Opini tayang di Koran Waspada Medan, 25 Juli 2015
LGBT dan Pendukungnya
Di tengah semaraknya umat
Islam seluruh dunia melaksanakan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan, terdengar
kabar kontroversial dari Amerika Serikat. Berbagai media memberitakan bahwa
pada hari Jum’at, 26 Juni 2015, Mahkamah Agung AS melegalisasi pernikahan
sejenis di seluruh negara bagiannya. Reaksi bermunculan. Presiden AS Barack
Obama memuji keputusan ini, “Today is a big step in our march toward equality.
Gay and lesbian couples now have the right to marry, just like anyone else.”
(Hari ini kita mengambil langkah besar di dalam perjuangan mencapai kesetaraan.
Pasangan gay dan lesbian sekarang memiliki hak untuk menikah seperti siapa pun)
kata Obama. (twitter.com, 26/6/2015). Pujian Obama terhadap legalisasi
pernikahan LGBT menunjukkan betapa ia merupakan bagian dari penganut liberal
tulen produksi Amerika.
Tak cuma Obama, beberapa
selebritis Indonesia ada yang secara terang – terangan menyambut baik kabar
tersebut. Artis Anggun C. Sasmi, yang pernah lama tinggal di Perancis menulis
di akun twitternya pada tanggal yang sama dimana legalisasi itu diumumkan, ““YES!!!!!
Mariage is between love and love ??,” ( ya, perkawinan adalah antara cinta dan
cinta). Sementara mantan artis cilik Sherina Munaf, dua hari kemudian menulis
di akun twitternya, “Banzai! Same sex marriage is now legal across the US. The
dream: next, world! Wherever you are, be proud of who you are. #LGBTRights”. Mengawali
pernyataannya dengan ungkapan gembira ala Jepang, Sherina seolah bersyukur
bahwa pernikahan sesama jenis kini ada hukumnya di Amerika Serikat. Mimpi
berikutnya, ia ingin LGBT diakui di seluruh dunia. Tak sekedar pernyataan,
pelawak Aming bahkan langsung terbang ke Negeri Paman Sam tak lama setelah
legalisasi LGBT diumumkan. Ia bersama teman – temannya ikut turut ke jalan, tepatnya
di jalan Madison Avenue, New York, untuk merayakan hari kemenangan kaum LGBT
bertajuk Gay Pride Parade 2015, http://www.swadeka.com/rayakan-parade-lgbt-aming-dapat-kritikan-pedas-dari-netizen/2594/.
Kelakuan para artis
Indonesia pendukung pernikahan sejenis ini disesalkan banyak pihak. Mereka
telah memposisikan diri menjadi para propagandis dari prilaku seks menyimpang
LGBT. Mereka adalah publik figur yang dilihat dan digemari banyak orang. Apa
yang mereka katakan dan lakukan berpotensi untuk ditiru oleh masyarakat, sebagaimana
populernya pakaian ala Syahrini dan terkenalnya kalimat “sakitnya tuh di sini”
dari sebuah lagu dangdut.
Jangan Remehkan Maksiat
Tanggapan lainnya terkait
legalisasi pernikahan LGBT datang dari Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Zakky Mubarak. Beliau menilai, Amerika yang telah
melegalkan perkawinan sejenis tidak akan berpengaruh untuk muslim di Indonesia,
(Republika.com, 27/06/2015). Menurut beliau, umat muslim di Indonesia sudah
mempunyai 'pegangan' tersendiri dalam menjalanii hidup. Beliau yakin, tidak
mungkin Indonesia melegalkan pernikahan sejenis dan LGBT tidak akan berkembang pesat
di Indonesia.
