Sekian lama opini saya nggak pernah
mejeng di surat kabar. Padahal yang dikirim hitungannya belasan. Masih sedikit
ya? heheh. Tapi menurut saya udah cukup banyak. Alhamdulillah, tanggal 17 April
kemaren dimuat juga di Harian Waspada Medan. Judulnya, Waspada Efek ISIS. Opini
tersebut adalah respon terhadap pemberitaan tentang ISIS yang merugikan umat
Islam. Ni dia tulisan aslinya..
Waspada Efek ISIS
Isu ISIS terus bergulir tak terbendung.
Minggu, 22 Maret 2015 Satuan Jatandras Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda
Metro Jaya bersama Densus 88 mempertontonkan aksi penangkapan jaringan yang
diduga Islamic State of Irac Suriah (ISIS) di sejumlah tempat yang berbeda.
Yaitu perumahan legenda wisata Cibubur dan Perumahan Graha Melasti, Tambun
Selatan, Bekasi, Jawa Barat, yang menjadi target penggerebekan. Dalam aksi itu,
ditemukan sejumlah barang bukti diantaranya buku-buku tentang Jihad, senjata
tajam, laptop, alat komunikasi dan dua buah baju loreng yang diduga baju ISIS.
Sejumlah orang yang diduga anggota jaringan ISIS pun diamankan.
Terlepas dari apa dan siapa yang berada
dibalik ISIS, kita sepakat bahwa ISIS merupakan problematika bagi dunia Islam.
Persoalan paling berbahaya pada diri mereka adalah paham takfiri. Paham
tersebut menjadikan seseorang mudah mengkafirkan orang lain yang tidak sejalan
dengannya. Bukan sekedar orang awam, bahkan para ulama pun tidak segan-segan
disebut kafir oleh ISIS bila tidak menerima ide-ide mereka. Saat seseorang
dianggap kafir, maka seolah pantas diperlakukan sekehendak mereka, bahkan layak
dibunuh. Media pun menyoroti berbagai peristiwa kejahatan ISIS.
Namun yang paling penting, terdapat
sejumlah hal yang perlu diwaspadai oleh umat Islam. Yaitu apa yang disebut
dengan efek ISIS. Jangan sampai isu ISIS merugikan kaum muslim, terutama untuk
mereka yang secara tulus berjuang bagi kebangkitan Islam dan umatnya tanpa
kekerasan. Ada beberapa catatan yang menjadi efek ISIS. Pertama, kriminalisasi
simbol-simbol Islam. Efek tersebut secara nyata dirasakan umat Islam. Sejak
tahun lalu, kepolisian rajin menangkapi orang-orang yang diduga terkait ISIS.
Banyak dari mereka yang ditangkap hanya karena memiliki apa yang mereka sebut
sebagai bendera ISIS. Bendera bertuliskan kalimat tauhid La ilaha illallah
muhammadurrasulullah dicitrakan sebagai milik ISIS. Padahal, bendera tersebut
sudah ada sejak masa Rasulullah Saw. Bendera bernama liwa’ dan royah tersebut
digunakan oleh Rasulullah Saw sebagai bendera resmi negara Daulah Islamiyah di
Madinah maupun sebagai panji perang.
Bagaimana bisa, hanya karena simbol Islam
dibawa oleh orang jahat lantas simbol tersebut ikut dicap sebagai simbol
kejahatan? Mengapa orang-orang yang membawa bendera Rasulullah Saw langsung
ditangkap dan dianggap melakukan kriminal? Bahkan, ada oknum kepolisian yang
mengatakan, “bakar saja bendera itu”. Sayang sekali, karena media turut latah
menyebut bendera tauhid milik Islam dengan bendera ISIS.
Kedua, kriminalisasi ide-ide Islam.
Memang benar ISIS mengklaim bahwa mereka membawa ide Khilafah dan Jihad.
Namun bukan berarti ide-ide tersebut bisa dikatakan milik ISIS. Ide Khilafah
maupun Jihad memang ada dalam ajaran Islam. Tidak ada masalah dengan kedua ide
tersebut, karena secara jelas terdapat dalam nash-nash al Qur’an dan As sunnah.
Yang jadi masalah ialah cara ISIS memahami dan mengamalkannya. Jadi jelas harus
dipisahkan antara ISIS dan ide-ide Islam tersebut.
Ketiga, muncul ketakutan umat terhadap
dakwah Islam. Sekarang banyak orangtua yang tidak suka anaknya mengikuti
aktivitas dakwah di kampus ataupun di sekolah. Mereka khawatir anak-anaknya
terkena paham yang disebut radikal. Karena mereka kerap mendengar hal negatif
seputar aktivitas dakwah Islam di lingkungan pendidikan, baik oleh pejabat
pemerintahan maupun aparat keamanan. Seharusnya umat didorong untuk mengenal Islam
lebih dalam agar tidak terkontaminasi ide-ide di luar Islam, baik dari ISIS
ataupun pemahaman barat, bukan malah menjauhkan umat dari Islam.
Keempat, munculnya indikasi bahwa
Indonesia akan meminta intervensi asing untuk menyelesaikan masalah ISIS. Panglima
TNI, Jenderal Murdopo pernah mengatakan di salah satu media mengenai hal
tersebut. Kita ketahui, bahwa negara manapun yang diintervensi Amerika pasti
hancur. Irak dan Afganistan sebagai contohnya. Saat Amerika mengklaim ada
senjata pemusnah massal di Irak, negara itu menjadi hancur lebur akibat ulah
Amerika.
Kelima, munculnya indikasi bahwa isu ISIS
akan dijadikan alat legitimasi untuk merevisi Undang-Undang Ormas. Begitu juga
dengan Undang-Undnag Terorisme yang disebut oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna
Laoly akan direvisi sebagai payung hukum bagi penanggulangan masalah ISIS
(Republika, 25/03/2015). Dikhawatirkan dengan semua itu, akan kembali masa
seperti Orde Baru, yang menindak siapapun secara represif bila dianggap
bertentangan dengan negara.
Perlu dipahami, jika ISIS dianggap
sebagai ancaman, jangan lupa bahwa ada hal yang sudah nyata-nyata mengancam
Indonesia, yaitu neoimperialisme dan neoliberalisme. Neoimperialisme dibuktikan
dari intervensi asing dalam pembuatan draft Undang-Undang di Indonesia.
Sebagaimana yang pernah dibeberkan oleh politisi P DIP, Ibu Eva Sundari, ada
lebih dari 79 draft Undang-Undang yang dirancang oleh asing. Sedangkan
neoliberalisme dibuktikan dengan dicabutnya subsidi BBM sehingga harga BBM
mengikuti harga pasar. Masalah neoimperialisme dan neoliberalisme jauh lebih
berbahaya karena dampaknya sudah dirasakan secara luas oleh masyarakat.
Seperti, korupsi, kemiskinan, krisis moral dan lain sebagainya. Maka, jangan
sampai efek ISIS malah menghalangi masyarakat dari berpikir jernih untuk
memposisikan permasalahan yang sedang dihadapi. Wallahu a’lam
0 Comments
Post a Comment