Thursday, March 06, 2014

Dia Bisa, Kenapa Aku Tidak?

Picture by www.dakwatuna.com
       Seorang teman pernah tersinggung hatinya saat ku bandingkan dengan orang lain. Maaf ya teman, kalau aku menyinggung hatimu. Sungguh bukan maksudku untuk membuatmu marah. Pertanyaannya, apakah yang ku lakukan benar-benar salah menurut standar agama?
       Salah satu sifat alamiah manusia adalah rasa ingin mempertahankan diri. Ia tak ingin dikatakan lebih buruk dari yang lain. Sebaliknya ia selalu ingin dikatakan baik. Maka kalau kamu ingin cari marah temanmu, silahkan katakan kelemahannya dengan membandingkan ia dengan yang lain. Bersiap-siaplah untuk menerima amukan darinya. Atau minimal ia bakal cemberut ke kamu.
      Seperti aku yang tanpa niat buruk membandingkan teman yang satu ini dengan sesosok perempuan. Maksudku sih, agar temanku dapat belajar darinya. Bahkan berusaha menjadi lebih baik darinya. Tapi ya gitu, dia marah.

Nah, sebenarnya membandingkan itu ada yang boleh dan ada yang tidak. Contohnya gini, kalau kamu mengoreksi ukuran badan temanmu yang lebih pendek dan membandingkannya dengan yang lebih tinggi, lalu mengatakan yang lebih tinggi itu yang lebih baik, itu gak boleh. Sebab fisik itu Allah SWT yang buatin untuk kita. Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang amat sangat tau apa yang baik untuk kita. Jadi yang udah dikasih ya terima aja. Gak layak dibanding-bandingin. Gak pantes untuk bangga jika merasa bagus atau minder jika dalam pandanganmu tidak bagus. Toh, itu bukan prestasi manusia, melainkan wujud kasih sayang Allah SWT. Yang perlu bagi kita adalah mensyukurinya.
Kalau masalah kecerdasan gimana? Hal ini pun tak perlu diperbandingkan dengan maksud berharap seseorang dapat menjadi seperti orang lain. Pada kenyataannya, emang kita dilahirkan dengan kondisi unik. Kelebihan maupun kekurangan antara orang yang satu dengan yang lainnya itu berbeda. Ada dia yang cenderung suka bicara. Sehingga memaksanya untuk tekun bekerja dibelakang meja akan membuatnya merasa tersiksa. Ia akan lebih nyaman sebagai pembawa berita, motivator dan lainnya. Terkadang juga ada orang yang lebih nyaman menuangkan pikiran lewat tulisan daripada berbicara dimuka umum. Seperti saya, sudah berusaha berkali kali tapi tetep aja gak sebagus teman lainnya saat menyampaikan materi dimuka audiens. Saya lebih nyaman berbicara lewat tulisan.
Trus kalo membandingkan tingkat ketaatan gimana? Untuk yang ini justru layak dilakukan. Allah memberi aturan hidup untuk seluruh makhluk ciptaanNya. Termasuk kepada manusia. Dalam menjalankan aturan Allah SWT, kita disarankan untuk berlomba-lomba. Dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 148 Allah SWT berfirman :”... maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan”.
Semua manusia berkesempatan unggul dalam kompetisi memperebutkan ridha Allah SWT. Allah itu Maha Adil, tidak akan memerintahkan sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh sebagian muslim. Kalau yang lain bisa mematuhi perintah sholat, maka kita juga pasti bisa. Kalau yang lain bisa menunaikan kewajiban berdakwah untuk mempercepat datangnya janji Allah atas kebangkitan umat Islam, maka kita juga pasti bisa. Jadi jika ada seseorang yang dakwahnya oke ditengah-tengah kesibukan kuliahnya yang padat, kenapa kita tidak bisa? Kenapa kita harus melempem? Tidakkah kita ingin belajar darinya? Tidakkah kita ingin tau rahasia kesuksesannya yang tetap menunjukkan kesungguhan meski dihadapkan pada peliknya urusan pribadinya?
Inilah yang saya lakukan pada teman saya. Saya ingin diri ini dan dia sama-sama bercermin pada muslimah lainnya yang bersemangat dalam berdakwah. Jangankan kepada orang-orang dimasa sekarang, bahkan kita dianjurkan untuk meniru ketaatan para sahabat Rasulullah SAW. Agar dapat sama-sama berlomba mencapai syurganya Allah.
Membandingkan diri dengan ketaatan orang lain itu dibolehkan. Ia akan menimbulkan iri. Iri yang dibolehkan. Iri jenis ini akan mendorong kepada kebaikan yaitu meniru jenis ketaatan yang kurang pada diri kita. Dari Ibnu Umar r.a. berkata: Rasulullah saw bersabda, "Tidak boleh seseorang iri terhadap orang lain kecuali dalam dua hal yaitu seseorang yang diberi pengertian Al Qur'an lalu ia mempergunakannya sebagai pedoman amalnya siang-malam dan seseorang yang diberi oleh Allah kekayaan harta lalu ia membelanjakannya siang-malam untuk segala amal kebaikan."

Untuk temanku, semoga ketika membaca ini kau mengerti apa maksudku.

0 Comments

Post a Comment