Judul buku : Cinderella
Syndrome
Penulis : Leyla Hana
Penerbit : Salsabila
Tahun terbit : Cetakan
pertama , 2012
Ketebalan : 240 hal
ISBN :
978-602-98544-2-8
Peresensi : Eva Arlini
Ini kisah tiga orang perempuan yang terkena sindrom kisah Cinderella.
Erika, 30 tahun, seorang wanita karir yang anti pernikahan, bertekad untuk tak
menikah seumur hidupnya. Kegagalan rumah tangga orangtuanya yang berujung pada
trauma mendalam ibunya dan kisah-kisah kelam rumah tangga teman-temannya yang
sering dicurahkan kepadanya cukup untuk membentuk persepsi negatif terhadap
lembaga bernama pernikahan. “Jangan berharap menemukan kebahagiaan dalam
pernikahan”, pikirnya.
Sampai suatu saat ia menghadapi masalah dengan anak bos perusahaan
tempat ia bekerja, ditambah kehadiran seorang lelaki rekan kerja yang tanpa
disengaja menarik hatinya, membuatnya sempat berfikir untuk menikah demi
berlepas diri dari masalah yang membelitnya.
Sementara Violet, 25 tahun, seorang penulis maniak, anak semata
wayang yang manja dan pelupa berat dalam hal mengenali suatu jalan. Keperluannya
terbiasa diurus semua oleh orangtuanya. Mulai masalah uang, beresin rumah
hingga soal makan, semua beres diurus ibu dan ayahnya. Ia tinggal terima bersih.
Kondisi Violet yang tak mandiri menyulitkan ia untuk pergi kemana saja,
sementara ia harus menghadiri berbagai even yang bersangkut paut dengan dunia
tulis menulis sesuai bidang yang digelutinya.
Ketika ada seorang editor suatu penerbit menyentuh hatinya, ia
sempat berfikir untuk menikah saja. Sesuai saran temannya Chika, supaya ada
suami yang bisa ngantar Violet kemana saja.
Terakhir An nisa, 28 tahun, seorang guru TK yang merasa hidupnya
sia-sia. Kerja dengan gaji hanya duaratus ribu rupiah. Punya ibu yang ketus,
selalu menuntutnya berbuat lebih dari kemampuannya. Ditambah sehari-hari makan
gosip tetangga dan rekan-rekan kerja membuat hidupnya tertekan. Semua sepakat
bahwa ia “perawan tua yang nggak laku-laku”.
Hingga ia bertemu dengan duda kaya, ayah salah seorang murid Tknya yang
memberi harapan akan perubahan nasibnya. Ia merasa lelaki itu bisa menjadi
melepaskannya dari beban hidupnya selama ini, bak pangeran tampan yang
menyelamatkan sinderela dari siksaan ibu dan saudara tirinya.
Kisah ketiganya terpisah sama sekali, namun memiliki benang merah,
bahwa ketiganya berfikir bisa selamat dari masalah dengan bersandar pada pria.
Namun ternyata hidup ini tak seindah dongeng Cinderella.
Novel ini mengajarkan pada pembaca wanita, agar kuat bersandar pada
jati dirinya. Tak sepantasnya memang wanita bersikap lemah, apalagi menjadikan
laki-laki sebagai solusi keluar dari masalah. Sebab, Allah swt ciptakan lelaki
dan wanita dengan potensi yang sama, sama-sama bisa kuat menjalani perannya.
“Yang jelas, aku tidak ingin menjadi seperti Cinderella yang
menyerahkan solusi permasalahannya kepada pangeran. Aku lega karena telah
berhasil keluar dari permasalahanku dengan usahaku sendiri”. (hal. 225)
Lelaki diberi kemampuan untuk memimpin, menafkahi dan melindungi
kaum wanita. Sementara wanita diberi kemampuan menjadi ibu dan pengurus rumah
tangga dengan kecendrungan sikap lembut, penyabar dan penyayang yang
dimilikinya. Lelaki dan wanita saling melengkapi, bekerjasama untuk kebaikan
peradaban manusia. Kuncinya, punya ilmu dan kesadaran mengenai peran masing-masing.
Novel ini juga mengajarkan untuk meluruskan niat. Pengen nikah
jangan karena menjadikannya pelarian dari masalah. Tapi nikah harus karena niat
ikhlas dan kesiapan menjalaninya.
“Jika kamu sudah siap, belahan jiwamu pasti datang,” ayah berkata
lagi, membuatku semakin bertanya-tanya di mana letak ketidaksiapanku. (hal.221)
Inilah cerita sederhana tentang wanita yang dikemas dengan cara
menarik, menurut saya. Mudah dicerna dan menyenangkan saat membacanya.. Penuturan
awal dan endingnya pun cukup memuaskan. Buku ini karya lama mbak Layla Hana,
baru sekarang berkesempatan membacanya. Semoga yang minat baca masih bisa
mendapatkannya di pasaran.
0 Comments
Post a Comment