dok. pribadi |
Dalam satu ceramah Ustadz Felix Siauw berkata
bahwa kedewasaan seseorang ditentukan oleh tekanan dan tujuan hidup. Ucapan itu
kembali membuatku merenungi hidupku. Apa yang beliau katakan benar adanya.
Tekanan hidup bisa menjadikan seseorang
lebih berkembang, namun bisa pula menjadikannya semakin terpuruk. Tergantung
bagaimana seseorang merespon tekanan tersebut. Ustadz Felix mencontohkan
dirinya, saat pertama kali kuliah. Saat itu adalah pertama kalinya beliau
mengurus dirinya sendiri.
Beliau hanya dibekali sejumlah uang untuk
kehidpan sehari – hari. Awalnya beliau galau, karena tak tahu harus berbuat
apa. Bagaimana cara membeli makanan, bagaimana cara ini dan itu beliau tak
tahu. Hal itu merupakan sebuah tekanan hidup bagi beliau. Pada akhirnya tekanan
itu membuatnya belajar bagaimana mengatur keuangannya dan menjalani kehidupan
sehari – hari sebagai mahasiswa secara mandiri.
Kembali ke dalam diriku. Aku merasakan
hal yang sama. Beberapa tahun belakangan aku berada di zona nyaman. Ku rasakan
hidupku datar, menjalani hidup dengan lancar. Aku sempat terlena dengan
keadaan. Harusnya aku lebih banyak menulis dan membaca. Harusnya aku lebih
banyak berkarya. Namun justru aku lebih suka nonton film dan ubek – ubek media
sosial.
Setiap kali aku menyadari kalau aku perlu
upgrade ilmu, yang itu kusadari dari motivasi temanku, setiap kali pula itu ku
lakukan dengan setengah hati. Kurang konsisten. Kurang maksimal.
Sampai aku mengalami musibah yang aku
rasakan dahsyat dalam hidupku. Aku memilih tak mendetailkannya disini. Yang
pasti musibah itu merupakan sebuah tekanan terbesar sepanjang hidupku. Menguras
air mata dan pikiran. Belum pernah tidurku terganggu seperti saat itu. Belum
pernah kurasakan sakitnya hati sesakit itu. Sekitar setahun setengah hal itu
berlangsung.
Kini aku bersyukur telah melewati satu
setengah tahun tanpa kondisi lebih terpuruk dari sebelumnya. Malah saat ini
kudapati diriku melakukan hal – hal yang sebelumnya ku tunda – tunda. Aku telah
serius mempelajari tahsin quran. Hingga kini aku menjadi pengajar tahsin quran
dan pengurus sebuah rumah Quran. Aku mulai membiasakan diri lagi untuk membaca
buku. Kini aku memberanikan diri membuka kelas online untuk berbagi isi buku
yang aku baca.
Aku mulai lagi mengulangi hafalan quran
yang dulu pernah ku hapal tetapi lama tidak muraja’ah. Bahkan ku tambah
hafalanku. Aku menjaga konsistensi hapalan dengan mengikuti kelas tahfizh
online. Ada guru tahfizh yang mengontrol hafalanku, tempatku setoran dan
mengulang hapalan.
Aku juga ingin kembali serius mengelola
akun tik tok ku. Aku ingin secara kontinyu mengisinya dengan konten – konten islami
serta ada jadwal live juga. Yang lebih penting dari itu, aku berani mengambil
keputusan berdasarkan pemikiran yang jernih.
Hal yang sebelumnya tak berani ku
lakukan. Sebelumnya aku merasa terikat dengan satu kondisi buruk yang
kuharapkan dapat kembali membaik. Kini aku berani menyimpulkan dan berhenti
berhadap perubahan dari seseorang yang tak komitmen pada perbaikan.
Aku berhasil berpikir akan menata kembali
hidupku dengan lebih baik. Meminimalkan aktivitas sia – sia dan menggantinya
dengan aktivitas berkualitas. Membaca, menulis, ngonten, menyebarkan Islam
secara online maupun offline, berolahraga dan makan makanan sehat.
Apapun yang terjadi, harus disadari sebagai takdir terbaik dari Allah swt. Cara terbaik menyikapi takdir adalah ridho dan mengambil hikmah serta melakukan yang terbaik yang kita bisa, sesuai tuntunan al Quran dan as Sunnah. Terkadang masih sedih, tapi bahagia pasti datang. Karena suka duka alamiahnya akan selalu datang bergantian dalam hidup kita. Welcome hidup baruku. Ku menanti kejutan – kejutan indah dari Rabbku. In sya allah
0 Comments
Post a Comment