Tuesday, October 30, 2018

Jangan Menjadi Kampung Maksiat

RMOL Sumut
April 2018, seorang teman berbagi berita mengejutkan di media sosial tentang daerah tempat tinggalku. Di sekitar Jalan Pukat I- Jalan Aksara Medan Tembung terpampang spanduk bertuliskan “Selamat Datang Di Kampung Maksiat”.

Tak hanya itu, tulisan lainnya yang berukuran lebih kecil pada spanduk itu  berbunyi, “Silahkan, pesan narkoba, mencuri, sex bebas, berjudi”.

Wah ternyata di Indonesia bukan cuma ada kampung baik-baik semisal Kampung Inggris, Kampung Arab, Kampung Betawi saja ya.

Tapi juga ada daerah yang punya julukan buruk karena kondisi memprihatinkan disana. Sebut saja seperti Kampung Maksiat ini. Selain itu ada juga yang namanya Kampung Narkoba. Kebayang dong maksudnya, hampir satu kampung terlibat narkoba.

Keterkejutanku terbawa sampai obrolan dengan teman. Kebetulan sehari setelah peristiwa itu aku silaturahmi ke rumah seorang teman. Anak dari temanku ingin dibina juga dalam jamaah tempat kami belajar Islam. Kami ingin mendiskusikan tentang jadwal si gadis.

Dari obrolan dengannya akupun semakin speechless. Karena dia tahu persis tempat dimana spanduk itu terpasang. Sekitar dua puluh tahun yang lalu, saat masih pengantin baru, dia dan suaminya pernah ngontrak rumah di daerah itu. Temanku mengakui apa yang tertulis pada spanduk itu.

Dia bercerita, disana pasangan belum menikah tinggal serumah aman-aman saja. Pasangan sesama jenis menjalin mesra pun tak jadi masalah. Tak ketinggalan, ada pemakai narkoba. Pernah suatu kali, saat temanku ini pulang kerja, terlihat bergelimpangan beberapa pemuda penuh luka di jalanan sekitar. Menurutnya para pemuda itu adalah anggota dari dua organiasi kepemudaan yang bentrok. Menyeramkan sekali bukan.


Info yang kudapati di koran Tribun, warga dan aparat kelurahan disana tak terima. Mereka marah daerah tempat tinggal mereka disebut kampung maksiat. Begitu melihat ada spanduk dengan tulisan seperti itu, warga langsung menurunkannya.

Mereka tak tahu siapa orang yang memasang spanduk itu. Diduga pemasang spanduk tersebut berasal dari GASNADI (Gerakan Anti Miras Narkoba dan Judi).

Masih menurut koran Tribun, kehebohan mengenai spanduk tersebut mengundang aparat bertindak. TNI dan Polri menggelar razia di 6 kos-kosan. Setelah pengecekan, Kapolsek Percut Sei Tuan, Kompol Faidil Zikri menyatakan tidak ada unsur-unsur seperti yang tertulis dalam spanduk.

Pemberitaan di Sumut Pos Medan berbeda. Disitu disebutkan bahwa spanduk bertuliskan “Selamat Datang Di Kampung Maksiat” ditulis oleh warga yang apatis pada aparat.

Warga kecewa karena aparat keamanan tak menggubris laporan mereka tentang maraknya maksiat di sana. Itu merupakan sindiran buat pihak berwajib.

Teman-teman dari sebuah organisasi mahasiswa membenarkan berita Sumut Pos ini. Sebab mereka datang langsung ke lokasi buat bertanya pada warga. Mereka juga berjanji bakal membantu warga untuk mendesak pihak berwajib bertindak menyelesaikan persoalan itu.

Kurang lebih tiga tahun menjadi warga Medan Tembung, aku pun merasakan maksiat bertebaran disekitarku. Bila pakai definisi Islam, maksiat itu artinya segala larangan Allah swt kan ya. Maka membuka aurat pun sebetulnya maksiat. Nah lo, dimana mana buka-bukaan itu bukan hal aneh. Wong negara tak pernah sewot kok rakyatnya buka aurat.

Selain itu, pembegalan pun terjadi di daerahku. Di sekitar sungai Tembung (warga tembung pasti tahu yang aku maksud), beberapa kali terjadi pembegalan. Bahkan aksi jahat itu terjadi pukul delapan malam, dimana jalanan masih cukup ramai.

Di suatu pagi, dari dalam rumahku yang terletak di pinggir pasar, terdengar jeritan seorang perempuan. Ternyata yang menjerit adalah seorang gadis. Jeritannya itu untuk handphone yang raib dirampas seorang pengendara motor. Jalan santainya pun dipastikan tak lagi menyenangkan.

Percobaan pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, pembuangan bayi dan bunuh diri merupakan beberapa diantara maksiat yang sampai ke telingaku. Itu semua terjadi di Tembung.

Pemberitaan simpang siur tentang kampung maksiat yang ditulis pada dua koran itu kuserahkan pada Allah swt.  Yang pasti, aku yakin dengan pengalamanku. Dan aku percaya temanku jujur saat bercerita pengalaman hidupnya.

Maaf maaf saja bila ku katakan, sepertinya sampai saat ini daerah tempat tinggalku masih setia dengan maksiat. Astaghfirullah. Kesetiaan yang tak bisa dibanggakan. Kesetiaan yang pasti tak disukai iman.

Kesetiaan yang bernilai buruk. Kesetiaan yang tak perlu dipertahankan sebab bakal mengundang murka Allah swt.

Kita berharap perhatian dari penguasa setempat maupun pemimpin nomor satu negeri ini, agar membersihkan berbagai lingkungan yang ada dari tindakan maksiat.

Juga dibutuhkan kesungguhan segenap komponen masyarakat untuk membebaskan diri dari tindak maksiat. Please berubahlah. Berjuanglah untuk kehidupan Islam yang penuh berkah.

0 Comments

Post a Comment