Sekian
lama mendengar adanya film India kontroversial berjudul Jodha Akbar, baru
sekarang saya bisa nonton. Maklumlah, belum ada fasilitas TV di rumah. Drama
bersambungnya yang kini masih ditayangkan di AN TV pun belum pernah saya
tonton. Hanya sekilas melihat gambarnya saja dari internet. Setelah nonton
filmnya, saya memiliki beberapa catatan. Secara umum saya dapat mengatakan
bahwa salah satu versi kisah Dinasti Islam Mughal yang difilmkan itu tidak
islami. Diceritakan bahwa Raja Jalaluddin Akbar dari Dinasti Islam Mughal
menikah dengan seorang putri bernama Jodha dari Kerajaan Rajput yang beragama
Hindu. Awalnya pernikahan beda agama itu dilakukan Raja Jalal untuk kepentingan
negara. Namun lama kelamaan kecantikan putri Jodha membuat Raja Jalal jatuh
cinta.
Raja
Jalal berusaha menunjukkan rasa hormatnya kepada putri Jodha. Diawali dari
diterimanya syarat pernikahan dari putri Jodha. Yaitu, kalau setelah menikah ia
minta diizinkan untuk membawa patung dewa krishna ke Istana dan membangun kuil
di kamarnya serta tidak akan diajak untuk masuk ke dalam Islam. Raja Jalal yang
selama tumbuh kembangnya di kelilingi para ulama itu menikahi putri Jodha
dengan dua ritual pernikahan. Menikah secara Islam dan secara Hindu. Saat
upacara pernikahan, ada adegan dimana mereka berdua mengelilingi api sambil
dibacakan doa-doa oleh pendeta. Lalu dilanjutkan dengan adegan Raja Jalal
melakukan akad nikah secara Islam. Resepsi pernikahan mereka dimeriahkan dengan
tarian sema, sebuah tarian ala sufi asal Turki yang khas dengan
berputar-putar selama beberapa waktu. Bahkan raja Jalal pun ikut menari.
Beberapa
hari setelah pernikahan, suatu pagi terdengar suara putri Jodha sedang
menyanyikan lagu puji-pujian untuk dewa krishna. Raja Jalal yang sedang
mengadakan pertemuan dengan bawahannya segera menuntaskan pertemuan dan
mendatangi putri Jodha. Bukannya marah, ia malah terlihat mengagumi cara putri
Jodha beribadah. Raja Jalal pun bersedia saat diminta memakaikan sindur ke
kening putri Jodha.
Sesuai
Al Qur’an dan As sunnah, seorang lelaki muslim boleh menikah dengan ahli kitab.
Ahli kitab yang dimaksud adalah penganut ajaran Nabi-nabi terdahulu yang
berasal dari wahyu juga. Kebolehan menikahi itu pun dibatasi hanya kepada
wanita ahli kitab yang menjaga kehormatan dirinya. Dan menikahi mereka harus
dijadikan sarana dakwah. Tidak boleh teru-terusan wanita itu dibiarkan dengan
agamanya. Sebab ibu sangat dekat dengan anak-anaknya. Akan terjadi kekhawatiran
nantinya terhadap akidah anak-anak mereka kalau ibunya tidak memeluk Islam.
Kalau
menikah dengan wanita musyrik jelas tidak boleh. Apalagi menikah dengan cara
selain Islam. Tentu itu tak diperbolehkan. Allah Swt berfirman : “Dan
janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun
Dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan
wanita-wanita mukmin) sebelum mereka yang beriman. Sesungguhnya budak yang
mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka
mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.
dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia
supaya mereka mengambil pelajaran” (QS. Al-Baqarah: 221)
Film
Jodha Akbar sangat minim nuansa Islamnya. Tidak ada adegan Raja Jalal membaca
Al Qur’an atau mengutip ayat Al Qur’an maupun sunnah saat menyelesaikan masalah
kenegaraan. Yang ada, Raja Jalal sering kelihatan kebingungan dan memutuskan
perkara berdasarkan hatinya. Keberadaan para ulama yang menjadi penasehatnya
benar-benar tidak berfungsi. Bahkan ketika Raja Jalal berinisiatif melihat
keadaan rakyatnya dari dekat. Itupun dilakukan karena dorongan ucapan
putri Jodha yang menyinggung tentang sosok pemimpin ideal. Padahal ajaran Islam
tentang kepemimpinan jauh lebih baik. Sebab ia datang dari Allah Swt. Rasul
bersabda : ” Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia
bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya (HR al-Bukhari).
Keadaan
Raja Jalal terungkap pada pertengahan cerita, bahwa ternyata Raja Jalal tidak
bisa menulis dan membaca. Dikatakan, hidupnya terlalu sibuk dengan perang dan
mengurus pemerintahan. Sehingga tak ada waktu untuk belajar menulis dan
membaca. Hal ini juga menjadi suatu keanehan. Muhammad Al Fatih sang penakluk
Konstantinopel, selama hidupnya berkonsentrasi untuk menaklukkan kerajaan
Heraklius itu. Ia pun sibuk dengan pedang, ahli dalam perang. Tetapi ia hafal
seluruh ayat Al Qur’an. Ia hafal 5 bahasa. Ibadah tahajjud dan rawatibnya
sangat luar biasa. Betapa lemah gambaran seorang pemimpin Islam dalam film itu.
Mengenai
orang-orang muslim di dalam istana Mughal, kehidupannya pun tidak Islami. Para
perempuan tidak menutup aurat. Ada pula seorang muslimah yang berperan sebagai
tokoh jahat. Dia adalah ibu susu Raja Jalal, bernama Maham Anga. Maham Anga
ikut mendidik dan membesarkan Raja Jalal. Ia memperlakukan putri Jodha
dengan buruk. Ia menatap wajah putri Jodha dengan bengis dan mengucapkan kata-kata
kasar. Sementara, putri Jodha terlihat ramah dan baik hati. Maham Anga akhirnya
diusir dari istana karena kesalahan memfitnah putri Jodha. Ada pula tokoh waria
yang berperan sebagai pembantu putri Jodha. Bagaimana mungkin pemerintahan
Islam membiarkan ada homoseksual hidup dengan nyaman. Seharusnya ia diajak
bertaubat atau di sanksi sesuai Islam.
Catatan
terakhir, diceritakan bahwa tujuan pemerintahan Mughal mengajak
kerajaan-kerajaan lain untuk menyatukan diri ke dalam pemerintahan mughal bukan
alasan Islami. Ia bukan ingin mengajak manusia ke dalam Islam. Melainkan Raja
Jalal bertujuan semata-mata untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Dia bukan
ingin menyebarkanluaskan Islam dengan dakwah dan jihad. Dia tidak punya tujuan
untuk meninggikan kalimat Allah Swt di muka bumi.
Film
ini jauh menyimpang dari Islam. Ia lebih kepada memasarkan Islam moderat.
Yaitu, ajaran yang mengkompromikan Islam dengan paham di luar Islam. Sehingga
Islam yang murni terkotori. Yang terlihat bukan lagi kebenaran. Film Jodha
Akbar tidak layak mendapat apresiasi. Wa ma taufiqi illa billah.
0 Comments
Post a Comment