Sunday, February 15, 2015

Catatan Film Jodha Akbar


Sekian lama mendengar adanya film India kontroversial berjudul Jodha Akbar, baru sekarang saya bisa nonton. Maklumlah, belum ada fasilitas TV di rumah. Drama bersambungnya yang kini masih ditayangkan di AN TV pun belum pernah saya tonton. Hanya sekilas melihat gambarnya saja dari internet. Setelah nonton filmnya, saya memiliki beberapa catatan. Secara umum saya dapat mengatakan bahwa salah satu versi kisah Dinasti Islam Mughal yang difilmkan itu tidak islami. Diceritakan bahwa Raja Jalaluddin Akbar dari  Dinasti Islam Mughal menikah dengan seorang putri bernama Jodha dari Kerajaan Rajput yang beragama Hindu. Awalnya pernikahan beda agama itu dilakukan Raja Jalal untuk kepentingan negara. Namun lama kelamaan kecantikan putri Jodha membuat Raja Jalal jatuh cinta.
Raja Jalal berusaha menunjukkan rasa hormatnya kepada putri Jodha. Diawali dari diterimanya syarat pernikahan dari putri Jodha. Yaitu, kalau setelah menikah ia minta diizinkan untuk membawa patung dewa krishna ke Istana dan membangun kuil di kamarnya serta tidak akan diajak untuk masuk ke dalam Islam. Raja Jalal yang selama tumbuh kembangnya di kelilingi para ulama itu menikahi putri Jodha dengan dua ritual pernikahan. Menikah secara Islam dan secara Hindu. Saat upacara pernikahan, ada adegan dimana mereka berdua mengelilingi api sambil dibacakan doa-doa oleh pendeta. Lalu dilanjutkan dengan adegan Raja Jalal melakukan akad nikah secara Islam. Resepsi pernikahan mereka dimeriahkan dengan tarian  sema, sebuah tarian ala sufi asal Turki yang khas dengan berputar-putar selama beberapa waktu. Bahkan raja Jalal pun ikut menari.
Beberapa hari setelah pernikahan, suatu pagi terdengar suara putri Jodha sedang menyanyikan lagu puji-pujian untuk dewa krishna. Raja Jalal yang sedang mengadakan pertemuan dengan bawahannya segera menuntaskan pertemuan dan mendatangi putri Jodha. Bukannya marah, ia malah terlihat mengagumi cara putri Jodha beribadah. Raja Jalal pun bersedia saat diminta memakaikan sindur ke kening putri Jodha.  
Sesuai Al Qur’an dan As sunnah, seorang lelaki muslim boleh menikah dengan ahli kitab. Ahli kitab yang dimaksud adalah penganut ajaran Nabi-nabi terdahulu yang berasal dari wahyu juga. Kebolehan menikahi itu pun dibatasi hanya kepada wanita ahli kitab yang menjaga kehormatan dirinya. Dan menikahi mereka harus dijadikan sarana dakwah. Tidak boleh teru-terusan wanita itu dibiarkan dengan agamanya. Sebab ibu sangat dekat dengan anak-anaknya. Akan terjadi kekhawatiran nantinya terhadap akidah anak-anak mereka kalau ibunya tidak memeluk Islam.
Kalau menikah dengan wanita musyrik jelas tidak boleh. Apalagi menikah dengan cara selain Islam. Tentu itu tak diperbolehkan. Allah Swt berfirman : “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka yang beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran” (QS. Al-Baqarah: 221)
Film Jodha Akbar sangat minim nuansa Islamnya. Tidak ada adegan Raja Jalal membaca Al Qur’an atau mengutip ayat Al Qur’an maupun sunnah saat menyelesaikan masalah kenegaraan. Yang ada, Raja Jalal sering kelihatan kebingungan dan memutuskan perkara berdasarkan hatinya. Keberadaan para ulama yang menjadi penasehatnya benar-benar tidak berfungsi. Bahkan ketika Raja Jalal berinisiatif melihat keadaan rakyatnya dari dekat. Itupun dilakukan karena dorongan ucapan putri Jodha yang menyinggung tentang sosok pemimpin ideal. Padahal ajaran Islam tentang kepemimpinan jauh lebih baik. Sebab ia datang dari Allah Swt. Rasul bersabda : ” Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya (HR al-Bukhari).
Keadaan Raja Jalal terungkap pada pertengahan cerita, bahwa ternyata Raja Jalal tidak bisa menulis dan membaca. Dikatakan, hidupnya terlalu sibuk dengan perang dan mengurus pemerintahan. Sehingga tak ada waktu untuk belajar menulis dan membaca. Hal ini juga menjadi suatu keanehan. Muhammad Al Fatih sang penakluk Konstantinopel, selama hidupnya berkonsentrasi untuk menaklukkan kerajaan Heraklius itu. Ia pun sibuk dengan pedang, ahli dalam perang. Tetapi ia hafal seluruh ayat Al Qur’an. Ia hafal 5 bahasa. Ibadah tahajjud dan rawatibnya sangat luar biasa. Betapa lemah gambaran seorang pemimpin Islam dalam film itu.
Mengenai orang-orang muslim di dalam istana Mughal, kehidupannya pun tidak Islami. Para perempuan tidak menutup aurat. Ada pula seorang muslimah yang berperan sebagai tokoh jahat. Dia adalah ibu susu Raja Jalal, bernama Maham Anga. Maham Anga ikut mendidik dan membesarkan  Raja Jalal. Ia memperlakukan putri Jodha dengan buruk. Ia menatap wajah putri Jodha dengan bengis dan mengucapkan kata-kata kasar. Sementara, putri Jodha terlihat ramah dan baik hati. Maham Anga akhirnya diusir dari istana karena kesalahan memfitnah putri Jodha. Ada pula tokoh waria yang berperan sebagai pembantu putri Jodha. Bagaimana mungkin pemerintahan Islam membiarkan ada homoseksual hidup dengan nyaman. Seharusnya ia diajak bertaubat atau di sanksi sesuai Islam.
Catatan terakhir, diceritakan bahwa tujuan pemerintahan Mughal mengajak kerajaan-kerajaan lain untuk menyatukan diri ke dalam pemerintahan mughal bukan alasan Islami. Ia bukan ingin mengajak manusia ke dalam Islam. Melainkan Raja Jalal bertujuan semata-mata untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Dia bukan ingin menyebarkanluaskan Islam dengan dakwah dan jihad. Dia tidak punya tujuan untuk meninggikan kalimat Allah Swt di muka bumi.
Film ini jauh menyimpang dari Islam. Ia lebih kepada memasarkan Islam moderat. Yaitu, ajaran yang mengkompromikan Islam dengan paham di luar Islam. Sehingga Islam yang murni terkotori. Yang terlihat bukan lagi kebenaran. Film Jodha Akbar tidak layak mendapat apresiasi. Wa ma taufiqi illa billah.

0 Comments

Post a Comment