Sunday, September 23, 2018

Maksiat Resahkan Masyarakat

Regional Kompas

Masyarakat yang tinggal di sekitar Komplek MMTC Medan untuk sementara bisa bernafas lega. Sebelumnya mereka dibuat resah dengan keberadaan sebuah usaha ice cream yang dicurigai menjadi tempat peredaran narkoba dan seks bebas. 

Akhirnya, kasus tersebut terbongkar. Sepasang suami istri pengelola usaha tersebut pertengahan Agustus lalu ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polrestabes Medan. Kapolrestabes Medan Kombes Dadang Hartanto menyebut bahwa tersangka diduga menjadikan lokasi usahanya sebagai tempat peredaran narkoba dan seks bebas bagi anak di bawah umur.

Penyebutan kata – kata’sementara bisa bernafas lega’ yang penulis gunakan di atas bukan tanpa alasan. Namun hal tersebut penulis lakukan berdasarkan fakta yang dirasakan. Tak ada yang bisa menjamin bahwa setelah penangkapan tersebut masyarakat bisa bebas dari seks bebas dan narkoba. Setidaknya ada beberapa alasan yang bisa penulis ungkapkan.

Pertama. Hukum Indonesia lemah. Sangat banyak pelaku kriminal narkoba keluar masuk penjara. Logika sederhana. Kalau memang hukum berefek jera, mengapa penjahat narkoba bukan berkurang, malah justru makin banyak? 

Kepala Badan Narkotika Nasional ( BNN) Komjen Budi Waseso atau Buwas pernah mengatakan, ada peningkatan dalam pengungkapan kasus peredaran narkoba sepanjang tahun 2017 di Indonesia. "Tahun lalu kita mampu mengungkap 3,4 ton narkoba jenis sabu. Tapi sekarang kami mampu mencapai 4,71 ton sabu, jadi ada peningkatan," kata beliau, (https://news.okezone.com).

Kita juga pernah dikejutkan dengan pembebasan bersyarat penyelundup narkoba asal Australia, Corby. Saat itu, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin menolak jika pemerintah dikatakan bermurah hati pada terpidana narkoba. Ia mengaku tindakan pemerintah sudah sesuai hukum. 

Artinya, ini menjadi salah satu bukti bagi kita betapa lemahnya hukum menindak sebuah kejahatan. Sementara seks bebas secara umum bukan termasuk sebagai tindak kriminal menurut hukum. Kecuali perselingkuhan dan seks bebas oleh anak di bawah umur yang diadukan pada hukum.

Kedua, negeri kita terjangkiti virus sekulerisme. Disintegrasi sebagian besar ajaran agama khususnya Islam dalam peraturan negara mengindikasikan bahwa negeri ini sekuler. Wujudnya di masyarakat, kebanyakan dari kita memisahkan agama dari kehidupan. Agama dianggap hanya mengurusi masalah ibadah. 

Sementara di luar itu orang sekuler merasa bebas menentukan benar salah, baik buruk menurut keinginan pribadi. Alhasil, sekulerisme meniscayakan adanya para penikmat seks bebas dan narkoba. Muncul para pemakai narkoba yang berawal dari coba – coba, diajak teman, jalan menghilangkan stress dan lain sebagainya. Para pelaku seks bebas muncul dari keinginan menikmati kebersamaan dengan pasangan tanpa tanggungjawab.

Diantara orang – orang sekuler yang peka terhadap peluang usaha pun memanfaatkan narkoba dan seks bebas sebagai bisnis. Selama permintaan terhadap seks bebas dan narkoba masih ada, para pebisnis narkoba dan seks bebas akan tetap jaya. 

Mereka tanpa rasa bersalah mengeruk keuntungan dari maksiat tersebut. Bahkan politisi pun tak luput dari godaan bisnis kotor ini. Seperti yang baru – baru ini diberitakan. Seorang politisi dari sebuah partai tertangkap oleh pihak keamanan karena terlibat sebagai gembong narkoba. Miris sekali, anggota partai yang mengaku ingin membawa perubahan pada masyarakat, justru menjerumuskan masyarakat pada keburukan.

