abiummi.com |
Namun jika pernikahan yang dirajut atas nama cinta itu berakhir ditengah jalan, sungguh menyedihkan. Itulah kiranya yang kebanyakan terjadi pada masyarakat saat ini. Angka perceraian melesat naik melebihi angka perceraian di tahun-tahun sebelumnya.
Kementerian
Agama mencatat setiap tahunnya telah terjadi 212 ribu kasus perceraian di Indonesia. "Angka tersebut jauh
meningkat dari 10 tahun yang lalu, yang mana jumlah angka perceraian hanya sekitar
50.000 per tahun," kata Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar di Jakarta, http://www.antaranews.com/berita/395654/ada-212-ribu-perceraian-setiap-tahunnya.
Penyebab perceraian itu sendiri bermacam-macam. Pertama,
masalah ekonomi. Timbulnya persoalan ada dipicu oleh kondisi suami yang minim
dalam pemenuhan kewajiban nafkah pada istri. Sehingga istri merasa tidak puas
dan memilih untuk bercerai.
Pada pasangan yang sang istri seorang wanita karir, terkadang menimbulkan sikap kurang menghormati dari istri kepada suami. Apalagi jika gaji si istri lebih besar dari gaji suami. Sensitifitas suami akan lebih besar. Jika sedikit saja terdeteksi sikap istri kurang menghargai suami, diminta mengambilkan minum tidak mau misalnya, lama kelamaan masalah yang tampaknya kecil itu pecah. Hingga berujung pada perceraian.
Pada pasangan yang sang istri seorang wanita karir, terkadang menimbulkan sikap kurang menghormati dari istri kepada suami. Apalagi jika gaji si istri lebih besar dari gaji suami. Sensitifitas suami akan lebih besar. Jika sedikit saja terdeteksi sikap istri kurang menghargai suami, diminta mengambilkan minum tidak mau misalnya, lama kelamaan masalah yang tampaknya kecil itu pecah. Hingga berujung pada perceraian.
Kedua, masalah perselingkuhan. Kesetiaan dianggap sebagai
simbol cinta dan penghargaan bagi seseorang pada pasangannya. Jika diantara
pasangan suami istri ada Pendamping Idaman Lain (PIL), maka biasanya pernikahan
itu rentan dengan perceraian. Sangat sedikit seseorang yang mau memaafkan
pasangannya saat terbukti berselingkuh.
Ketiga, masalah kecil yang dibesar-besarkan. Tidak jarang pula
pernikahan berakhir disebabkan masalah kebiasaan yang tidak cocok, pemikiran
yang berbeda, tiba-tiba saja hambar karena kurang komunikasi dan lain
sebagainya. Diperkirakan hampir 80 persen yang bercerai merupakan rumah tangga usia
muda.
Untuk mengantisipasi semakin
meningkatnya angka perceraian, Kemenag mengadakan
kursus calon pengantin (suscatin) melalui Kantor
Urusan Agama (KUA), http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/09/15/3/181697/Kursus-Calon-Pengantin-Jurus-Tekan-Angka-Perceraian.
Suscatin diberikan kepada mereka yang hendak menikah.
Pada pembekalan yang diberikan oleh petugas KUA ini diharapkan para calon pengantin memiliki gambaran dan bekal yang cukup sebelum menjalani pernikahan. Dirjen Bina Masyarakat (Bimas) Islam. Kemenag Abdul Djamil mengatakan pembekalan yang diberikan meliputi pemahaman bahwa pernikahan adalah bersatunya dua individu yang berbeda pikiran dan pandangan sehingga dibutuhkan saling pengertian dan kesabaran dalam menyikapi perbedaan tersebut.
Pada pembekalan yang diberikan oleh petugas KUA ini diharapkan para calon pengantin memiliki gambaran dan bekal yang cukup sebelum menjalani pernikahan. Dirjen Bina Masyarakat (Bimas) Islam. Kemenag Abdul Djamil mengatakan pembekalan yang diberikan meliputi pemahaman bahwa pernikahan adalah bersatunya dua individu yang berbeda pikiran dan pandangan sehingga dibutuhkan saling pengertian dan kesabaran dalam menyikapi perbedaan tersebut.
Kita tentu menyambut baik
usaha pemerintah dalam mengatasi peningkatan angka perceraian. Setidaknya ini
bentuk perhatian pemerintah pada masyarakat ditengah banyaknya kebijakan
pemerintah lainnya yang tidak berpihak kepada rakyat.
Namun masih layak dipertanyakan keefektifan suscatin dalam mengatasi persoalan ini. Mungkinkah kursus singkat sebagai bekal pernikahan yang akan dijalani seumur hidup itu cukup?
Namun masih layak dipertanyakan keefektifan suscatin dalam mengatasi persoalan ini. Mungkinkah kursus singkat sebagai bekal pernikahan yang akan dijalani seumur hidup itu cukup?
Sebuah pernikahan ibarat perjalanan
yang ditempuh dengan jarak yang sangat jauh. Menghabiskan waktu yang lama yaitu
seumur hidup. Bila saja seseorang berencana mengadakan perjalanan jarak jauh
untuk berlibur atau berhaji misalnya, bisa dipastikan akan mempersiapkan segala
sesuatu yang diperlukan dalam perjalanan sedini mungkin.
Mulai dari mempelajari bahasa warga setempat, persiapan dana, tata aturan berkehidupan di lingkungan tersebut dan lain sebagainya.