Kita boleh saja percaya
diri dengan predikat Indonesia sebagai negeri berpenduduk mayoritas muslim. Pelegalan
pernikahan kaum Luth tersebut mungkin akan sangat sulit terjadi di Indonesia. Tapi
kita tidak bisa anggap remeh dengan keberadaan kaum LGBT. Kalau dikatakan bahwa
kemenangan LGBT di Amerika tidak akan berpengaruh untuk muslim di Indonesia,
penulis pikir hal itu tidak sesuai dengan kenyataan. Selain para artis yang
bersikap sebagai duta kawin sejenis, jauh sebelum Amerika mengesahkan
pernikahan sesama jenis di seluruh negara bagiannya, LGBT terus berusaha untuk
eksis di Indonesia. Terbukti dari beberapa artis yang berani terbuka menyatakan
diri sebagai transgender seperti artis senior Dorce Gamalama, yang terbaru
artis Dena Rachman dan lain - lain. Tak ada yang mempermasalahkan keberadaan
mereka. Meski dapat sandungan sedikit kerikil dari pihak keluarga, namun mereka
tetap melenggang mulus berbuat sesuai keinginan mereka.
Komunitas LGBT eksis di
media sosial. Salah satunya akun grup di facebook yang menamakan diri Gay Islam
Indonesia. Beranggotakan sekitar lima ribuan orang, mereka berupaya diterima
khalayak ramai dengan menyebarkan kalimat – kalimat positif tentang LGBT. “Gak
peduli apa religion mau bilang, one I know love is love. Gender gak masalah”, "buktikan
bahwa orientasi seksual dan gender kita bukanlah suatu hal yang perlu
diributkan, kita tetap bisa menjadi orang yang baik, memiliki jiwa sosial yang
tinggi dan berprestasi". Mereka dengan penuh keyakinan menggunakan ayat al
Qur’an, diantaranya al Qur’an surat Ali Imran : 173, “Cukuplah Allah sebagai
pelindung kami dan Dia sebaik – baik penolong”. Seolah mereka adalah korban
yang teraniaya dan terzhalimi. Mereka mempermainkan ayat – ayat Allah Swt sesuka
hati mereka. Ada tokoh intelektual yang mendukung LGBT, seperti Profesor Siti
Musdah Mulia dan para aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL). Kedutaan Besar AS
di Jakarta pun sejak 2011 telah berusaha mengintegrasikan hak-hak kaum LGBT
melalui beragam upaya untuk mendukung HAM di Indonesia. (indonesian.jakarta.usembassy.gov, 15/05/12).
Benar, kita meyakini,
banyak pihak yang menentang pernikahan sesama jenis. Namun banyak pula yang berkata
sebagaimana kutipan penulis dari sebuah komentar mengenai artikel LGBT di
internet, “Pilihan seseorang itu adalah hak orang tersebut, kita ini lebih
"kepo" dan mempolarisasi orang tanpa mendalami maksud dan tujuan
orang itu..publik lebih senang menghakimi daripada memahami.. saya tidak
mendukung penyuka sesama jenis laki-laki dan sejenisnya, tapi saya menghormati
sebagai hak sesama”. Artinya, ia tidak setuju dengan penyuka sesama jenis,
tetapi ia berpendapat bahwa siapapun berhak berbuat sesuka hati, kita tidak
berhak melarang.
Cegah LGBT dengan Islam
Prilaku maksiat tidak
pantas dibiarkan. Allah Swt berfirman, “Dan peliharalah dirimu dari siksaan
yang tidak khusus menimpa orang – orang zhalim saja diantara kamu” (QS. al
Anfal : 25). Mengenai ayat ini, Ibn ‘Abbas berkata, “Allah memerintahkan kepada
kaum Mukmin agar tidak mendiamkan saja kemungkaran terjadi di sekitar mereka
sehingga azab tidak menimpa secara merata kepada mereka. Sahnya pernikahan
sesama jenis di AS dan negara Barat lainnya, sejatinya menunjukan kepada dunia
secara pasti betapa rusaknya masyarakat yang dibangun dengan tatanan demokrasi.