Konsekuensi lainnya dari sekulerisme adalah regulasi yang membolehkan adanya tempat – tempat hiburan malam. Sudah masyhur bahwa tempat hiburan malam lekat dengan minuman keras, narkoba dan seks bebas. Di momen – momen tertentu seperti menjelang Ramadhan kerap dilakukan razia tempat hiburan malam. 

Hampir selalu ditemukan pengguna narkoba ataupun pelaku mesum saat razia. Namun klub – klub malam tetap berdiri tegak. Jika pengelola ice cream di kawasan MMTC yang diceritakan di awal tidak memanipulasi usahanya, resmi berdiri sebagai tempat hiburan malam, atau tidak ada pengaduan dari masyarakat, mungkin usaha tersebut masih berjalan.

Baru – baru ini Harian Waspada Medan memberitakan mengenai dua bangunan kafe dan warung tuak di Desa Nagasaribu dan Desa Purba Bangun, Padang Lawas Utara yang dibakar masa. Masyarakat yang didominasi kaum ibu di sana resah karena sudah lama tempat penyedia wanita penghibur itu berdiri. 

Sering pula terjadi keributan di sana. Aksi main hakim sendiri dari masyarakat menunjukkan hilangnya harapan mereka terhadap aparat keamanan. Sekulerisme telah melemahkan perhatian pemerintah pada kemaslahatan rakyatnya.  Sekulerisme pula yang menjadi sebab lemahnya hukum yang ada.

Masyarakat yang resah dengan narkoba dan seks bebas lalu berani melaporkan pada pihak keamanan patut diacungi jempol. Memang demikianlah seharusnya. Kita tak boleh diam dengan kemaksiatan. Narkoba dan seks bebas telah merusak generasi kita. Merusak keutuhan keluarga di Indonesia. 

Narkoba dan prilaku seks bebas pantas dibasmi sampai ke akar – akarnya. Sayangnya belum semua masyarakat berani melaporkan adanya kemaksiatan di sekitar mereka. Masih banyak yang lebih memilih diam karena menimbang – nimbang sejumlah resiko yang bisa saja dihadapi. 

Akar masalah narkoba dan seks bebas adalah sekulerisme. Jika virus pemahaman rusak tersebut dibiarkan, keresahan masyarakat tetap akan dirasakan, meski masyarakat sudah rajin melaporkan kejahatan tersebut pada aparat. 

Maka kita harus kembali pada aturan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan agama. Kebaikan itu ada pada agama. Agama itu anti maksiat.

Penulis meyakini Islam mampu memberantas narkoba dan seks bebas. Islam memiliki aturan lengkap untuk dijalankan oleh individu, masyarakat dan negara. Di level individu, Islam mampu membentuk individu bertakwa. 

Buah dari pendidikan Islam adalah individu yang takut bermaksiat kepada Allah swt. Muslim sejati akan senantiasa merasa diawasi oleh Allah swt. Mereka produktif menghasilkan amal salih. 

Hingga jauh dari aktivitas berbau maksiat. Sementara di level masyarakat Islam mengharuskan agar amar ma’ruf dihidupkan. Ingat mengingatkan dalam kebenaran adalah suatu keharusan dalam Islam. Dakwah akan meminimalisasi maksiat yang datang dari potensi lupa dan alpa yang ada pada diri manusia.

Di level negara, Islam mengharuskan pemimpin untuk memandang jabatan adalah amanah mengurus rakyat semata, bukan yang lain. Sabda Rasulullah saw: “Imam (pemimpin) itu penggembala (pengurus rakyat) dan akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaan (rakyat) yang dia urus (HR al-Bukhari dan Ahmad)

Syarat – syarat memilih pemimpin dalam Islam yaitu muslim, baligh, berakal, laki-laki, adil, mampu dan merdeka meniscayakan terpilihnya pemimpin yang bertanggungjawab. 

Pemimpin sejati akan menyayangi rakyatnya dan takkan membiarkan rakyatnya terpapar narkoba dan seks bebas. Penegakan hukum – hukum Islam secara tegas dalam hal pendidikan, pergaulan, ekonomi, politik serta sanksi bisa menghilangkan praktek narkoba dan seks bebas. Wallahu a’lam bishawab.

dimuat di Harian Waspada Medan 28 Agustus 2018

0 Comments

Post a Comment