiktok,
youtube dan lain sebagainya, para aktivis Islam harus mampu memanfaatkan sarana
yang ada untuk dakwah.
Pesan penting Ustaz Hanibal, “Penulis harus rajin membaca, bukan hanya mengkaji Islamnya. Lalu mampu mengedit, dan mengambil gambar atau video, yaitu membuat text singkat untuk mentransformasikan tulisan dalam bentuk konten yang menarik. Karena tugas makin berat dan bervariasi.
Sementara pembicara kedua berbicara soal
kode etik penulis muslimah saat ini. Tentu yang pertama sekali adalah niatkan
menulis untuk amal dakwah. Sehingga menulis dilakukan dengan sungguh-sungguh.
Poin penting lainnya, menulis itu tetap terikat dengan syariat. Ada hisabnya kelak. Jadi harus lebih berhati-hati dalam mengolah tulisan. Jangan mudah percaya dengan informasi yang beredar. Karena sekarang banyak informasi hoax. Teliti dulu.
Lalu buatlah tulisan yang berisi
informasi benar dan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Lalu sajikan
tulisan dengan bahasa yang mencerdaskan, bukan bahasa yang terkesan nyinyir.
Menyejukkan, bukan provokatif.
Diingatkan pula oleh beliau, para muslimah
punya peran penting di dunia nyata. Mereka adalah isteri, ibu, anak dan anggota
masyarakat. Sehingga tak boleh keasyikan di dunia maya, lalu lupa dengan tugas
di dunia nyata.
Sahabat Rasulullah saw pun ada yang ditegur karena keasyikan beribadah. Artinya, Islam mengehendaki agar muslim bisa hidup seimbang, melaksanakan semua peran dengan baik sesuai aturan Allah swt.
0 Comments
Post a Comment