Amazing muslimah masa peradaban Islam
bukan hanya bertaburan di masa hidup Rasulullah saw. Karena masa setelahnya pun
para muslimah tetap luar biasa. Menjadi muslimah hebat versi Islam tidak harus
dididik langsung oleh Rasulullah saw.
Sebab sepeninggal sang nabi tercinta, ada
warisannya yang bisa dinikmati umat manusia dari masa ke masa. Rasulullah saw bersabda:
“Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara [pusaka]. Kalian tidak akan tersesat selama-lamanya selagi kalian berpegang teguh pada keduanya, yaitu Kitab Allah (Alquran) dan sunah Rasul.” (HR Malik, Muslim dan Ash-hab al-Sunan).
Ini yang dipahami oleh
umat Islam sepeninggal nabi. Ada al Quran dan as Sunnah sebagai petunjuk hidup.
Jadi meski nabi lebih dulu dipanggil Allah swt, dengan keduanya hidup manusia tetap bisa
terarah menuju surga Allah swt.
Salah satu amazing muslimah itu kali ini adalah Sayyidah Nafisah. Nama lengkapnya Nafisah binti al-Hasan al-Anwar bin Zaid al-Ablaj bin al-Hasna bin Ali bin Abi Thalib.
Keturunan Rasulullah saw
Dari silsilah keturunannya,
dapat kita ketahui kalau Nafisah adalah keturunan sahabat Ali bin Abi Thalid
dan keturunan Rasulullah saw dari jalur Fatimah. Makanya Nasifah digelari
sayyidah.
Beliau lahir di Mekkah sekitar pertengahan Rabiul Awal tahun 145 Hijriyah. Saat usianya lima tahun, ayahnya diangkat oleh Khalifah Abu Ja’far al-Manshur menjadi gubernur di Madinah. Keluarganya pun kemudian hijrah ke Madinah.
Ahli Ilmu dan Ahli Ibadah
Aktivitas Sayyidah Nafisah di
Madinah bisa dibilang full ibadah dan belajar. Tempat biasa ia datangi
disana adalah Raudhah. Disana dia berzikir, berdoa sambil menangis.
Disana pula ia bertegur sapa
serta ngaji dengan beberapa ulama perempuan dari kalangan sahabat maupun tabi’in.
Di waktu lainnya dia pun tak lupa berziarah ke makam Rasulullah saw.
Giatnya Sayyidah Nafisa
belajar membuatnya menguasai berbagai ilmu seperti al Quran, fikih, tafsir, dan
hadis. Ia pun dijuluki Nafisah al-ilm (nafisah si perempuan berilmu).
Dalam perjalanannya, Sayyidah
Nafisah semakin menunjukkan kebaikan. Sehingga julukan untuk dirinya
ditambahkan masyarakat, menjadi Nafisah al-Ilm wa Karimah ad-Darain (nafisah si
perempuan berilmu dan mulia dunia akhirat).
Julukan lainnya untuknya
adalah Abidah Zahidah (orang yang tekun beribadah). Sebagian orang memandangnya
sebagai wali perempuan dengan sejumlah karamah.
Aktivitas Sayyidah Nafisah
menarik bagi yang mengenalnya. Setiap tahun ia pergi berhaji ke Mekkah. Ia
pergi dengan berjalan kaki sambil berpuasa dan salat malam. Ini dilakukannya
selama tiga puluh tahun.
Ia selalu berdoa pada Allah swt agar diberi nikmat hanya dengan ridha Allah swt saja. Keponakan Sayyidah Nafisa yakni Zainab, bersaksi bahwa selama 40 tahun hidupnya ia selalu melihat bibinya salat malam dan berpuasa setiap hari kecuali hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa.
Menjadi Guru Dari Imam Syafi’i
Nama Sayyidah Nafisah sebagai
perempuan saliha yang ahli ilmu meluas kemana-mana. Ia bertemu dengan jemaah
haji dari luar daerahnya. Dirinya pun meluaskan langkah. Hingga namanya menjadi
semakin terkenal.
Dia pernah tinggal di Mesir. Disini,
rumahnya setiap hari dikunjungi para ulama untuk mendengarkan pengajian oleh
dirinya. Disini pula ia bertemu Imam Syafi’i.
Setelah lima tahun Sayyidah
Nafisah tinggal di Mesir, Imam Syafi’i yang sudah sejak lama mendengar keharuman
nama Nafisah, berkunjung ke rumahnya. Imam Syafi’i ingin juga belajar
kepadanya.
Mereka pun mengadakan kajian
rutin. Tentunya pertemuan mereka sesuai aturan syariah, yakni berkomunikasi
dengan dibatasi oleh hijab. Konon diceritakan bahwa Imam Syafi’i paling
sering mengaji fikih kepada Sayyidah Nafisah.
Dua ulama besar ini sering terlibat diskusi dan saling mengangumi keilmuan masing-masing mereka.
Perempuan Mulia Dalam
Naungan Sistem Islam
Untuk kesekian kalinya
sejarah membuktikan baiknya perlakukan Islam pada kaum perempuan. Hukum-hukum
Islam yang dijalankan dala seluruh aspek termasuk negara, tetap memberi ruang
bagi perempuan untuk berkarya.
Bahkan karya perempuan
dalam peradaban Islam membuatnya mulia di dunia dan akhirat. Ia tak perlu
mengeksplotasi tubuhnya untuk kebutuhan ekonomi atau menjadi terkenal.
Namun ajaran Islam
membentuknya menjadi pribadi muslimah yang bahagia dengan berkarya untuk Allah
swt. Sementara kebutuhan ekonominya telah dijamin oleh negara dengan mekanisme
politik ekonomi Islam.
Adakah peradaban yang lebih baik memperlakukan perempuan daripada peradaban Islam?
Referensi: https://www.facebook.com/MuslimahNewsCom/photos/a.820025648175252/2057421471102324/
0 Comments
Post a Comment