Apa yang kamu kenal tentang ekonomi Islam
di bangku kuliah? Saya kuliah di jurusan ekonomi akuntansi. Waktu di semester 4
kami diajarkan mata kuliah ekonomi Islam.
Yang saya ingat, materi yang
diajarkan seputar bisnis berbasis syariah yang diklaim bersih dari riba.
Seperti keberadaan bank syariah, asuransi syariah dan sebagainya. Sesederhana
itukah yang namanya ekonomi Islam?
Lalu saat Islam digelar Allah swt sebagai
pandangan hidup sempurna yang membawa kerahmatan bagi semesta alam, mengapa
ekonomi Islam tak menjadi basis berekonominya seluruh kaum muslim di Indonesia
yang jumlahnya mayoritas ini?
Pertanyaan itu masih sebatas pertanyaan.
Sampai beberapa waktu lalu saya bisa menjadi lebih mengerti mengenai ekonomi
Islam
Ketika saya membaca buku Ekonomi Islam
Mazhab Hamfara jilid I karya Pakar Ekonomi Islam sekaligus Direktur Keuangan
dan Administrasi Syafa’at Marcomm Yogyakarta dan Anggota Mejelis Ulama (MUI)
Yogyakarta bidang Ekonomi Islam, Dwi Condro Triono, Ph. D, saya menemukan
jawabnya.
Ekonomi Islam itu luar biasa. Bukan
sekedar satu bidang ilmu tertentu yang identik dengan bisnis Islami dan masalah
zakat saja. Bebas dari riba sudah pasti. Lebih dari itu, bicara ekonomi dalam
Islam berarti bicara sistem atau aturan Islam seputar masalah ekonomi.
Ekonomi Islam membahas mengenai
pengaturan kepemilikan (al-milkiyah), pemanfaatan kepemilikan (at-tasarruf
fil-milkiyah), serta distribusi harta kekayaan di tengah manusia (tauzi’u
tsarwah banyan-nas).
Islam berbicara mengenai apa yang boleh
dan tidak boleh dijadikan sarana oleh seorang muslim untuk meraih rizki Allah
swt. Bagaimana pemanfaatan tanah, bagaimana anggaran pendapatan dan belanja
negara dan lain sebagainya.
Jika semua sistem ekonomi yang ada di
dunia, baik sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi sosialis dan yang lainnya punya
pandangan yang khas tentang bagaimana alokasi sumber daya ekonomi yang adil,
Islam juga punya.
Menurut sistem ekonomi kapitalis, alokasi
sumber daya ekonomi yang adil adalah jika setiap orang diberi kebebasan atau
diberi kesempatan yang sama untuk memiliki dan menguasai segala sumber daya
ekonomi yang tersedia di alam ini.
Sebagaimana kehidupan kita hari ini yang
diatur dengan sistem ekonomi kapitalis, identik dengan aroma kompetisi. Meraih
uang sebanyak-banyaknya menjadi tujuan dari banyak orang. Sebab dengan uang,
dia bebas membeli apapun yang dia mau. Membeli tanah berhektar-hektar, membeli
pulau, beli hutan, membeli hukum, bahkan membeli jabatan.
Sedangkan sistem ekonomi Islam memandang
bahwa alokasi sumber daya alam yang adil adalah ketika pengaturannya
dikembalikan kepada syariah Islam.
Asas ekonomi Islam adalah akidah Islam.
Dasar berpikirnya adalah, bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah milik Allah
swt. “Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang
dikaruniakannya kepadamu.”(QS. An-Nur: 33)
Salah satu pengaturan Islam tentang alokasi
sumber daya ekonomi adalah, bahwa sumber daya alam yang jumlahnya banyak tak
terbatas tidak boleh dikuasai individu, melainkan menjadi milik umat secara
bersama-sama, dinikmati secara cuma-cuma.
Rasulullah saw bersabda: “Kaum muslim
berserikat atas tiga hal, yaitu air, padang gembalaan dan api” (HR. Abu Daud).
Maka tambang-tambang yang besar sepert
emas, perak, tembaga, timah, nikel, besi, minyak bumi dan lain sebagainya menurut
Islam tidak boleh dimiliki individu atau perusahaan swasta.
Negara sebagai pemimpin rakyat wajib
mengelola semua sumber daya alam tersebut dan hasilnya dikembalikan kepada
masyarakat dalam bentuk fasilitas pendidikan gratis dan berkualitas, fasilitas
kesehatan gratis dan berkualitas serta berbagai infrastruktur yang dibutuhkan
oleh rakyat.
Tidak heran kalau menurut Islam,
pemasukan terbesar negara bukan dari pajak melainkan dari hasil pengelolaan
sumber daya alam.
Ketika kita memahami nash-nash syara’ tentang ekonomi Islam serta membaca sejarah penerapan sistem ekonomi Islam di masa Khilafah Islam dulunya, aroma yang terasa berlomba lomba untuk mengeluarkan harta di jalan Allah swt, dan rakyatnya sejahtera.
Ketika kita memahami nash-nash syara’ tentang ekonomi Islam serta membaca sejarah penerapan sistem ekonomi Islam di masa Khilafah Islam dulunya, aroma yang terasa berlomba lomba untuk mengeluarkan harta di jalan Allah swt, dan rakyatnya sejahtera.
Kondisi yang membuat kaum muslim masa
khilafah kesulitan ekonomi bukan mahalnya harga-harga atau peningkatan
pengangguran seperti saat ini, melainkan karena lagi musim paceklik.
Itupun Khalifah dengan sigap segera
memerintahkan daerah lainnya yang tidak terkena paceklik untuk mengirim
bantuan. Karena Allah swt memerintahkan agar kesejahteraan itu dirasakan secara
merata oleh rakyat.
“Supaya harta itu jangan hanya beredar di
antara orang-orang kaya saja diantara kamu”. (QS. Al-Hasyr: 7)
Kalau begini ceritanya, pantaslah Islam
dikatakan aturan hidup sempurna. Sebab begitu rincinya membahas berbagai
persoalan manusia dari ibadah hingga muamalah termasuk masalah ekonomi di
dalamnya.
Sayangnya kesempurnaan Islam belum bisa
kita rasakan seutuhnya, karena syaratnya belum kita penuhi. Yaitu semua level
masyarakat baik individu, masyarakat dan negara seluruhnya menerapkan aturan
Islam secara menyeluruh mencakup ibadah, makanan/ minuman, pakaian, akhlak,
muamalah (Politik, pergaulan, pendidikan, kesehatan dll), dan sanksi.
Kalau kamu penasaran tentang pembahasan
ekonomi Islam lebih lanjut, baca saja buku Ustadz Dwi Condro. Tersedia kok secara online. Buku itu ditulis
dengan cara penyampaian yang mudah dimengerti loh. Dilengkapi ilustrasi yang
membantu kita untuk lebih bisa memahami maksud penulis…
Semoga uraian saya bermafaat ya. Terima
kasih sudah membaca..
ReplyDeleteIslam itu memang indah...
setuju mbak..dan keindahannya akan benar benar terlihat bila kaum muslim mau membumikan al qur'an dan as sunnah secara sempurna
DeleteEkonomi Islam itu luar biasa, tapi sayang Indonesia belum menerapkannya. :)
ReplyDeleteiya mbak sayang ya
Delete