Duh bulan syawal udah mau habis baru
bikin catatan. Masih ingat nggak ya? hehe
Awalnya saya cuma pengen nulis catatan Ramadhan aja. Tapi kok ya rasanya kurang lengkap kalau moment lebaran kemaren nggak dicatat juga. Yo wes saya bakal ngeshare moment istimewa saya di bulan Syawal.
Awalnya saya cuma pengen nulis catatan Ramadhan aja. Tapi kok ya rasanya kurang lengkap kalau moment lebaran kemaren nggak dicatat juga. Yo wes saya bakal ngeshare moment istimewa saya di bulan Syawal.
Berbeda dari tahun lalu, hari H idul
fitri, saya dan suami melewatkannya di rumah orangtua saya. Sekitar pukul 7
kurang kami sudah tiba dan segera berwudhu untuk salat idul fitri. Susul
menyusul kami sekeluarga berangkat ke masjid. Berboncengan naik motor saya dan
suami, ibu saya dan nantulang perempuan, nantulang laki-laki dengan anaknya
(sepupu saya). Hanya nenek yang tinggal. Isi rumah orangtua saya segitu saja..
Sejak saya menikah empat tahun lalu, baru
kali ini salat idul fitri di rumah ortu saya. Sayapun merasakan nuansa yang
berbeda. Mesjid yang lebih kecil dari masjid dekat rumah mertua dan wajah-wajah
yang berbeda dari mereka yang ada dilingkungan mertua.
Idul fitri, bulan kemenangan bagi
orang-orang bertakwa. Begitulah kira kira yang saya ingat dari khutbah shalat
idul fitri disana. Bahwa tujuan berpuasa adalah agar kita bertakwa. Artinya,
berhasil tidaknya puasa seseorang dilihat dari perbaikan dirinya. Apakah ia
makin taat atau sebaliknya.
Lalu dikatakan lagi oleh Ustadznya, bahwa
ketakwaan berarti menjalankan Islam secara keseluruhan. Beliau mengutip al
qur’an surat al Baqarah ayat 208: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu
kedalam Islam secara keseluruhan. Janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
Seusai shalat kami bersalam-salaman antar
tetangga. Senangnya ketemu orang-orang yang kemaren jarang ketemu. Sebab saya
pulang ke rumah orangtua paling tidak sebulan sekali. Itupun nggak main
kemana-mana, di rumah saja.
Tiba di rumah, ritual yang biasa
dipraktekkan di banyak rumah pun ada di rumah kami. Sungkeman. Nenek adalah
tokoh sentral. Kami semua bersalaman dengan nenek seraya berucap maaf. Lalu
tokoh berikutnya yang disalami mama saya. Dan seterusnya.
Keindahan di moment ini adalah saat
perselisihan yang sempat terjadi antara anggota keluarga terurai sudah. Dan
berharap tak lagi meninggalkan bekas. Karena persaudaraan itu, silaturahmi itu
jauh lebih pantas dipupuk ketimbang perselisihan.
Moment selanjutnya adalah makan bersama.
Tersedia lontong, ketupat pulut, rending, sayur dan kue-kue kering. Saya sudah
siap dengan kenaikan berat badan saat itu. Dan ternyata itu benar sekarang
hehe.
Tak lama setelah bercengkrama dan saling
berbagi makanan dengan tetangga, saya dan suami pun pamit untuk lanjut ke rumah
mertua. Sementara nenek dan mamak saya di rumah menunggu kedatangan sanak
saudara lainnya.