Regional Kompas |
Masyarakat yang tinggal di sekitar
Komplek MMTC Medan untuk sementara bisa bernafas lega. Sebelumnya mereka dibuat
resah dengan keberadaan sebuah usaha ice cream yang dicurigai menjadi tempat
peredaran narkoba dan seks bebas.
Akhirnya, kasus tersebut terbongkar. Sepasang
suami istri pengelola usaha tersebut pertengahan Agustus lalu ditetapkan
sebagai tersangka oleh penyidik Polrestabes Medan. Kapolrestabes Medan Kombes
Dadang Hartanto menyebut bahwa tersangka diduga menjadikan lokasi usahanya
sebagai tempat peredaran narkoba dan seks bebas bagi anak di bawah umur.
Penyebutan kata – kata’sementara bisa
bernafas lega’ yang penulis gunakan di atas bukan tanpa alasan. Namun hal
tersebut penulis lakukan berdasarkan fakta yang dirasakan. Tak ada yang bisa
menjamin bahwa setelah penangkapan tersebut masyarakat bisa bebas dari seks
bebas dan narkoba. Setidaknya ada beberapa alasan yang bisa penulis ungkapkan.
Pertama. Hukum Indonesia lemah. Sangat
banyak pelaku kriminal narkoba keluar masuk penjara. Logika sederhana. Kalau
memang hukum berefek jera, mengapa penjahat narkoba bukan berkurang, malah
justru makin banyak?
Kepala Badan Narkotika
Nasional ( BNN) Komjen Budi Waseso atau Buwas pernah mengatakan, ada
peningkatan dalam pengungkapan kasus
peredaran narkoba sepanjang tahun 2017 di Indonesia. "Tahun lalu kita
mampu mengungkap 3,4 ton narkoba jenis sabu. Tapi sekarang kami mampu mencapai
4,71 ton sabu, jadi ada peningkatan," kata beliau, (https://news.okezone.com).
Kita juga pernah dikejutkan dengan
pembebasan bersyarat penyelundup narkoba asal Australia, Corby. Saat itu, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin menolak jika
pemerintah dikatakan bermurah hati pada terpidana narkoba. Ia mengaku tindakan
pemerintah sudah sesuai hukum.
Artinya, ini menjadi salah satu bukti bagi kita
betapa lemahnya hukum menindak sebuah kejahatan. Sementara seks bebas secara
umum bukan termasuk sebagai tindak kriminal menurut hukum. Kecuali
perselingkuhan dan seks bebas oleh anak di bawah umur yang diadukan pada hukum.
Kedua, negeri kita
terjangkiti virus sekulerisme. Disintegrasi sebagian besar ajaran agama
khususnya Islam dalam peraturan negara mengindikasikan bahwa negeri ini
sekuler. Wujudnya di masyarakat, kebanyakan dari kita memisahkan agama dari
kehidupan. Agama dianggap hanya mengurusi masalah ibadah.
Sementara di luar itu
orang sekuler merasa bebas menentukan benar salah, baik buruk menurut keinginan
pribadi. Alhasil,
sekulerisme meniscayakan adanya para penikmat seks bebas dan narkoba. Muncul
para pemakai narkoba yang berawal dari coba – coba, diajak teman, jalan menghilangkan
stress dan lain sebagainya. Para pelaku seks bebas muncul dari keinginan
menikmati kebersamaan dengan pasangan tanpa tanggungjawab.
Diantara orang – orang sekuler yang peka
terhadap peluang usaha pun memanfaatkan narkoba dan seks bebas sebagai bisnis.
Selama permintaan terhadap seks bebas dan narkoba masih ada, para pebisnis narkoba
dan seks bebas akan tetap jaya.
Mereka tanpa rasa bersalah mengeruk keuntungan
dari maksiat tersebut. Bahkan politisi pun tak luput dari godaan bisnis kotor
ini. Seperti yang baru – baru ini diberitakan. Seorang politisi dari sebuah
partai tertangkap oleh pihak keamanan karena terlibat sebagai gembong narkoba.
Miris sekali, anggota partai yang mengaku ingin membawa perubahan pada
masyarakat, justru menjerumuskan masyarakat pada keburukan.