Pelaku LGBT beserta para pendukungnya bisa bergerak bebas dan menyebarkan
pikiran tak beradab tersebut, tentunya setelah mendapat justifkasi dari ide
liberalisme, berupa kebebasan berekspresi dan berperilaku; berdasarkan ideologi
sekuler yang menafikan agama dari kehidupan. Hal ini dilegitimasi juga oleh ide
HAM, dan dilestarikan negara dengan sistem politik demokrasi. Jadi, selama
Indonesia menerapkan demokrasi, maka ancaman propaganda LGBT akan terus menusuk
sendi-sendi kehidupan umat Islam di Indonesia.
Kita harus cegah
kemaksiatan termasuk LGBT dengan terus melakukan amar ma’ruf nahi munkar serta berdakwah
untuk diterapkannya kehidupan Islam dalam naungan Syariah dan Khilafah. Islam
secara jelas melarang prilaku penyimpangan seksual. Tak sekedar melarang, Islam
punya seperangkat aturan hidup yang dapat menjadi aspek preventif maupun
kuratif bagi prilaku LGBT. Pada aspek preventif, Islam mewajibkan negara untuk
terus membina keimanan dan memupuk ketakwaan rakyat. Agar menjadi kendali diri
dan benteng yang menghalangi muslim terjerumus perilaku LGBT. Islam juga
mewajibkan keluarga muslim untuk mendidik anak – anak mereka secara Islami, diantaranya
menguatkan identitas diri sebagai laki-laki dan perempuan. Islam mengatur agar
masing-masing fitrah yang ada tetap terjaga, laki-laki memiliki kepribadian
maskulin dan perempuan memiliki kepribadian feminin. Wanita tidak boleh
menyerupai laki-laki, begitu juga sebaliknya. Dari Ibnu Abbas ra: “Nabi saw
melaknat laki-laki yang berlagak wanita dan wanita yang berlagak meniru
laki-laki.” (HR. al-Bukhari, 5436). Tata pergaulan dalam Islam diatur
sedemikian rupa. Rasul bersabda (artinya): “Janganlah seorang laki-laki melihat
aurat laki-laki. Jangan pula perempuan melihat aurat perempuan. Janganlah
seorang laki-laki tidur dengan laki-laki dalam satu selimut. Jangan pula
perempuan tidur dengan perempuan dalam satu selimut.” (HR. Muslim, 512). Secara
sistemik, negara dalam Islam harus menghilangkan rangsangan seksual dari publik
termasuk pornografi dan pornoaksi. Begitu pula segala bentuk tayangan dan
sejenisnya yang menampilkan perilaku LGBT atau mendekati ke arah itu juga akan
dihilangkan.
Sebagai aspek kuratif, Islam
mewajibkan negara untuk menegakkan sanksi bagi para pelaku LGBT. Salah satunya
sebagaimana ijma’ sahabat yang menyatakan bahwa hukuman bagi pelaku homoseksual
(gay) adalah hukuman mati, baik sudah menikah atau belum, meski diantara para
sahabat berbeda pendapat tentang teknis eksekusi hukuman mati itu. (al-Maliki,
Nizham al-’Uqubat, Bab Hadd al-Liwath). Rasul saw bersabda (artinya): “Siapa
saja yang kalian temukan melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual) maka
bunuhlah pelaku (yang menyodomi) dan pasangannya (yang disodomi).” (HR. Abu
Dawud 3869; at-Tirmidzi 1376, bn Majah 2551, Ahmad 2596). Dengan Islam, para
pelaku LGBT akan jera dan berpikir ulang jika mau melakukan melanggar hukum –
hukum Allah Swt. Ini semua demi menjaga masyarakat agar tetap dalam kondisi
yang sejalan dengan frame peradaban Islam. Hanya dengan penerapan Syariah dan
Khilafah fitrah manusia bisa tetap terjaga. Wallahu a’lam bishawab.
0 Comments
Post a Comment