Tuesday, January 11, 2022

Ternyata Imam Syafi’i Punya Guru Perempuan, Siapa Dia?

 


Amazing muslimah masa peradaban Islam bukan hanya bertaburan di masa hidup Rasulullah saw. Karena masa setelahnya pun para muslimah tetap luar biasa. Menjadi muslimah hebat versi Islam tidak harus dididik langsung oleh Rasulullah saw.

Sebab sepeninggal sang nabi tercinta, ada warisannya yang bisa dinikmati umat manusia dari masa ke masa. Rasulullah saw bersabda:

“Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara [pusaka]. Kalian tidak akan tersesat selama-lamanya selagi kalian berpegang teguh pada keduanya, yaitu Kitab Allah (Alquran) dan sunah Rasul.” (HR Malik, Muslim dan Ash-hab al-Sunan).

Ini yang dipahami oleh umat Islam sepeninggal nabi. Ada al Quran dan as Sunnah sebagai petunjuk hidup. Jadi meski nabi lebih dulu dipanggil Allah swt, dengan keduanya hidup manusia tetap bisa terarah menuju surga Allah swt.

Salah satu amazing muslimah itu kali ini adalah Sayyidah Nafisah. Nama lengkapnya Nafisah binti al-Hasan al-Anwar bin Zaid al-Ablaj bin al-Hasna bin Ali bin Abi Thalib.

Keturunan Rasulullah saw

Dari silsilah keturunannya, dapat kita ketahui kalau Nafisah adalah keturunan sahabat Ali bin Abi Thalid dan keturunan Rasulullah saw dari jalur Fatimah. Makanya Nasifah digelari sayyidah.

Beliau lahir di Mekkah sekitar pertengahan Rabiul Awal tahun 145 Hijriyah. Saat usianya lima tahun, ayahnya diangkat oleh Khalifah Abu Ja’far al-Manshur menjadi gubernur di Madinah. Keluarganya pun kemudian hijrah ke Madinah.

Ahli Ilmu dan Ahli Ibadah

Aktivitas Sayyidah Nafisah di Madinah bisa dibilang full ibadah dan belajar. Tempat biasa ia datangi disana adalah Raudhah. Disana dia berzikir, berdoa sambil menangis.

Disana pula ia bertegur sapa serta ngaji dengan beberapa ulama perempuan dari kalangan sahabat maupun tabi’in. Di waktu lainnya dia pun tak lupa berziarah ke makam Rasulullah saw.

Giatnya Sayyidah Nafisa belajar membuatnya menguasai berbagai ilmu seperti al Quran, fikih, tafsir, dan hadis. Ia pun dijuluki Nafisah al-ilm (nafisah si perempuan berilmu).

Dalam perjalanannya, Sayyidah Nafisah semakin menunjukkan kebaikan. Sehingga julukan untuk dirinya ditambahkan masyarakat, menjadi Nafisah al-Ilm wa Karimah ad-Darain (nafisah si perempuan berilmu dan mulia dunia akhirat).

Julukan lainnya untuknya adalah Abidah Zahidah (orang yang tekun beribadah). Sebagian orang memandangnya sebagai wali perempuan dengan sejumlah karamah.

Aktivitas Sayyidah Nafisah menarik bagi yang mengenalnya. Setiap tahun ia pergi berhaji ke Mekkah. Ia pergi dengan berjalan kaki sambil berpuasa dan salat malam. Ini dilakukannya selama tiga puluh tahun.

Ia selalu berdoa pada Allah swt agar diberi nikmat hanya dengan ridha Allah swt saja. Keponakan Sayyidah Nafisa yakni Zainab, bersaksi bahwa selama 40 tahun hidupnya ia selalu melihat bibinya salat malam dan berpuasa setiap hari kecuali hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa.

Menjadi Guru Dari Imam Syafi’i

Nama Sayyidah Nafisah sebagai perempuan saliha yang ahli ilmu meluas kemana-mana. Ia bertemu dengan jemaah haji dari luar daerahnya. Dirinya pun meluaskan langkah. Hingga namanya menjadi semakin terkenal.

Dia pernah tinggal di Mesir. Disini, rumahnya setiap hari dikunjungi para ulama untuk mendengarkan pengajian oleh dirinya. Disini pula ia bertemu Imam Syafi’i.

Setelah lima tahun Sayyidah Nafisah tinggal di Mesir, Imam Syafi’i yang sudah sejak lama mendengar keharuman nama Nafisah, berkunjung ke rumahnya. Imam Syafi’i ingin juga belajar kepadanya.

Mereka pun mengadakan kajian rutin. Tentunya pertemuan mereka sesuai aturan syariah, yakni berkomunikasi dengan dibatasi oleh hijab. Konon diceritakan bahwa Imam Syafi’i paling sering mengaji fikih kepada Sayyidah Nafisah.

Dua ulama besar ini sering terlibat diskusi dan saling mengangumi keilmuan masing-masing mereka.

Perempuan Mulia Dalam Naungan Sistem Islam

Untuk kesekian kalinya sejarah membuktikan baiknya perlakukan Islam pada kaum perempuan. Hukum-hukum Islam yang dijalankan dala seluruh aspek termasuk negara, tetap memberi ruang bagi perempuan untuk berkarya.

Bahkan karya perempuan dalam peradaban Islam membuatnya mulia di dunia dan akhirat. Ia tak perlu mengeksplotasi tubuhnya untuk kebutuhan ekonomi atau menjadi terkenal.

Namun ajaran Islam membentuknya menjadi pribadi muslimah yang bahagia dengan berkarya untuk Allah swt. Sementara kebutuhan ekonominya telah dijamin oleh negara dengan mekanisme politik ekonomi Islam.

Adakah peradaban yang lebih baik memperlakukan perempuan daripada peradaban Islam?

Referensi: https://www.facebook.com/MuslimahNewsCom/photos/a.820025648175252/2057421471102324/

0 Comments

Post a Comment