Konsekuensi lainnya dari sekulerisme
adalah regulasi yang membolehkan adanya tempat – tempat hiburan malam. Sudah
masyhur bahwa tempat hiburan malam lekat dengan minuman keras, narkoba dan seks
bebas. Di momen – momen tertentu seperti menjelang Ramadhan kerap dilakukan
razia tempat hiburan malam.
Hampir selalu ditemukan pengguna narkoba ataupun
pelaku mesum saat razia. Namun klub – klub malam tetap berdiri tegak. Jika
pengelola ice cream di kawasan MMTC yang diceritakan di awal tidak memanipulasi
usahanya, resmi berdiri sebagai tempat hiburan malam, atau tidak ada pengaduan
dari masyarakat, mungkin usaha tersebut masih berjalan.
Baru – baru ini Harian Waspada Medan
memberitakan mengenai dua bangunan kafe dan warung tuak di Desa Nagasaribu dan
Desa Purba Bangun, Padang Lawas Utara yang dibakar masa. Masyarakat yang
didominasi kaum ibu di sana resah karena sudah lama tempat penyedia wanita
penghibur itu berdiri.
Sering pula terjadi keributan di sana. Aksi main hakim
sendiri dari masyarakat menunjukkan hilangnya harapan mereka terhadap aparat
keamanan. Sekulerisme telah melemahkan perhatian pemerintah pada kemaslahatan
rakyatnya. Sekulerisme pula yang menjadi
sebab lemahnya hukum yang ada.
Masyarakat yang resah dengan narkoba dan
seks bebas lalu berani melaporkan pada pihak keamanan patut diacungi jempol.
Memang demikianlah seharusnya. Kita tak boleh diam dengan kemaksiatan. Narkoba
dan seks bebas telah merusak generasi kita. Merusak keutuhan keluarga di
Indonesia.
Narkoba dan prilaku seks bebas pantas dibasmi sampai ke akar –
akarnya. Sayangnya belum semua masyarakat berani melaporkan adanya kemaksiatan
di sekitar mereka. Masih banyak yang lebih memilih diam karena menimbang –
nimbang sejumlah resiko yang bisa saja dihadapi.
Akar masalah narkoba dan seks bebas
adalah sekulerisme. Jika virus pemahaman rusak tersebut dibiarkan, keresahan masyarakat
tetap akan dirasakan, meski masyarakat sudah rajin melaporkan kejahatan
tersebut pada aparat.
Maka kita harus kembali pada aturan hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara berdasarkan agama. Kebaikan itu ada pada agama. Agama
itu anti maksiat.
Penulis meyakini Islam mampu memberantas
narkoba dan seks bebas. Islam memiliki aturan lengkap untuk dijalankan oleh
individu, masyarakat dan negara. Di level individu, Islam mampu membentuk
individu bertakwa.
Buah dari pendidikan Islam adalah individu yang takut
bermaksiat kepada Allah swt. Muslim sejati akan senantiasa merasa diawasi oleh
Allah swt. Mereka produktif menghasilkan amal salih.
Hingga jauh dari aktivitas
berbau maksiat. Sementara di level masyarakat Islam mengharuskan agar amar
ma’ruf dihidupkan. Ingat mengingatkan dalam kebenaran adalah suatu keharusan
dalam Islam. Dakwah akan meminimalisasi maksiat yang datang dari potensi lupa
dan alpa yang ada pada diri manusia.
Di level negara, Islam mengharuskan
pemimpin untuk memandang jabatan adalah amanah mengurus rakyat semata, bukan
yang lain. Sabda Rasulullah saw: “Imam (pemimpin)
itu penggembala (pengurus rakyat) dan akan dimintai
pertanggungjawaban atas gembalaan (rakyat) yang dia urus
(HR al-Bukhari dan Ahmad)
Syarat – syarat memilih pemimpin dalam
Islam yaitu muslim, baligh, berakal, laki-laki, adil, mampu dan merdeka
meniscayakan terpilihnya pemimpin yang bertanggungjawab.
Pemimpin sejati akan
menyayangi rakyatnya dan takkan membiarkan rakyatnya terpapar narkoba dan seks
bebas. Penegakan hukum – hukum Islam secara tegas dalam hal pendidikan, pergaulan,
ekonomi, politik serta sanksi bisa menghilangkan praktek narkoba dan seks
bebas. Wallahu a’lam bishawab.
dimuat di Harian Waspada Medan 28 Agustus 2018
0 Comments
Post a Comment