Ustaz Hari Moekti telah menghadap
Rabbnya. Namun nasehat-nasehat darinya tetap berkesan di hati orang-orang yang mengenal
dakwah beliau. Setidaknya dua diantara pesan beliau wara wiri di media sosial.
Pertama; Dakwah itu menyampaikan apa yang harus mereka dengar. Bukan apa yang
ingin mereka dengar.
Nasihat beliau menyiratkan keberanian
dalam menyampaikan Islam. Rasulullah saw memang mencontohkan bahwa Islam harus
disampaikan apa adanya. Meski barangkali ada hal-hal yang tidak ingin di dengar
oleh seseorang. Sebagaimana orang-orang kafir quraish tidak suka mendengar
berhala-berhala mereka disebut bukan Tuhan yang benar, tak patut di sembah.
Namun Rasulullah saw senantiasa mendakwahkan semua ajaran Islam kepada siapa
saja.
Yang lagi kasmaran bisa jadi tidak suka
kalau kita sebut pacaran dilarang Allah swt. Yang sedang berbisnis dengan modal
dari bank bisa tersinggung kalau kita bilang riba itu haram. Kalau kita katakan
dihadapan rekan kerja bahwa suap menyuap ataupun korupsi sebagai hal buruk,
bisa-bisa dia katakan kita sok suci atau munafik.
Termasuk sekarang ketika para pembenci
Islam mencitranegatifkan ajaran Islam semisal poligami, jihad dan khilafah.
Jika kepada orang yang termakan isu tersebut kita katakan mengenai ajaran Islam
tersebut, dia mungkin akan marah. Tapi begitulah tabiat kebaikan. Dia pasti
berbenturan dengan keburukan. Namun sebagaimana nasehat almarhum, untuk bisa
menyadarkan saudara-saudara muslim yang kita sayangi, sampaikanlah apa yang
memang harus mereka dengar. Untuk menyelamatkan saudara kita dari keburukan, sampaikanlah
kebenaran meski pahit terasa.
Barangkali untuk meminimalisir penolakan,
yang harus kita perbaiki adalah teknik penyampaian. Memperhatikan penyampaian
dakwah dari segi bahasa ataupun memilih momen yang tetap. Sehingga, meski tak
langsung diterima, diskusi masih bisa terus berjalan.
Kedua; Tersinggung oleh kebenaran adalah
bagian dari hidayah. Pilih mana? Tersinggungnya Abu Jahal yang kemudian
menolak. Atau tersinggungnya Umar, yang kemudian menerima.
Nasihat almarhum yang kedua ini berkaitan
dengan yang pertama. Ketika dakwah kita menyebabkan ketersinggungan, sebenarnya
hal itu baik. Tersinggung adalah awal dari datangnya hidayah. Sebagaimana Abu
Jahal dan Umar bin Khattab yang tersinggung ketika mendengar ajaran Islam
disampaikan pada mereka. Ketersinggungan keduanya terjadi karena Islam dianggap
menyalahi dan merendahkan agama nenek moyang mereka.
Marah itu menggerakkan. Bisa kepada hal
positif bisa juga negatif. Sehabis menampar adik kandungnya yang membanggakan
Islam dihadapannya, Umar memilih untuk mendengar lantunan al Qur’an lebih
banyak lagi. Sampai akhirnya Umar merasakan indahnya isi al Qur’an, hingga
kemudian mengimani Allah swt.
Sebaliknya, Abu Jahal yang sempat
terkagum-kagum dengan keagungan kandungan al Qur’an, menepis hidayah yang
datang. Kesombongannya lebih besar dari panggilan keimanan. Kekhawatirannya
akan kehilangan dunia akhirnya menjauhkan dirinya dari hidayah.
Jadi nasihat almarhum Ustaz Hari Moekti
berarti mengajak kita untuk tegas dalam menyampaikan Islam. Jangan takut dengan
ketersinggungan. Karena ketersinggungan pertanda penyampaian kita berhasil
menyentuh hatinya. Hanya perlu didampingi dengan doa dan istiqamah terus menyampaikan
Islam. Insya allah dakwah kita diterima.
Islam itu indah. Semoga almarhum Ustaz
Hari Moekti mendapat surga atas segala amal salihnya ketika di dunia. Amin
0 Comments
Post a Comment