Setiap jam istirahat tiba, dua pasang muda mudi ini langsung
mengambil posisi duduk berdua-duaan di dalam kelas. Hanya mereka berempat yang
ada di dalam kelas. Jangan pikir mereka cuma ngobrol saja. Lebih dari itu. Malu
saya menceritakannya. Bagaimana dengan kondisi kelas lainnya? Wallahu a’lam.
Padahal sekolah ini bernuansa Islam loh. Ampun deh zaman sekarang, tidak
kenal sekolah umum atau sekolah Islami, sama saja. Murid-muridnya sama-sama
mengenal bahkan melakukan aktifitas pacaran.
Kalau sekolah umum mungkin masih
dimaklumi. Disana mata pelajaran agama memang sedikit porsinya. Namun yang
satunya kan sekolah yang kental dengan pelajaran agama, mengapa bisa ada murid
yang melakukan praktek pacaran?
Pacarannya terang-terangan pula. Sudah tidak pakai malu-malu
rupanya. Mereka bukan berseragam putih abu-abu, melainkan putih biru. Lalu
reaksi teman-teman mereka yang lain gimana?
Di dalam kelas itu ada pengemban dakwahnya loh. Ada seorang siswi
yang aktifitas kesehariannya selain sekolah, mengkaji Islam dan berdakwah. Dia
bukan pelajar biasa. Dia juara di kelasnya. Bahkan juara umum untuk
angkatannya.
Dia unggul di kelas dan di masyarakat. Dia hebat dihadapan
teman-temannya, dan dihadapan Allah Swt. Kecil-kecil sudah jadi aktivis dakwah.
Keren ya.
Meski dia sendiri, dia gak minder. Bahkan dia bangga dengan Islam
yang dia bawa. Tak hanya dikenal cerdas, ia juga bersikap baik pada
teman-temannya. Lalu apakah dia diam saja melihat kemungkaran dihadapannya?
Sebenarnya si pengemban dakwah bersama teman-teman lainnya risih
melihat teman mereka yang sedang pacaran. Mereka pun sudah bertindak. Dengan
dipimpin oleh sang pengemban dakwah, nasihat dilakukan.
Tapi apa kata mereka yang
sedang asyik pacaran, “Kalo ini dosa, kan dosa kami. Apa urusannya sama kalian?”
Wah temannya menasehati karena sayang. Sedih bila mereka terkena dosa. Tapi yang
dinasehati malah ngeyel.
Si pengemban dakwah menimpali, “Perbuatan maksiat kalian itu dosanya
bukan buat kalian aja. Tapi kami yang melihat ikut berdosa, kalo kami hanya membiarkannya.”
Si pengemban dakwah berkata benar. Bacalah peringatan Allah Swt berikut
ini:
“Dan peliharalah dirimu
daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang lalim saja di
antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya”,(QS. Anfal:25)
Ketika nasehat gak mempan, teman-teman cowok mereka meledeki dan
mengatai dengan ucapan, “Gak malu
ya gituan?” Tapi, mereka tak bergeming. Sampai-sampai diaduin ke bapak dan ibu
guru.
Tapi sakitnya, malah banyak guru yang mendukung tindakan itu. Ada ibu
guru yang bilang ke murid perempuannya, “Ingatkan si dia ya(menyebut nama murid
laki-lakinya) supaya belajar yang rajin!”.
Maksud ibu guru, “Ingatkan pacarmu
supaya rajin belajar!” Kelewatan.
Tipis harapan kepada guru seperti itu untuk membimbing muridnya ke
jalan yang lurus. Pasalnya, bukan cuma murid yang teracuni pergaulan model
barat, gurunya juga.
Guru yang anti gaul bebas, mencoba melakukan razia pacaran.
Efeknya, si murid pura-pura bersikap baik dihadapan gurunya. Seolah sudah putus
pacarannya. Selesai sidak, mulai lagi. Gak pakai kata jera kayaknya.
Gimana dengan orangtua? Ibu dari salah satu siswi yang pacaran itu berkata,
“Ya sudah gak apa-apa kalau dekatnya sama dia”.
Maksud si ibu, boleh saja anak gadisnya
pacaran. Dengan catatan, pacarannya sama cowok yang itu. Restu bunda bersama
mereka. Astaghfirullah.
Bayangkan saja, orangtua terutama ibu yang diharapkan menjadi
benteng utama anak dari maksiat pun tak kalah rapuhnya. Bisanya membiarkan anak
berbuat maksiat. Beliau yang memasukkan anaknya ke sekolah Islami pasti
berharap anaknya menjadi anak sholeha.
Tapi kok malah dibiarin pacaran? Ini
juga bukti kalau orangtua udah tertular paham gaul ala barat. Hingga pacaran
dianggap hal yang biasa.
Mata pelajaran agama yang mewarnai sekolah Islami bukan jaminan
murid mendapat pemahaman agama yang membekas. Selain memang materi yang
disediakan tidak punya target menjadikan siswa berkepribadian Islam, guru yang
membimbing pun tidak mengenal Islam dengan baik.
Jadi, wajar saja meski
berlabel sekolah Islami, tetapi prilaku orang-orang di dalamnya tidak Islami.
Belum lagi kalau bicara soal media. Internet, Televisi, Handpone
dan media lainnya memiliki andil cukup besar dalam mempengaruhi prilaku remaja.
Ingat kan, tayangan-tayangan seperti apa yang ada di media?
Sinetron bertema
pacaranlah, musik, gosip dan berbagai tayangan hiburan yang disajikan tak
pernah jauh dari yang namanya hubungan pacaran.
Begitu kabur pandangan umat tentang Islam. Para ibu yang
membolehkan anaknya pacaran. Para guru yang membiarkan muridnya berkasih sayang
sembarangan. Sistem pendidikan yang tiada mencerahkan. Masyarakat dan negara
yang abai pada ketaatan. Apa yang bisa diharapkan?
Dakwah adalah cara jitu membangkitkan umat. Dakwah ialah jurus
ampuh mengembalikan kaum muslim pada fitrah Islam. Dakwah adalah bentuk
kepedulian terhadap sesama. Ia pun bentuk kasih sayang.
Dicari, pemuda peduli umat.
Keberadaan mereka menjadi begitu penting di tengah kubangan maksiat yang
mendalam. Nggak cukup, satu atau dua. Mereka harus terus bermunculan, untuk
menyelamatkan nasib umat Islam dari kehancuran.
Kaum mudalah bibit unggul
pejuang dakwah. Pemuda adalah aset berharga bagi umat Islam untuk menghantarkan
pada kebangkitkan. Wahai pemuda Islam, jadilah penyelamat kaummu...
0 Comments
Post a Comment