#MyTeacherMyHero, inilah hastag di twitter yang baru-baru
ini berada pada urutan teratas. Artinya, sedang dibahas hangat peran guru
sebagai pahlawan pendidikan. Apa jadinya sebuah negeri tanpa guru? Bisa-bisa
negeri tersebut akan binasa, karena tidak ada orang-orang berpendidikan yang
siap mengurusinya. Kesadaran akan pentingnya peran guru dalam mendidik generasi
sepertinya tidak dirasakan oleh pemerintah kita.
Buktinya, hingga saat ini nasib guru tak kunjung terjamin
kesejahteraannya.
Sudah berbulan-bulan, 730 guru honorer yang terdiri dari
guru SD, SMP dan SMA di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara tidak menerima
gaji lagi dari Pemerintah Kabupaten Simalungun, sejak Juni 2016 lalu. Melalui
wadah Forum Guru Honorer yang dibentuk, mereka mengadukan kezhaliman yang
mereka alami kepada DPRD, Dinas Pendidikan, bahkan sudah sampai kepada pihak
DPR RI, namun sampai saat ini tak satupun yang sanggup membantu menyelesaikan
masaah tersebut.
Kalaupun ada yang menerima honor, ialah sebagian guru SD dan
SMP. Mereka menerima gaji dua ratus ribu rupiah hingga tiga ratus ribu rupiah setiap
bulan yang diambil dari dana sekolah. Padahal selain mengajar mereka juga
bertugas sebagai operator sekolah. Sebagai operator sekolah, para guru SD itu
seringkali bekerja lembur, pulang hingga pukul 5 sore, karena harus mengurusi Data Pokok Pendidikan siswa sekolah.
Meski belum menerma gaji, namun para guru ini masih
mengandalkan hati mereka. Tak tega mereka melihat murid-murid kehilangan
kesempatan mengenyam pendidikan. Mereka tetap mengabdikan diri, mengajar
murid-murid disana dalam keadaan serba kekurangan. Ketidakpedulian pemerintah
daerah Kabupaten Simalungun ditunjukkan oleh sikap JR Saragih, Bupati
Simalungun saat ini yang menolak untuk mengakomodir permasalahan guru tersebut.
Menurutnya, permasalahan ini merupakan perkara yang ditingggalkan mantan
pejabat Bupati Simalungun, Binsar Situmorang dan DPRD Kabupaten yang membuat
APBD 2016.
Sungguh naïf, menolak bertanggungjawab terhadap pendidikan
di wilayah kerjanya hanya karena masalah teknis. Seharusnya Pak Bupati berfikir
tentang kelanjutan pendidikan anak-anak. Kalau guru tidak digaji, bagaimana
mereka bisa tetap melanjutkan tugas mereka? Lalu bagaimana nasib pendidikan
anak-anak tersebut kalau tidak ada guru yang mengajar mereka?
Apalagi, sebenarnya wilayah Simalungun masih membutuhkan
lebih banyak guru dari yang sudah ada. Guru yang mengajar di SD N 096777 Sigodang, Kabupaten Simalungun
menuturkan bahwa hingga sekarang di sekolah tempat mereka mengajar masih
membutuhkan tenaga guru. Dan rupa-rupanya kondisi serupa dirasakan pula di berbagai
negeri lainnya di Indonesia. Nasib guru yang memprihatinkan dan fasilitas
pendidikan yang kurang, terjadi di banyak daerah.
Seperti yang pernah
diungkapkan oleh guru teladan dari Nusa Tenggara Timur dihadapan Presiden
Jokowi, tentang minimnya fasilitas pendidikan di daerah mereka. Presiden Jokowi
hanya menanggapi dengan kalimat-kalimat klise. Beliau berpesan, agar para guru
bekerja keras untuk menghadapi segala rintangan dan kesulitan yang dihadapi.
Pemerintahan
demokrasi kapitalis telah lalai bertanggungjawab menyejahterakan rakyat,
termasuk di dalamnya menyejahterakan para guru. Jasa para guru tak benar-benar
dihargai. Para pejabat yang duduk di kursi kekuasaan tidak menyadari bahwa
mereka bisa sampai “ke atas” berawal dari peran para guru di sekolah.
Begitulah, demokrasi telah menciptakan para pejabat individualis, yang berfikir
bahwa jabatan adalah sarana memuaskan syahwat dunia. Sehingga, ketika demokrasi
memberi peluang mereka untuk leluasa menetapkan aturan berdasarkan akal mereka
sediri, maka aturan yang dibuat sama sekali tidak dimaksudkan untuk kepentingan
rakyat, melainkan untuk kepentingan mereka sendiri dan para pengusaha yang
membantu mereka duduk di kursi kekuasaan.
Maksimalnya
peran negara dalam mengurus rakyat, berawal dari filosofi hidup yang diemban
oleh negara. Ketika sebuah negara ada karena asas akidah Islam, dan ia
berfungsi untuk melaksanakan aturan Allah swt secara kaffah, maka kehidupan pun
menjadi berkah. Islam telah memerintahkan kepada pemimpin negara untuk mengurus
rakyatnya secara sungguh-sungguh. Rasulullah saw bersabda: “Imam atau penguasa adalah pengatur/pengurus umat, dan
dia akan bertanggung jawab akan apa yang diurusnya (HR. Muslim).
Dalam
hal pendidikan, Islam mewajibkan negara untuk menyediakan fasilitas pendidikan
terbaik, kurikulum terbaik termasuk memberi gaji kepada para pendidik secara
layak yang dilakukan secara merata di seluruh wilayah negara Khilafah.
Demikianlah,
para guru honorer terus memperjuangkan nasib mereka. Semoga segera menemukan
titik terang. Semoga tuntutan mereka segara dijawab oleh pemerintah. Namun,
ketika berharap masalah pendidikan yang ada dapat selesai secara tuntas, maka
pelaksanaan syariah dalam naungan Khilafahlah solusinya.
0 Comments
Post a Comment