WinNetNews.com |
Perlahan
tapi pasti, prilaku menyukai sesama jenis terus eksis. Penggerebekan demi
penggerebekan pesta seks kaum LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) membuka
mata masyarakat akan hal tersebut. Terbaru, awal Oktober lalu anggota
Satreskrim Polres Metro Jakarta Pusat menggerebek sebuah tempat spa di kawasan
Gambir.
Dari penggerebekan tersebut polisi berhasil menjaring puluhan gay, menyita
barang bukti berupa puluhan alat kontrasepsi bekas pakai, sejumlah alat bantu
seks pria dan wanita serta uang tunai. Setelah polisi mendata, para pria yang
diduga anggota komunitas LGBT itu pun dibebaskan. Sementara 6 orang pengelola
spa menjadi tersangka. Mereka akan dijerat Pasal Pornografi dengan ancaman enam
tahun penjara.
LGBT Itu Menular
Perkembangan kaum LGBT memang cukup
memprihatinkan. Tahun 2009 saja populasi gay berjumlah sekitar 800 ribu jiwa.
Berselang tiga tahun jumlahnya meningkat menjadi jutaan. Demikian estimasi
Kementrian Kesehatan di tahun 2012, (http://nasional.republika.co.id). Kini
diperkirakan jumlah gay menginjak angka tiga persen dari jumlah seluruh
penduduk Indonesia, (Jawapos.com).
Ibarat penyakit, prilaku LGBT itu menular. Cara
kerjanya begini. Naluri seksual adalah salah satu naluri yang diberikan Allah
swt kepada umat manusia. Fungsi utamanya untuk melestarikan keberadaan umat
manusia. Agar selalu terlahir manusia-manusia baru. Agar manusia tidak punah.
Selain itu, Allah swt memberi ‘bonus’ dari keberadaan naluri seksual itu, yaitu
berupa kenikmatan bila terpuaskan.
Mengenai pemuasan naluri ini, kreatifitas
manusia yang liar tanpa tuntunan agama bisa memuaskan naluri seksual dengan
berbagai cara. Tak hanya pasangan pria dan wanita, kepada sesama jenis pun
bisa. Termasuk prilaku melampiaskan nafsu seksual dengan benda-benda serta
hewan pun sudah mulai bermunculan. Sementara naluri pada manusia muncul saat
ada rangsangan dari luar. Rangsangan inilah yang massif dimunculkan oleh
berbagai komunitas LGBT. Hingga bertambah terus ‘kader-kader’ baru yang
ketularan ‘virus' LGBT.
Komunitas LGBT semakin menjamur. Ratusan
komunitas LGBT bermunculan di masyarakat. Sampai akhir 2013 saja terdapat dua
jaringan nasional organisasi LGBT yang menaungi 119 organisasi di 28 provinsi.
Pertama, yakni Jaringan Gay, Waria, dan Laki-Laki yang Berhubungan Seks dengan
Laki laki Lain Indonesia (GWLINA) didirikan pada Februari 2007. Jaringan
ini didukung organisasi internasional.
Jaringan kedua, yaitu Forum LGBTIQ
Indonesia, didirikan pada 2008. Dengan perkembangan media sosial, komunitas
LGBT makin terasa ramai. Mereka membuat akun-akun komunitas mereka di sana. Bahkan
ada yang berani memakai label kampus pada nama akun media sosialnya. Berbagai
komunitas homoseksual ini melakukan sejumlah aktivitas. Mereka melakukan seminar,
diskusi, kontes kecantikan, menyebar berbagai video porno di dunia maya hingga
sosialisasi dari mulut ke mulut.
Sayangnya media seperti televisi seolah
membantu propaganda LGBT ini. Mereka menayangkan acara-acara yang dibawakan
oleh pembawa acara berperawakan kemayu. Berbagai film berbau cinta sejenis juga
bermunculan.
Dari realita yang terjadi penulis memperoleh
kesimpulan. Pertama, keyakinan kita bahwa Allah swt tidak akan pernah salah
menciptakan makhlukNya itu sudah final. Takkan pernah ada tercipta
manusia berjenis kelamin selain pria dan wanita. Kedua, ketika ada seseorang
yang mulai merasakan keganjilan pada orientasi seksualnya sejak kecil, itu
pasti karena berbagai faktor.
Jika mereka keluarga muslim, boleh jadi orangtua
lalai melaksanakan aturan Islam terkait perawatan anak. Mereka kurang menegaskan
identitas seksual anak dan tidak membiasakan anak berprilaku sesuai identitasnya.
