Saturday, January 29, 2022

Kita Hidup Di Era Flexing

 

https://www.okezone.com/


Dalam channel Youtube-nya ProfesorRhenald Kasali, Ph.D. ikut mengomentari fenomena flexing yang populer di kalangan pengguna media sosial. Aku sendiri baru tahu sih istilah flexing.

Kudet ya aku. Yang usianya lebih tua dari aku aja ngeh sama istilah-istilah kekinian. Hemm. Flexing merupakan bahasa gaul yang artinya pamer. Istilah itu digunakan untuk menyebut orang-orang yang suka memamerkan kekayaan di media sosial.

Wah ternyata aku udah kenal prakteknya, tapi nggak tahu istilah penyebutannya. Entah siapa yang memulai, tontonan kemewahan dalam bentuk makan-makan, jalan-jalan dan pakai barang-barang branded kini bertaburan.

Home tour ke rumah orang-orang yang disebut sultan atau crazy rich termasuk juga disini. Ada acara khususnya juga di televisi. Tontonan pamer kemewahan makin banyak karena penontonnya juga banyak.

Aku juga termasuk kali ya. Hehehe. Aku sesekali nonton home tour. Jadi tahu deh, ada artis anak pengusaha yang di rumahnya ada masjid pribadi. Sangking kayanya, masjid buat dipakek sendiri bersama keluarga dan barangkali tamu-tamu yang datang kesana.

Padahal dalam Islam, masjid itu milik umum ya. Masjid bagian dari syi’ar Islam. Kalau yang dimiliki pribadi itu namanya mushalah dan harusnya bangunannya lebih kecil dari masjid. Kan yang pakai juga sedikit.

Sebenarnya kalau si crazy rich ikhlas wakaf masjid, dia bakal untung besar. Dia akan menerima pahala jariyah sampek kiamat nanti ya. Sayangnya semangatnya beribadah tak dibarengi ilmu. Jadi saat ingin beramal salih, malah salah.

Bagi orang-orang yang punya filter pemahaman, menonton kemewahan seperti itu mungkin tak begitu masalah ya. Karena mereka mampu mengambil baiknya dan membuang buruknya.

Yang jadi masalah adalah ketika para penonton aksi flexing adalah orang-orang bodoh, yang ingin memiliki kemewahan tapi tak mampu meraihnya dengan jalan yang wajar. Akhirnya ada dari mereka yang memakai cara-cara buruk untuk dapat harta.

Mereka itulah yang pura-pura kaya. Profesor Rhenald menjelaskan, ada penyedia jasa sewa untuk barang-barang bermerk. Barang-barang mewah sewaan itu dipakai orang dengan berbagai tujuan. Dari sekedar pamer hingga untuk melakukan penipuan.

Profesor Rhenald mencontohkan tentang penipuan yang pernah dilakukan oleh pengusaha travel umrah. Sebelum ketahuan belangnya, pengusaha travel itu menunjukkan foto-foto kehidupannya yang berlimpah harta.

Hal itu dilakukannya untuk membangun trust publik. Setelah kepercayaan publik dimiliki dan banyak yang deposit ke mereka untuk biaya perjalanan umroh, maka disitu mereka menyelewengkan hak nasabah lalu pergi bersenang-senang.

Flexing bukan menjamur di Indonesia saja, tapi sudah mendunia. Bahkan awalnya yang ngajarin pamer di sosial media ya orang asing. Contoh flexing tapi kaya boongan kayak yang ada di Cina. Disana ada komunitas sosialita yang dibentuk untuk tujuan mengelabui pria kaya, agar bisa dinikahi. 

Profesor Rhenald pun menyebutkan ciri orang kaya yang sebenarnya. Katanya orang kaya yang asli itu tidak suka pamer. Penampilannya biasa saja. Selain karena menjadi kaya bagi mereka bukan sesuatu yang wah lagi, pamer kekayaan juga ada bahayanya.

Entar bisa dicolek sama dirjen pajak, ribet urusannya. Eits, ternyata ada alasan tersembunyi dibalik itu ya. Hehe

***

Kalau pengalaman saya, sebenarnya prilaku pamer kemewahan bukan hal yang baru. Sebelum media sosial booming, hal itu sudah ada di masyarakat kita. Paling tidak itu terjadi di kumpulan arisan ibu-ibu.

Di sekitarku, arisan diidentikkan dengan ajang pamer pakain baru dan perhiasan. Dandanan juga berlomba-lomba menor-menoran. Dibumbui pula dengan gosip. Yang nggak kuat bakal mundur deh dari kumpulan tersebut.

Belakangan kumpulan ibu-ibu bergeser ke nuansa religi. Masih tetap ada unsur pamer pakaian baru dan gosip, tapi lumayan karena ada sesi ceramah ustaz. Bisa jadi ajang menambah ilmu juga.

***

Ustaz Adi Hidayat bercerita, pada masa jahiliyyah ada dua kubu dikalangan Suku Quraisy yang suka bersaing dalam hal kemewahan. Mereka adalah Bani Abdu Manaf dan Bani Sahm.

Keduanya sering kali menunjukkan kehebatan, kemuliaan dan kekayaan mereka. Sanking ingin menang dalam persaingan, keduanya sampai pergi ke kuburan dan menghitung jumlah mayat yang mati dari golongan mereka.

Lalu keduanya mengklaim jumlah mayat kaum mereka disana lebih banyak dari musuhnya dan berbangga atasnya. Dari kejadian ini, Allah swt menurunkan surat at takatsur.

1.  Bermegah-megahan telah melalaikan kamu,

2.  sampai kamu masuk ke dalam kubur.

3.  Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),

4.  dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.

5.  Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,

6.  niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim,

7.  dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin.

8.    kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu). (QS. At Takatsur)

 

Rupanya sudah dari dulu prilaku pamer kekayaan ada. Lalu Islam diturunkan Allah swt untuk memberi penjelasan tentangnya. Surat at takatsur bukan hanya untuk kaum jahiliyyah dahulu yang suka pamer. Tapi untuk seluruh manusia hingga kiamat.

 

Melalui surat at takatsur Allah swt menggambarkan buruknya prilaku semacam flexing. Flexing melalaikan manusia dari inti kehidupan di dunia. Membuat manusia tak sadar bahwa dunia itu sementara, akhirat yang kekal selamanya.


Dunia adalah tempat mengumpulkan bekal untuk pulang ke akhirat. Jadi Allah swt memperingatkan manusia agar jangan dibuai dunia. Tiga kali Allah swt mengulang peringatannya di surat at takatsur.

 

Hingga Allah swt memberi ancaman dengan neraka, bagi yang tetap dalam kelalaiannya. Orang beriman tentu akan merinding merenungi peringatan Allah swt dalam ayat-ayat itu.

 

Di akhir ayat Allah swt mengingatkan bahwa setiap harta yang kita miliki akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah swt kelak. Darimana asalnya dan untuk apa.

Astaghfirullah. Semoga kita dilindungi dari memiliki harta yang tak diridhai Allah swt. Semoga kita juga bisa terhindari dari prilaku flexing.

0 Comments

Post a Comment