Sunday, April 26, 2015

Opini Mejeng di Waspada Tanggal 17 April 2015


Sekian lama opini saya nggak pernah mejeng di surat kabar. Padahal yang dikirim hitungannya belasan. Masih sedikit ya? heheh. Tapi menurut saya udah cukup banyak. Alhamdulillah, tanggal 17 April kemaren dimuat juga di Harian Waspada Medan. Judulnya, Waspada Efek ISIS. Opini tersebut adalah respon terhadap pemberitaan tentang ISIS yang merugikan umat Islam. Ni dia tulisan aslinya..   

Waspada Efek ISIS
Isu ISIS terus bergulir tak terbendung. Minggu, 22 Maret 2015 Satuan Jatandras Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya bersama Densus 88 mempertontonkan aksi penangkapan jaringan yang diduga Islamic State of Irac Suriah (ISIS) di sejumlah tempat yang berbeda. Yaitu perumahan legenda wisata Cibubur dan Perumahan Graha Melasti, Tambun Selatan, Bekasi, Jawa Barat, yang menjadi target penggerebekan. Dalam aksi itu, ditemukan sejumlah barang bukti diantaranya buku-buku tentang Jihad, senjata tajam, laptop, alat komunikasi dan dua buah baju loreng yang diduga baju ISIS. Sejumlah orang yang diduga anggota jaringan ISIS pun diamankan.

Terlepas dari apa dan siapa yang berada dibalik ISIS, kita sepakat bahwa ISIS merupakan problematika bagi dunia Islam. Persoalan paling berbahaya pada diri mereka adalah paham takfiri. Paham tersebut menjadikan seseorang mudah mengkafirkan orang lain yang tidak sejalan dengannya. Bukan sekedar orang awam, bahkan para ulama pun tidak segan-segan disebut kafir oleh ISIS bila tidak menerima ide-ide mereka. Saat seseorang dianggap kafir, maka seolah pantas diperlakukan sekehendak mereka, bahkan layak dibunuh. Media pun menyoroti berbagai peristiwa kejahatan ISIS.
Namun yang paling penting, terdapat sejumlah hal yang perlu diwaspadai oleh umat Islam. Yaitu apa yang disebut dengan efek ISIS. Jangan sampai isu ISIS merugikan kaum muslim, terutama untuk mereka yang secara tulus berjuang bagi kebangkitan Islam dan umatnya tanpa kekerasan. Ada beberapa catatan yang menjadi efek ISIS. Pertama, kriminalisasi simbol-simbol Islam. Efek tersebut secara nyata dirasakan umat Islam. Sejak tahun lalu, kepolisian rajin menangkapi orang-orang yang diduga terkait ISIS. Banyak dari mereka yang ditangkap hanya karena memiliki apa yang mereka sebut sebagai bendera ISIS. Bendera bertuliskan kalimat tauhid La ilaha illallah muhammadurrasulullah dicitrakan sebagai milik ISIS. Padahal, bendera tersebut sudah ada sejak masa Rasulullah Saw. Bendera bernama liwa’ dan royah tersebut digunakan oleh Rasulullah Saw sebagai bendera resmi negara Daulah Islamiyah di Madinah maupun sebagai panji perang.
Bagaimana bisa, hanya karena simbol Islam dibawa oleh orang jahat lantas simbol tersebut ikut dicap sebagai simbol kejahatan? Mengapa orang-orang yang membawa bendera Rasulullah Saw langsung ditangkap dan dianggap melakukan kriminal? Bahkan, ada oknum kepolisian yang mengatakan, “bakar saja bendera itu”. Sayang sekali, karena media turut latah menyebut bendera tauhid milik Islam dengan bendera ISIS.
Kedua, kriminalisasi ide-ide Islam. Memang benar ISIS mengklaim bahwa mereka membawa ide Khilafah dan  Jihad. Namun bukan berarti ide-ide tersebut bisa dikatakan milik ISIS. Ide Khilafah maupun Jihad memang ada dalam ajaran Islam. Tidak ada masalah dengan kedua ide tersebut, karena secara jelas terdapat dalam nash-nash al Qur’an dan As sunnah. Yang jadi masalah ialah cara ISIS memahami dan mengamalkannya. Jadi jelas harus dipisahkan antara ISIS dan ide-ide Islam tersebut.
Ketiga, muncul ketakutan umat terhadap dakwah Islam. Sekarang banyak orangtua yang tidak suka anaknya mengikuti aktivitas dakwah di kampus ataupun di sekolah. Mereka khawatir anak-anaknya terkena paham yang disebut radikal. Karena mereka kerap mendengar hal negatif seputar aktivitas dakwah Islam di lingkungan pendidikan, baik oleh pejabat pemerintahan maupun aparat keamanan. Seharusnya umat didorong untuk mengenal Islam lebih dalam agar tidak terkontaminasi ide-ide di luar Islam, baik dari ISIS ataupun pemahaman barat, bukan malah menjauhkan umat dari Islam.
Keempat, munculnya indikasi bahwa Indonesia akan meminta intervensi asing untuk menyelesaikan masalah ISIS. Panglima TNI, Jenderal Murdopo pernah mengatakan di salah satu media mengenai hal tersebut. Kita ketahui, bahwa negara manapun yang diintervensi Amerika pasti hancur. Irak dan Afganistan sebagai contohnya. Saat Amerika mengklaim ada senjata pemusnah massal di Irak, negara itu menjadi hancur lebur akibat ulah Amerika.
Kelima, munculnya indikasi bahwa isu ISIS akan dijadikan alat legitimasi untuk merevisi Undang-Undang Ormas. Begitu juga dengan Undang-Undnag Terorisme yang disebut oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly akan direvisi sebagai payung hukum bagi penanggulangan masalah ISIS (Republika, 25/03/2015). Dikhawatirkan dengan semua itu, akan kembali masa seperti Orde Baru, yang menindak siapapun secara represif bila dianggap bertentangan dengan negara.
Perlu dipahami, jika ISIS dianggap sebagai ancaman, jangan lupa bahwa ada hal yang sudah nyata-nyata mengancam Indonesia, yaitu neoimperialisme dan neoliberalisme. Neoimperialisme dibuktikan dari intervensi asing dalam pembuatan draft Undang-Undang di Indonesia. Sebagaimana yang pernah dibeberkan oleh politisi P DIP, Ibu Eva Sundari, ada lebih dari 79 draft Undang-Undang yang dirancang oleh asing. Sedangkan neoliberalisme dibuktikan dengan dicabutnya subsidi BBM sehingga harga BBM mengikuti harga pasar. Masalah neoimperialisme dan neoliberalisme jauh lebih berbahaya karena dampaknya sudah dirasakan secara luas oleh masyarakat. Seperti, korupsi, kemiskinan, krisis moral dan lain sebagainya. Maka, jangan sampai efek ISIS malah menghalangi masyarakat dari berpikir jernih untuk memposisikan permasalahan yang sedang dihadapi. Wallahu a’lam 

0 Comments

Post a Comment