Indonesia menjadi bagian dari 70 negara
yang ikut memperingati International day of the Girl Child (IDG) atau
Hari Anak Perempuan Internasional yang jatuh pada tanggal 11 Oktober.IDG hadir
atas inisiatif Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB). Dimaksudkan untuk menyoroti
dan menangani kebutuhan anak-anak perempuan di seluruh dunia. Seperti tahun –
tahun sebelumnya, IDG diperingati dengan mengangat tema tertentu. IDG 2018
mengangkat tema kota aman untuk anak
perempuan.
Dalam pandangan pihak – pihak pencetus IDG,
anak – anak perempuan membutuhkan kesetaraan. Belum terwujudnya kesetaraan
gender dianggap menjadi penyebab anak – anak perempuan rentan menjadi korban
kejahatan. Dipandang perlu adanya rasa aman bagi anak – anak perempuan terutama
yang tinggal di perkotaan.Maka dalam mengisi peringatan IDG 2018 Yayasan Plan
International sebagai penyelenggara IDG di Indonesia membuat kompetisi video
blog dengan tema “Ciptakan Kota Aman untuk Anak Perempuan”. 12 anak
perempuan yang menjadi pemenang diberi kesempatan mengambil alih posisi
sejumlah pemimpin di berbagai institusi pemerintahan, BUMN, hingga lembaga
internasional selama sehari penuh.
Artinya, dalam hal ini kesetaraan yang
dianggap ideal bagi anak – anak perempuan jika kelak mereka berkesempatan
menjadi bagian dari pengambil keputusan dalam kebijakan publik. Pihak
penyelenggara IDG mengajak semua pihak memberi kesempatan dan kesetaraan untuk
anak – anak perempuan.
Tema mewujudkan kota aman untuk anak
perempuan terdengar baik. Sayangnya spirit yang mewarnainya adalah kesetaraan
gender. Dalam sejarahnya, berpuluh tahun lalu ide kesetaraan gender tak lebih
sebagai respon para perempuan Eropa terhadap budaya patriarki saat itu.
Berharap perempuan lebih terjaga kehormatannya karena punya peran di ranah
publik.
Namun ide tersebut justru menjadi bomerang. Saat para perempuan didorong
untuk berkarir, tak jarang pelecehan seksual terjadi di tempat kerja. Anak
perempuan yang ditinggal sendiri di rumah oleh ibu bapak yang bekerja rentan
menjadi mangsa para predator anak.Kepemimpinan perempuan dalam pemerintahan
yang pernah ada pun tak lantas mampu menyelesaikan masalah kaumnya.
Berbicara mengenai penyebab pelecehan
terhadap anak – anak perempuan, sejumlah tokoh angkat bicara. Ketua Komisi
Nasional (Komnas) Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menyatakan
ada beberapa penyebab kekerasan seksual pada anak. Diantaranya pertama, dari
sisi anak berpotensi menjadi korban ketika mereka cenderung penakut, berbaju
ketat dan hiperaktif.
Kedua, ada anak yang berpotensi menjadi pelaku kekerasan
karena merupakan korban kekerasan atau meniru tv, video game, dan film.
Sedangkan untuk orang dewasa, yang berpotensi menjadi pelaku adalah mereka yang
maniak dan kecanduan pornografi, miras, dan narkotika. Ketiga, adanya peluang
kekerasan semisal anak yang hanya tinggal dengan pembantu, ayah tiri, ibu tiri
atau pamannya saja (metro.tempo.co).
Menurut Direktur Yayasan Nanda Dian
Nusantara, Devi Tiomana pelecehan seksual terjadi akibat pengaruh teknologi dan
faktor ekonomi (pontianak.tribunnews.com).
Sementara Menteri Sosial Khofifah Indar
Parawansa dalam Konferensi Pers Hasil Penelitian tentang Kekerasan Seksual Anak
Terhadap Anak menyampaikan beberapa penyebab pelecehan seksual pada anak.
Faktor – faktor tersebut, yakni pornografi (43%), pengaruh teman (33%),
pengaruh narkoba/obat (11%), pengaruh historis pernah menjadi korban atau
trauma masa kecil (10%) dan pengaruh keluarga (10%) (www.tribunnews.com).
Dari berbagai faktor penyebab pelecehan
seksual yang ada, pornografi menempati ranking pertama. Tersebarnya pornografi
disebabkan jaminan kebebasan yang diusung oleh paham sekuler. Adapun tindakan
pemerintah yang coba menghentikan pornografi karena efek buruknya, tampak
lemah.
Wajar saja, produksi pornografi tetap jaya sebab kebebasan berprilaku
masih diizinkan merajalela.Seharusnya jika ingin menciptakan kehidupan yang
aman dan nyaman bagi anak – anak perempuan, maka tuntaskan akar masalahnya.
Tinggalkan sekuler liberal.
Beralihlah kepada sistem Islam yang
memiliki seperangkat aturan dalam melindungi kehormatan perempuan. Diantaranya,
sistem Islam memerintahkan pemimpin untuk mencegah beredarnya segala sarana
yang memicu syahwat. Pornografi termasuk sarana yang dapat mendorong manusia
kepada perbuatan zina.
Para ulama ahli fiqih membuat suatu kaidah: “Apa
saja yang membawa kepada perbuatan haram, maka itu adalah haram”. Maka
beredarnya pornografi dalam pandangan Islam adalah sebuah kejahatan yang akan
diberi sanksi tegas dan berefek jera. Dengan penerapan Islam secara kaffah
dalam naungan Khilafah, rasa aman pada seluruh anak – anak perempuan akan
terjamin.
0 Comments
Post a Comment