Mulai dari mempelajari bahasa warga setempat, persiapan dana, tata aturan berkehidupan di lingkungan tersebut dan lain sebagainya.
Seharusnya demikian dengan
pernikahan. Segala sesuatu yang diperlukan dalam pernikahan haruslah
dipersiapkan. Ilmu berumahtangga paling utama dipersiapkan. Hal tersebut tentang
hak dan kewajiban suami istri dalam rumah tangga. Mengetahui peran suami istri
sesuai tuntunan agama meminimalisir terjadinya konflik.
Sebaliknya akan timbul saling pengertian diantara pasangan. Ilmu membuat seseorang lebih siap menghadapi segala sesuatu yang akan terjadi. Karena ia sudah tau harus berbuat apa. Dana juga perlu diperhitungkan dalam rencana berumahtangga. Bukan sekedar untuk pesta. Tetapi sebagai bekal suami memenuhi kewajiban nafkah pada istri dan anak-anaknya.
Sebaliknya akan timbul saling pengertian diantara pasangan. Ilmu membuat seseorang lebih siap menghadapi segala sesuatu yang akan terjadi. Karena ia sudah tau harus berbuat apa. Dana juga perlu diperhitungkan dalam rencana berumahtangga. Bukan sekedar untuk pesta. Tetapi sebagai bekal suami memenuhi kewajiban nafkah pada istri dan anak-anaknya.
Selain itu motif
pernikahan menjadi hal penting untuk diperhatikan. Sejauh ini alasan banyak
orang menikah karena “cinta”. Cinta yang bermakna suka penampilannya, suka
gayanya, banyak uangnya, tampak perhatian, selama pacaran dianggap ada
kecocokan dan lain sebagainya. Banyak juga yang menikah karena terpaksa.
Disebabkan sudah berbadan dua. Malah kalau dikalangan artis pernikahan terlihat seperti permainan. Bagaimana tidak. Ada yang menikah baru beberapa bulan sudah memilih bercerai. Ada yang sudah bercerai sebanyak dua kali dalam usia kurang dari tiga puluh tahun.
Jarang ada yang menganggap menikah itu ibadah, ingin menggenapi separuh agama atau ingin memiliki keluarga yang diridhai Allah SWT. Padahal cinta yang akan dibangun diatas pondasi agama lebih kuat dibanding sekedar bermodal cinta.
Disebabkan sudah berbadan dua. Malah kalau dikalangan artis pernikahan terlihat seperti permainan. Bagaimana tidak. Ada yang menikah baru beberapa bulan sudah memilih bercerai. Ada yang sudah bercerai sebanyak dua kali dalam usia kurang dari tiga puluh tahun.
Jarang ada yang menganggap menikah itu ibadah, ingin menggenapi separuh agama atau ingin memiliki keluarga yang diridhai Allah SWT. Padahal cinta yang akan dibangun diatas pondasi agama lebih kuat dibanding sekedar bermodal cinta.
Masyarakat yang mampu
berfikir kearah menyiapkan pernikahan jauh sebelum terjadi adalah masyarakat
yang dekat dengan agama. Sebaliknya suasana yang terasa di masyarakat justru
dekat dengan kemaksiatan. Remaja senangnya bergaul bebas, hura-hura dan
melakukan aktivitas-aktivitas yang tidak bermanfaat seperti menikmati hiburan
musik, film, sinetron dan lain sebagainya.
Kurikulum pendidikan tidak memberi ruang yang lebar bagi individu masyarakat untuk memahami agama sedemikian dalam termasuk tentang pernikahan. Alhasil keluarga-keluarga yang terbentuk menjadi rentan konflik bahkan perceraian.
Kurikulum pendidikan tidak memberi ruang yang lebar bagi individu masyarakat untuk memahami agama sedemikian dalam termasuk tentang pernikahan. Alhasil keluarga-keluarga yang terbentuk menjadi rentan konflik bahkan perceraian.
Islam memandang bahwa perceraian merupakan perbuatan
yang dibenci Allah namun diperbolehkan. Asalkan alasannya tepat sesuai syariat.
Pendalaman kasus perceraian harus dilakukan.
Perceraian bukan hanya karena sudah tidak cocok, tidak cinta, perselingkuhan, hingga motif ekonomi di mana sang suami memiliki penghasilan lebih rendah dibandingkan sang istri. Jika suami atau istri bermaksiat kepada Allah, dan ketika diberi nasehat tidak mau, maka kiranya perceraian menjadi jalan terbaik.
Perceraian bukan hanya karena sudah tidak cocok, tidak cinta, perselingkuhan, hingga motif ekonomi di mana sang suami memiliki penghasilan lebih rendah dibandingkan sang istri. Jika suami atau istri bermaksiat kepada Allah, dan ketika diberi nasehat tidak mau, maka kiranya perceraian menjadi jalan terbaik.
Maka jika masyarakat Islam dalam institusi Khilafah
mampu terwujud, dipastikan angka perceraian dapat ditekan seminimal mungkin.
Dimana negara akan menerapkan sistem pendidikan Islam, sistem tata pergaulan
Islam dan lain sebagainya yang memungkinkan masyarakat memahami Islam secara
sempurna. Dan mendorong masyarakat mempersiapkan pernikahan sebaik mungkin
sesuai syariat Islam. Wallahu a’lam bishawab
Artikel lama yang dimuat di Harian Waspada Medan 13 Oktober 2013
Artikel lama yang dimuat di Harian Waspada Medan 13 Oktober 2013
0 Comments
Post a Comment