Wednesday, May 20, 2015

Dicari, Pemuda Peduli Umat



Setiap jam istirahat tiba, dua pasang muda mudi ini langsung mengambil posisi duduk berdua-duaan di dalam kelas. Hanya mereka berempat yang ada di dalam kelas. Jangan pikir mereka cuma ngobrol saja. Lebih dari itu. Malu saya menceritakannya. Bagaimana dengan kondisi kelas lainnya? Wallahu a’lam.

Padahal sekolah ini bernuansa Islam loh. Ampun deh zaman sekarang, tidak kenal sekolah umum atau sekolah Islami, sama saja. Murid-muridnya sama-sama mengenal bahkan melakukan aktifitas pacaran. 

Kalau sekolah umum mungkin masih dimaklumi. Disana mata pelajaran agama memang sedikit porsinya. Namun yang satunya kan sekolah yang kental dengan pelajaran agama, mengapa bisa ada murid yang melakukan praktek pacaran?

Pacarannya terang-terangan pula. Sudah tidak pakai malu-malu rupanya. Mereka bukan berseragam putih abu-abu, melainkan putih biru. Lalu reaksi teman-teman mereka yang lain gimana?

Di dalam kelas itu ada pengemban dakwahnya loh. Ada seorang siswi yang aktifitas kesehariannya selain sekolah, mengkaji Islam dan berdakwah. Dia bukan pelajar biasa. Dia juara di kelasnya. Bahkan juara umum untuk angkatannya. 

Dia unggul di kelas dan di masyarakat. Dia hebat dihadapan teman-temannya, dan dihadapan Allah Swt. Kecil-kecil sudah jadi aktivis dakwah. Keren ya.

Meski dia sendiri, dia gak minder. Bahkan dia bangga dengan Islam yang dia bawa. Tak hanya dikenal cerdas, ia juga bersikap baik pada teman-temannya. Lalu apakah dia diam saja melihat kemungkaran dihadapannya?

Sebenarnya si pengemban dakwah bersama teman-teman lainnya risih melihat teman mereka yang sedang pacaran. Mereka pun sudah bertindak. Dengan dipimpin oleh sang pengemban dakwah, nasihat dilakukan. 

Tapi apa kata mereka yang sedang asyik pacaran, “Kalo ini dosa, kan dosa kami. Apa urusannya sama kalian?” Wah temannya menasehati karena sayang. Sedih bila mereka terkena dosa. Tapi yang dinasehati malah ngeyel.

Si pengemban dakwah menimpali, “Perbuatan maksiat kalian itu dosanya bukan buat kalian aja. Tapi kami yang melihat ikut berdosa, kalo kami hanya membiarkannya.”

Si pengemban dakwah berkata benar. Bacalah peringatan Allah Swt berikut ini:

 “Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang lalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya”,(QS. Anfal:25)

Ketika nasehat gak mempan, teman-teman cowok mereka meledeki dan mengatai dengan ucapan, “Gak malu ya gituan?” Tapi, mereka tak bergeming. Sampai-sampai diaduin ke bapak dan ibu guru. 

Tapi sakitnya, malah banyak guru yang mendukung tindakan itu. Ada ibu guru yang bilang ke murid perempuannya, “Ingatkan si dia ya(menyebut nama murid laki-lakinya) supaya belajar yang rajin!”. 

Maksud ibu guru, “Ingatkan pacarmu supaya rajin belajar!” Kelewatan.

Tipis harapan kepada guru seperti itu untuk membimbing muridnya ke jalan yang lurus. Pasalnya, bukan cuma murid yang teracuni pergaulan model barat, gurunya juga. 

Guru yang anti gaul bebas, mencoba melakukan razia pacaran. Efeknya, si murid pura-pura bersikap baik dihadapan gurunya. Seolah sudah putus pacarannya. Selesai sidak, mulai lagi. Gak pakai kata jera kayaknya.

Gimana dengan orangtua? Ibu dari salah satu siswi yang pacaran itu berkata, “Ya sudah gak apa-apa kalau dekatnya sama dia”. 

Maksud si ibu, boleh saja anak gadisnya pacaran. Dengan catatan, pacarannya sama cowok yang itu. Restu bunda bersama mereka. Astaghfirullah.

Bayangkan saja, orangtua terutama ibu yang diharapkan menjadi benteng utama anak dari maksiat pun tak kalah rapuhnya. Bisanya membiarkan anak berbuat maksiat. Beliau yang memasukkan anaknya ke sekolah Islami pasti berharap anaknya menjadi anak sholeha. 

Tapi kok malah dibiarin pacaran? Ini juga bukti kalau orangtua udah tertular paham gaul ala barat. Hingga pacaran dianggap hal yang biasa.

Mata pelajaran agama yang mewarnai sekolah Islami bukan jaminan murid mendapat pemahaman agama yang membekas. Selain memang materi yang disediakan tidak punya target menjadikan siswa berkepribadian Islam, guru yang membimbing pun tidak mengenal Islam dengan baik. 

Jadi, wajar saja meski berlabel sekolah Islami, tetapi prilaku orang-orang di dalamnya tidak Islami.

Belum lagi kalau bicara soal media. Internet, Televisi, Handpone dan media lainnya memiliki andil cukup besar dalam mempengaruhi prilaku remaja. Ingat kan, tayangan-tayangan seperti apa yang ada di media? 

Sinetron bertema pacaranlah, musik, gosip dan berbagai tayangan hiburan yang disajikan tak pernah jauh dari yang namanya hubungan pacaran.

Begitu kabur pandangan umat tentang Islam. Para ibu yang membolehkan anaknya pacaran. Para guru yang membiarkan muridnya berkasih sayang sembarangan. Sistem pendidikan yang tiada mencerahkan. Masyarakat dan negara yang abai pada ketaatan. Apa yang bisa diharapkan?

Dakwah adalah cara jitu membangkitkan umat. Dakwah ialah jurus ampuh mengembalikan kaum muslim pada fitrah Islam. Dakwah adalah bentuk kepedulian terhadap sesama. Ia pun bentuk kasih sayang.

 Dicari, pemuda peduli umat. Keberadaan mereka menjadi begitu penting di tengah kubangan maksiat yang mendalam. Nggak cukup, satu atau dua. Mereka harus terus bermunculan, untuk menyelamatkan nasib umat Islam dari kehancuran. 

Kaum mudalah bibit unggul pejuang dakwah. Pemuda adalah aset berharga bagi umat Islam untuk menghantarkan pada kebangkitkan. Wahai pemuda Islam, jadilah penyelamat kaummu...

0 Comments

Post a Comment