Di sesi sharing bareng adek adek jomblo saliha kemaren, saya
diminta cerita tentang romantisme kehidupan rumahtangga saya. Alasannya, saya
menjemput jodoh tanpa pacaran. Penasaran mereka gimana interaksi saya dengan
suami.
Bertemu jodoh dengan jalan ta’aruf saya syukuri banget. Sebab dari
kajian Islam yang saya dapatkan, saya meyakini jodoh yang baik akan ketemu
kalau jalan yang ditempuh baik pula. Seperti janji Allah swt dalam al qur’an,
lelaki yang baik untuk perempuan yang baik, demikian sebaliknya.
Dengan segala kekurangan dan kelebihan suami saya, harapan dulunya
cukup terpenuhi. Dua hal yang paling saya harapkan dulu, punya suami yang nggak
galak, nggak suka bentak dan cinta ilmu.
Kenapa yang nggak galak? Ceritanya saya sejak kecil diperlakukan
galak oleh adik ibu yang merupakan satu-satunya lelaki di rumah. Maksud tulang
saya barangkali mendidik. Supaya saya disiplin, kalau melanggar aturan maka
saya akan dapat hukuman bentakan dan pukulan.
Udah bosan diperlakukan kasar, mohon betul sama Allah swt jodoh
saya kelak bersikap lembut. Nggak mukul dan nggak bentak.
Kenapa harus yang cinta ilmu? Saya baru melek ilmu. Sebelumnya ilmu
di sekolah dan kuliah lewat gitu aja, lebih untuk mendapatkan nilai. Sesudah
itu bablas nggak peduli. Yang penting bisa bertahan hidup dan bisa
senang-senang.
Sejak ikut kajian Islam rutin di usia 24 tahun, baru benar-benar sadar
pentingnya ilmu. Kebayang dong minimnya pemahaman saya tentang kehidupan. Jadi
saya pun berharap punya suami yang sukanya belajar, hobi baca buku, haus ilmu,
hingga bisa membimbing saya.
Saat suami nyatakan niat memperistri saya, istikharah jadi senjata
saya. Minta betul sama Allah swt yang Maha Kuasa. “Ya Allah, jika dia memang baik untuk
agamaku, mudahkanlah. Kalau dia buruk untuk agamaku, jauhkanlah”. Begitu
doa saya dulu. Alhamdulillah harapan saya kesampaian.
Ketika ditanya gimana romantisme rumahtangga saya, intinya tiap
suami memperlakukan saya dengan baik dan memudahkan saya menimba ilmu, saya merasa
beliau romantis. Suami bagi saya adalah pemimpin, sahabat dan guru.
Beliau tegas pada satu kebijakan rumah tangga saat kondisi
membutuhkan tegas. Beliau juga jadi imam saya salat. Beliau memperbaiki bacaan
al qur’an saya. Beliau tempat saya bertanya kalau saya kesulitan memahami suatu
penjelasan di buku.
Suami saya dikenal oleh teman-temannya sebagai gudang informasi
karena banyak membaca. Konsisten juga belajar bahasa arab. Sehingga cukup bisa
menjawab banyak pertanyaan saya.
Beliau semampunya menyediakan sarana belajar bagi saya. Membelikan
buku-buku yang saya minta. Melengkapi saya dengan komputer dan sinyal internet.
Memudahkan saya juga belajar tahfizh sama seorang guru.
Saya pun nyaman setiap diajak diskusi sama suami. Saat itu saya
rasakan suami sebagai sahabat plus sisi romantisnya dapat juga. Sambil kita
diskusi tentang suatu masalah disertai canda tawa, saya merasa bahagia.
Hingga usia pernikahan menginjak lima tahun, saya merasa nyaris tak punya masalah rumah tangga, karena suami
saya begitu istimewa. Meski tak mungkin hidup bebas masalah. Barangkali satu cobaan
yang cukup serius buat dipikirkan, yaitu gimana mengundang belas kasihan Allah swt
agar keluarga kami dilengkapi anak. Masih terus berusaha. Semoga Allah swt
berkenan menyempurnakan keluarga kami.
Alhamdulillah semoga senantiasa sakinah, mawaddah wa rahmah
ReplyDeleteamiin
Deletealhamdulillah semoga kejombloan saya berakhir di pelaminan saja
ReplyDeletekisah yang inspiratif mbak.
amiin.. iya makasih
DeleteAmin, semoga Allah menganugerahkan istiqamah dan SaMaWa.
ReplyDeleteamiin..
Deletespesifik ya mbak doanya, sepertinya aku harus belajar dari mbak :D
ReplyDeleteiya mbak monggo alhamdulillah..
DeleteAlhamdulillah dipertemukan dengan suami yang baik. Ikut senang, Mbak. Semoga senantiasa berkah, sampai ke Jannah-Nya :)
ReplyDeleteamiin ya rabb.. demikian dengan keluarga mbak anazkia..smoga sampai ke jannah..amin
Deletekarena istri lebih tahu karakter suami dan sebaliknya. Jadi romantisme antara satu dengan yang lain yang tahu hanya pasangannya.
ReplyDeleteiya setuju mbak..
Delete