Anak laki-laki dibiarkan bermain boneka dan anak perempuan dibolehkan bermain
mobil-mobilan misalnya.
Kadang malah ada orangtua yang lucu-lucuan mendandani
anak lelakinya dengan dandanan perempuan. Sepele memang tapi sesungguhnya sikap
ibu tersebut bisa mempengaruhi mental anak kelak.
Boleh jadi orangtua lalai membiasakan anak
menjaga auratnya sejak kecil. Orangtua lalai mengajarkan anak salat dan
mengatur tempat tidur anak agar terpisah di usia tujuh hingga sepuluh tahun.
Orangtua lalai menjaga anak dari tontonan bernuansa suka sesama jenis dan
kurang mengajarkan ketaatan anak pada Allah swt.
Ada juga penyuka sesama jenis
yang mengalami trauma masa kecil. Saat mereka pernah mengalami pelecehan
seksual di masa kecil. Atau bisa jadi ada prilaku ayah yang salah terhadap ibu.
Suka memukuli ibu di depan anak perempuannya. Sehingga tertanam kebencian si
anak pada lelaki dan ia mulai merasa suka pada sesamanya.
Ketiga, ketika anak-anak mulai tumbuh dengan
kelemahan iman, saat anak beranjak dewasa dan merasakan ada keanehan orientasi
seksual pada dirinya, disitulah gerakan LGBT berperan. Mereka hadir bak dewa
penolong. Merangkul dan mengulurkan tangan pada ‘pendatang baru’, mencarikan
pacar, hingga penyimpangan seksual itu semakin menguat pada diri orang tersebut.
Ketika seseorang sudah terbiasa dengan dirinya yang ‘baru’ dan terikat perasaan
dengan komunitas, maka akan sulit untuk kembali normal. Satu dua kisah bisa
kita peroleh perihal penyuka sesama jenis yang kembali ke jalan yang benar.
Seperti
yang pernah terjadi pada artis Sam Brodie. Beliau kembali pada panggilan
fitrahnya setelah beberapa tahun terjerat dunia LGBT. Jadi jangan mimpi bisa
membersihkan masyarakat dari kerusakan moral, kalau propaganda LGBT dibiarkan.
Sistem sekuler liberal yang diterima di negeri
ini telah menguntungkan posisi LGBT. Kebebasan individu dijamin di negeri ini
termasuk kebebasan untuk memilih orientasi seksual. Itu dianggap hak asasi
manusia.
Masyarakat kita mesti tersadar kalau Indonesia yang menjunjung tinggi
nilai-nilai ketimuran khas Islam telah bergeser kearah liberalisme. Menteri
agama sendiri pernah memberi apresiasi pada salah satu agenda yang dibuat
komunitas LGBT. Penerimaan LGBT sebagai hak individu juga ditunjukkan dari sisi
hukum.
Prilaku LGBT tidak dikategorikan sebagai tindak kriminal. Adanya
tindakan pihak keamanan yang menggerebek pesta seks lebih kepada aktivitas
berkelompoknya yang berpotensi meresahkan masyarakat. Atau ketika masyarakat
mengadukan adanya pesta seks baru LGBT ditindak. Dan pihak yang benar-benar
diberi sanksi adalah penyelenggara acara. Sementara peserta acara dibebaskan.
Islam
Solusi Tuntas
Kesungguhan menyelesaikan masalah ditunjukkan
oleh tindakan nyata. Bila benar pemerintah sepakat dengan kebanyakan masyarakat
yang menganggap LGBT sebagai masalah, seharusnya mengambil solusi Islam.
Cegah
LGBT terus eksis dengan Islam. Sebab hanya Islamlah yang punya solusi tuntas
menjaga fitrah seksual manusia. Islam punya tuntunan bagi keluarga untuk
membentuk kepribadian bebas LGBT pada anggotanya. Islam punya tuntunan bagi
masyarakat dan negara untuk mengarahkan tiap individu jadi pribadi bertakwa.
Ketika syariah Islam diterapkan secara total dalam institusi syar’i yaitu
Khilafah, maka akan tertutup semua jalan bagi penularan tindak LGBT. Sistem pendidikan
Islam, sistem ekonomi Islam, sistem sanksi Islam, sistem politik Islam dan
lainnya akan menjamin terwujudnya masyarakat sehat bebas LGBT. Wallahu a’lam
bishawab.
0 Comments
Post a Comment