Ada
teman bikin status di fb mengenai kebiasaan suaminya pegang hp jelang tidur
yang sempat ganggu komunikasi mereka. Lalu dia bikin treatment buat suaminya. Suaminya dikasih challenge sepuluh hari bebas hp jelang tidur. Hasilnya memuaskan.
Komunikasi mereka kembali baik.
Aku
pikir suamiku saja yang punya kebiasaan pegang hp jelang tidur. Aku lupa ini
lagi zamannya. Sehingga harusnya aku sadar suamiku nggak sendirian. Hehe.
Sebenarnya
di masyarakat bukan cuma lelaki sih yang pegang hp jelang tidur. Perempuan
juga. Bahkan bukan cuma mau tidur. Dalam keseharian kita, hampir hampir banyak
orang tak bisa lepas dari hp.
Gawai
sudah menjadi semacam kebutuhan pokok. Gawai sebagai alat pendukung kerja,
kebutuhan mengikuti isu – isu di media sosial, baca artikel atau sekedar lihat –
lihat foto. Jadi bukan hanya suamiku sih yang pegang hp jelang tidur. Aku juga.
Haha.
Lah
tulisan ini aku tulis pakai hp jelang tidur. Dan disampingku ada suamiku yang
juga sedang pegang hp. Hihihi.
Tapi
pengalamanku berbeda dari temanku. Meski aku dan suamiku sama sama pegang hp di
tempat tidur, kami belum mengalami masalah karenanya. Kami fleksibel sih. Saat
ada yang perlu didiskusikan kami akan berhenti dari melototi hp dan ngobrol.
Sesaat kemudian kembali menatap hp kala obrolan dianggap selesai.
By
the way, apa sih yang dikerjain suamiku dengan hpnya? Hemm, suamiku baca novel
kungfu haha. Iya, diantara aktivitas mengelola bimbel dan ngajar bahasa arab,
suamiku hobi main catur di komputer dan baca novel kungfu.
Suamiku
pun sering cerita mengenai kisah di novel yang ia baca. Baca sebentar, lalu
cerita. Begitu seringnya. Ceritanya kayak mendongeng gitu, pakek ekspresi. Lucu
deh. Hehe.
Saat
suamiku pegang hp juga nggak fokus fokus amat. Masih bisa diganggu. Suamiku
nggak marah kalau misalnya digelitiki dan dipeluk. Pun meski lagi baca novel
tetap bisa diajak ngobrol.
Beda
kalau lagi main catur atau lagi mengulang belajar bahasa arab. Untuk itu suamiku
perlu konsentrasi penuh. Aku paham saat saat dimana suamiku nggak bisa diganggu
atau sebaliknya. Jadi alhamdulillah sejauh ini gadget nggak menghalangi
komunikasi kami.
Aku
pikir, untuk hubungan suami istri, permasalahan akibat keasyikan gawai masih
terdengar kasuisme. Kasusnya satu dua. Beda dengan yang terjadi pada anak –
anak dan remaja. Sekarang lagi mewabah ya, anak – anak yang mengalami gangguan
jiwa karena candu gawai.
Anak Candu Gawai
Pengen
bahas lebih luas sedikit boleh ya. Soalnya ini kegelisanku juga. Program AIMAN
di Kompas membahas masalah anak candu gawai. Aiman menemukan kejadian luar
biasa mengenai banyaknya anak dan remaja yang candu gawai. Ternyata candu gawai
nyaris terjadi di seluruh Indonesia. Dari pulau Sumatera hingga Kawasan Timur
Indonesia. Hanya saja yang tercatat, terbanyak dari Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Di
Rumah Sakit Jiwa Surakarta, Jawa Tengah rata – rata tiap hari 1 hingga 2 pasien
anak datang, akibat gangguan jiwa pasca candu gawai. Memprihatinkan sekali,
karena sebagian anak tersebut awalnya berprestasi. Anak –anak itu bak candu
narkoba. Sampai mencuri dan membobol ATM orangtuanya demi membiayai main game
di hp.
Aku
bisa ambil pelajaran, meskipun hubungan kita dengan pasangan nggak bermasalah
saat sering pegang hp, tapi prilaku kita ngefek lo ke anak. Prilaku orangtua
berpengaruh kan ya pada anak. Jadi kita mesti pandai – pandai bersikap, mengendalikan
diri kita dan anak sehingga teknologi bisa berdampak baik bagi kehidupan. Bukan
justru berdampak buruk.
Hemm,
jadi ingat kata – kata Menteri Keungan Sri Muliani. Bulan lalu beliau
mengeluarkan pernyataan yang cukup aneh terdengar di telinga masyarakat. Bu Sri
menghimbau seluruh masyarakat Indonesia untuk memperkenalkan gadget kepada anak
– anak mereka sejak bayi.
Alasan
bu Sri berkata demikian adalah demi bisnis. Beliau memandang baik untuk
mencapai peringkat tertinggi penggunaan digital di Asia Tenggara pada 2025.
Maka potensi jumlah SDM Indonesia yang banyak ini nggak boleh disia – siakan.
Bahkan bayi sekalipun dianjurkan untuk ikut ambil bagian dalam pasar digital.
Caranya, perkenalkan bayi dengan gawai.
O
ala buk, jangan lagi memandang penggunaan gadget dari sudut pandang bisnis ya
buk. PR bu Sri dan pejabat negara lainnya banyak loh. Yaitu bagaimana melayani dan
melindungi rakyat dengan sepenuh hati sesuai amanah kepemimpinan yang ada di
pundak mereka.
Novel kungfunya berbahasa inggris, dan main caturnya juga dengan orang-orang dari negara lain.
ReplyDelete